Chapter 16 part 3
"Clone, kenapa kau diam saja?" tanya Bu Cam.
Kenapa aku diam saja? Entahlah, aku sendiri juga tidak tahu mengapa.
Syco itu ... terlihat seperti tidak ingin dibantu. Aku tidak bisa menjelaskan maksudnya. Namun, hal itu membuat bantuan macam apapun akan dianggap sebagai gangguan oleh Syco.
Mungkin, karena itulah aku memilih untuk berdiam diri, menonton pertarungan antara Syco dan Visty.
Singkatnya, ini adalah pertarungannya sendiri. Sebuah duel yang adil, kurasa, antara Syco dengan Visty. Tidak ada campur tangan dariku, juga kerumunan pria berjas hitam.
"Seharusnya, kau membantu Syco. Dia adalah temanmu, kan?" sambungnya.
Bu Cam sendiri bagaimana? Kenapa tidak membantu juga? Apakah karena Spirit Ability dari Clothes of Chaos yang sedang dia pakai, tidak berguna di situasi seperti ini?
Lebih dari dua meter di depan kami, Visty masih mengayunkan lengan kanannya—bergantian secara horizontal, vertikal, maupun diagonal—ke depan.
Hal yang serupa juga terjadi pada tubuhnya Syco. Dia bergoyang – goyang mengikuti arah ayunan lengan kanan Visty. Sambil bergoyang, muncul luka gores di tubuhnya itu, tepatnya di bagian lengan, perut, paha, dan wajah.
Wajah para pria berjas hitam menunjukkan ekspresi takut bercampur dengan kagum—kedua mata melotot dan mulut sedikit terbuka dengan membentuk huruf "o" kecil—setiap kali muncul luka gores baru pada tubuhnya Syco.
Ada bermacam – macam jenis luka gores yang muncul. Jenis yang paling parah adalah yang darah di dalam area luka itu tak henti - hentinya mengalir ke luar area luka.
Darah yang seperti ini dapat mengotori kulit dan pakaian milik Syco. Bahkan, sebagian di antara mereka menetes di lantai, sehingga menciptakan genangan kecil di sana. Ini akan sulit untuk dibersihkan.
Argh! Aku sudah tidak tahan lagi. Aku ingin segera mengakhiri ini!
Jauh di lubuk hatiku, terdengar bisikan yang menyuruhku untuk ikut campur dengan pertarungan ini. Bisikan ini membuat kedua kakiku, bergerak tanpa diperintah, untuk berlari ke samping Syco.
"Spirit Ability!" aku berteriak sambil berlari.
Lorong bangunan laboratorium terasa dingin oleh angin yang tiba – tiba bertiup kencang di dalamnya. Jaket yang kukenakan sampai berkibar – kibar akibat tiupan angin itu.
Jas yang dikenakan oleh kerumunan pria berjas hitam juga ikut berkibar. Secara bersamaan, mereka kembali melakukan gerak menutupi wajah dengan lengan kanan—gerakan yang sama seperti saat partikel debu mengkilap yang dibawa Syco berterbangan ke arah mereka.
Kalau Syco tidak bisa mengalahkan Visty, biar aku saja yang melawannya. Kenapa aku mengatakan ini seolah – seolah aku sanggup untuk mengalahkannya?
Sebenarnya, cara melawan kerumunan pria berjas hitam ini tidak jauh berbeda dengan cara melawan kelompok preman yang menculikku dan Gen, beberapa bulan yang lalu.
Mengingat – ingat tentang preman – preman itu, saat itu aku melawan mereka dengan menggunakan Spirit Ability untuk menerbangkan mereka hingga menabrak tembok. Yang aku tidak habis pikir sampai sekarang adalah, kenapa saat itu mereka tidak melepaskan jaket, Clothes of Chaosku?
Namun, berkat itulah aku—dan Gen—bisa menggunakan Spirit Ability. Gen menggunakan Spirit Abilitynya untuk mengobati luka pada dirinya dan menghilangkan bekas garis – garis merah dari tali yang melilit tubuhku. Oleh karena itu, terciptalah kesan kalau aku telah membeli perlengkapan kesenian di toko tanpa mengalami hambatan.
Soal Gen yang membolos saat pagi harinya—kenapa aku malah membahas tentang kejadian saat bab pertama di bab terakhir ini?
Aku pun menatap ke depan, karena tadi aku berlari dengan kepala tertunduk. Di depan sana, hanya Vistylah yang tidak goyah oleh angin kencang yang tiba – tiba bertiup di dalam bangunan laboratorium ini.
Sementara itu, tubuh para pria berjas hitam yang berdiri di belakangnya sedang mengayun mengikuti arah tiupan angin yang menerpa mereka. Angin yang bertiup ini menerpa tubuh mereka dari depan wajah mereka. Berarti, tubuh mereka mengayun ke depan dan ke belakang.
Angin ini masih belum cukup kencang. Seharusnya, angin ini bisa menerbangkan sisa – sisa dari tempat sampah yang tadi dilemparkan Syco, bahkan orang – orang yang berada di kerumunan pria berjas hitam.
Namun, kencangnya angin ini tidak boleh hingga menerbangkanku, Syco, dan Bu Cam.
"Masih belum," gumamku.
Aku meluruskan lengan kanan ke depan dengan telapak tangan terbuka lebar. Ayolah! Terbanglah kalian!
Aku melihat kalau seorang pria berjas hitam yang berdiri di barisan paling depan sudah tidak menginjakkan kedua kakinya ke lantai. Berarti, angin ini sudah semakin kencang. Baguslah! Tinggal sedikit lagi dan dia bersama teman – temannya akan dibawa terbang oleh angin.
Sisa – sisa sampah—tidak perlu kujelaskan lagi—yang tadi dilemparkan Syco mulai berguling ke arah kerumunan pria berjas hitam itu. Bahkan, sampah yang berupa butiran – butiran nasi lengket berterbangan ke arah yang sama.
Lima—tidak—dua puluh butir nasi mengenai wajah salah satu pria berjas hitam. Dari ekspresi wajahnya, aku tahu kalau dia merasa jijik. Yah, aku pun sama.
Dia mencoba mengayunkan lengan kanannya di depan wajah untuk menghilangkan butiran nasi itu. Namun, gerakan seperti itu malah membuat tubuhnya menjadi tidak seimbang dan mudah dibawa terbang oleh angin.
Visty pun terlihat terkejut. Ayunan tubuhnya dan ayunan tubuh kerumunan pria berjas hitam itu semakin kencang. Saat mencapai titik tertentu dimana tubuhnya mengayun dengan sudut sebesar tujuh puluh derajat ke belakang, pemilik tubuh itu tiba – tiba terlempar ke belakang.
Pria berjas hitam yang berdiri di paling depan terlempar terlebih dahulu. Saat melayang di udara, dia menabrak pria berjas hitam lain yang berdiri di belakangnya. Pria berjas hitam yang ditabraknya pun ikut terlempar ke belakang. Kemudian, dia akan menabrak pria berjas hitam di belakangnya, dan begitu seterusnya. Seperti domino saja, ya.
Efek domino ini juga berlaku bagi Visty. Karena dia berdiri di paling depan, maka dia akan menabrak pria berjas hitam yang berdiri di belakangnya saat dia terlempar nanti.
Kapan nanti itu? Entahlah, aku tidak tahu. Sejak tadi dia bisa menahan kencangnya angin yang bertiup ke arahnya. Bahkan, pria berjas hitam yang berdiri di belakangnya sudah terlempar terlebih dahulu.
"Tinggal dia sendirian!" terdengar suara Syco berseru.
"Ya!" balasku.
Beruntung, tiga menit kemudian, Visty sudah tidak kuat menahan tiupan angin itu. Dia pun terlempar ke luar bangunan laboratorium melalui pintu depannya. Terdengar suara seperti tas ransel yang terisi penuh dijatuhkan dari bangunan lantai tiga saat tubuh Visty menghantam tanah di luar sana.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro