Chapter 14: Rapat dan Undangan
9 September 2012
Seorang wanita bernama Cam menghentikan langkah kakinya di salah satu titik di trotoar ini. Trotoar ini terletak di pinggir jalan raya yang cukup ramai, karena sebuah alasan yang kalian akan segera mengetahuinya.
Dia menghadapkan badannya ke sebelah kiri. Di hadapannya, terdapat sebuah area luas berbentuk persegi panjang dengan luas tiga puluh enam ribu meter persegi.
Di area itu berdiri sebuah bangunan mall yang menempati empat puluh tiga persen dari luas area itu. Bangunan mall itu tingginya lima belas meter. Sisa area yang tidak ditempati bangunan mall menjadi sebuah tempat parkir outdoor.
Puluhan kendaraan bermotor berjenis mobil menempati tempat parkir itu. Ada yang berukuran kecil seperti mobil sedan, dan ada yang berukuran besar seperti truk barang.
Tampak salah satu mobil sedan yang keempat pintunya sedang terbuka. Keluar empat sosok manusia dari dalam mobil sedan melalui masing – masing pintunya. Salah satu dari mereka berjenis kelamin perempuan.
Sesampainya dia di luar, manusia yang berjenis kelamin laki – laki yang usianya paling muda berjalan mendekatinya. Mereka berdua saling berpegangan tangan, sementara dua orang lainnya berjalan mendahului mereka.
Keempat orang yang tampak sebagai keluarga ini berjalan menuju ke salah satu sisi bangunan mall yang terdapat tangga di sampingnya.
Di atas tangga itu adalah teras mall, yang karena suatu alasan terletak di dataran yang lebih tinggi dari tempat parkir.
Teras mall terbagi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah bagian yang berupa jalanan dari aspal. Jalanan ini berfungsi sebagai tempat kendaraan mengantar atau menjemput penumpang.
Di pinggir jalan terdapat tiga buah taksi yang menggunakan wujud mobil sedan berwarna biru. Di badan mobil terdapat tulisan yang merupakan nama perusahaan asal taksi tersebut.
Mobil itu kosong. Supirnya sedang berkumpul di sisi lain dari teras ini, yaitu bagian kedua yang lantainya berubin.
Selain mereka, ada puluhan manusia lain yang berlalu lalang di bagian kedua itu. Tujuan mereka adalah pintu masuk mall yang terletak di salah satu sisi bagian kedua.
Pintu itu menghubungkan teras mall dengan lobi mall. Seorang satpam berseragam serba hitam berdiri mematung di samping pintu, sesekali menyapa orang – orang yang melaluinya.
Cam mengeluarkan sebuah foto dari saku jaket yang dia pakai. Tangan kanan yang memegang foto itu dia gerakkan ke depan wajah, hingga menutupi pemandangan mall di depannya.
Keadaan di foto berbanding terbalik dengan keadaan mall di depannya. Tidak tampak kebahagiaan atau kesenangan di dalam foto. Suasananya begitu mengerikan.
Orang – orang berlari kesana kemari tanpa tujuan. Sebagian dari mereka terkapar di tanah dengan tidak sadarkan diri. Di antara keramaian, tampak seorang satpam mall yang wajahnya menunjukkan rasa kebingungan.
Terdapat lubang yang lebar di dinding bangunan mall yang ketinggiannya dua belas senti dari bawah. Dari dalam lubang itu mengepul asap abu – abu gelap yang menyesakkan.
Samar – samar tampak kobaran api di bagian dalam lubang yang menjadi sumber dari asap itu.
Cam menghela nafas. Dia berkata, "Sepertinya belum terlambat. Tapi, aku tidak tahu berapa lama lagi kejadian ini akan terjadi." dalam hati.
Jari jempol yang memegang foto di bagian depannya dia geser ke bawah. Di balik foto itu tampak foto lain yang ternyata disembunyikan di belakangnya.
Di yang kedua terdapat foto dua orang berjubah hitam yang sedang berada di ruangan sempit. Wajah mereka tidak tampak, karena tertutup oleh hood pada jubah yang mereka kenakan.
Di atas lantai di depan keduanya terdapat sebuah tas besar yang sedang terbuka ke atas. Di dalam tas tampak sebuah benda berbentuk balok yang terbuat dari logam berwarna perak.
Terdapat sebuah area segi empat di badan benda itu. Ada dua benda di area itu, sebuah layar yang bercahaya merah dan sebuah papan ketik yang memiliki sembilan kunci di sebelah kanannya
Di bagian kiri benda itu terdapat dua buah kabel—masing – masing berwarna merah dan biru—yang bergulung – gulung tidak karuan.
"Ruangan ini terlihat seperti ruangan yang hanya bisa dimasuki oleh karyawan. Sudah jelas kalau mereka bukan karyawan mall ini," pikir Cam.
"Apalagi mereka ingin mengebom mall," sambungnya.
Kedua foto itu kembali dimasukkan ke saku jaket. Kemudian, Cam menundukkan kepala sambil mengisi pikirannya dengan banyak hal hingga penuh.
"Sekarang, di mana letak ruangan itu. Apa kuharus jalan – jalan mengelilingi mall dulu untuk mencarinya? Tapi, itu akan menghabiskan waktu dan membuat bomnya meledak duluan.
Bagaimana kalau aku pergi ke bagian yang muncul asapnya? Sepertinya, bagian itu ada di lantai tiga. Pasti letak ruangan itu ada di sana," Cam berpikir keras.
Setelah merasa yakin, Cam melangkahkan kakinya memasuki halaman mall di hadapannya.
***
Di lantai dua bangunan mall, Cam sedang berjalan di salah satu koridornya. Dia melewati sebuah toko yang menjual mainan anak – anak.
Cam melirik ke dalam toko itu sambil berkata, "Mengingatkanku tentang masa kecil." di dalam hati.
Pandangannya sempat teralihkan oleh sebuah keluarga yang sedang berbelanja di dalam toko itu. Keluarga yang terdiri dari seorang ayah, seorang ibu, dan dua anak laki – laki. Mereka sedang berdiri di depan sebuah rak mainan.
Terdapat puluhan kardus lego di dalam rak itu. Anak laki – laki yang paling tua menuding salah satu kardus dengan jari telunjuk kanan.
Ibu dan adiknya menganggukkan kepala. Sementara itu, ayah mereka berjalan menjauh, seolah tidak peduli dengan keluarganya.
"Mereka kan ... yang di luar tadi," pikir Cam.
"Sayang sekali. Pengebom itu tidak pandang bulu. Anak – anak, wanita, orang sakit semuanya akan menjadi korban. Aku harus menghentikan mereka. Demi keluarga ini juga," sambungnya.
Cam melangkah meninggalkan toko mainan itu. Elevator menuju ke lantai tiga ada di dekat sini, itulah yang dia pikirkan.
"Apa orang – orang akan menganggapku sebagai pahlawan? Tidak mungkin. Aku sudah biasa dianggap sebagai pembawa masalah. Itulah julukan yang tepat untukku," Cam bergumam.
Cam tiba di sebuah tempat yang luas. Tempat ini adalah pertemuan antara dua pasang koridor di lantai dua mall. Setiap pasang koridor letaknya saling sejajar dengan dipisahkan oleh celah berpagar—seperti balkon—di antara mereka.
Di depan celah berpagar itu terdapat dua buah elevator. Elevator yang di sebelah kiri mengarah ke bawah, sementara elevator yang di sebelah kanan mengarah ke atas.
Sisi tempat ini yang bukan merupakan koridor adalah sebuah toko yang menjual peralatan orahraga. Bukan peralatan lebih tepatnya, karena yang dijual hanya kaos olahraga, celana pendek olahraga, dan sepatu olahraga.
Jika dilihat dari koridor tempat Cam berada, tempat luas ini berbentuk seperti huruf "R" kecil.
Cam berjalan ke salah satu elevator, yang anak tangganya bergerak naik ke lantai tiga. Kebetulan tempat luas ini sepi dan hanya Cam seorang diri yang ingin menaiki elevator itu.
Dia menginjakkan kedua kakinya di lantai besi yang berada di elevator. Siapa pun pasti menginjak lantai besi ini, sebelum menaiki elevator.
Cam menundukkan kepala, melihat anak tangga yang bergerak naik. Dia memperkirakan timing yang pas untuk menginjakkan kakinya di sana.
Sebuah anak tangga muncul dari bawah lantai besi dan terus bergerak naik. Di atasnya tergambar sebuah simbol yang menyerupai huruf alfabet. Simbol itu memancarkan cahaya kekuningan seperti matahari.
"Apa ini?" Cam tertegun melihat simbol itu.
Bukan hanya satu anak tangga saja. Pada anak tangga yang muncul setelahnya juga terdapat simbol yang serupa. Begitu seterusnya, hingga seluruh anak tangga pada elevator ini bersimbol di atasnya.
Cam masih mencoba memahami maksud simbol itu saat dia menyadari kalau yang tergambar bukanlah simbol, melainkan huruf alfabet. Jika dieja satu per satu mulai yang pertama kali muncul, akan terbaca sebagai sebuah kalimat.
Cam mengingat – ingat huruf yang pertama kali muncul saat dia mendekati elevator ini.
"Hurufnya ... 'J' ya?" pikirnya.
Saat huruf "J" itu muncul kembali, Cam sudah mempersiapkan diri untuk membaca kalimat yang akan muncul.
"J-A-N-G-A-N-N-A-I-K-B-E-R-B-A-H-A-Y-A," mulutnya komat – kamit mengucapkan kata – kata itu.
Cam menghela nafas sambil berkata, "Kenapa tidak boleh naik? Apa yang berbahaya? Jangan jangan ...." dalam hati.
Dia pun melangkahkan kaki kanan hingga menginjak salah satu anak tangga yang barusan muncul. Kaki kirinya menyusul setelah itu dan menginjak anak tangga yang sama.
***
Sesampainya dia di lantai tiga bangunan mall, sebuah huruf berwarna merah yang melayang di udara menghampirinya. Itu adalah "A," huruf pertama dalam alfabet.
"Apa lagi ini? Peringatan lainnya?" protes Cam.
Saat Cam secara tak sadar melihat lurus ke depan, betapa terkejutnya dia saat melihat kalau ruang di lantai ini dipenuhi oleh huruf – huruf yang melayang. Melihatnya saja sudah membuat sesak, apalagi mengejanya.
Setelah huruf "A," datanglah huruf "D." Setelah itu, datang huruf "A" lagi. Cam mengeja satu per satu huruf yang menghampirinya itu.
Dua menit yang melelahkan terbayar dengan mengertinya Cam terhadap situasi di mall saat ini. Dia pun berlari di sepanjang koridor dengan tujuan yang tidak jelas.
"Ada orang mencurigakan yang pergi ke pojok," Cam berkata dalam hati, mengulangi kalimat yang disusun oleh huruf – huruf yang melayang itu.
"Pojok apa yang dia maksud? Dan soal huruf yang melayang, apakah itu adalah Spirit Ability? Kalau benar begitu, berarti ada orang lain yang menyadari keberadaan pengebom dan ingin mengingatkan orang lain untuk berhati – hati," sambungnya.
Nafasnya tersengal. Meski begitu, Cam tetap memaksakan dirinya untuk berlari. Keringat mulai membasahi dahinya.
Cam berlari sambil berpikir, "Apakah ruang karyawan? Tapi, dimana ruang karyawan di lantai ini? Di pojok ... itu dia!"
***
Di sebuah ruangan yang sempit, dua anak perempuan berusia sekitar tiga belas tahunan sedang berdebat dengan dua orang laki – laki berjubah hitam yang tampak mencurigakan.
Suara teriakan dan umpatan terdengar hingga beberapa senti jaraknya dari luar ruangan.
Tanpa keempat orang itu sadari, ada orang kelima yang sedang mengintip mereka. Orang kelima itu adalah Cam. Dia mengintip kejadian itu melalui satu – satunya jendela di ruangan itu.
Cam berpikir kalau salah satu dari anak perempuan itu adalah yang menggunakan Spirit Ability untuk memperingatkannya. Tapi, dia tidak bisa memikirkan apa pun soal anak perempuan yang satunya.
"Mereka berani juga. Mungkin, kejadian ini akan kuserahkan pada kalian," katanya dalam hati.
Alih – alih beranjak pergi, Cam malah berdiam diri di balik jendela, menonton kejadian itu seolah menonton sinetron yang biasa ditonton wanita seusianya.
Alasannya adalah pemikirannya yang mengatakan, "Kalau dua gadis itu cukup meyakinkan, aku bisa mengundangnya ke akademi."
Tiba – tiba, salah satu anak perempuan berlari ke arah dua orang yang mencurigakan itu. Cam terkejut dan berseru, "Kenapa dia?" di dalam hati.
Dua orang mencurigakan itu tidak tinggal diam. Mereka melepaskan tembakan secara bersamaan dengan senjata api yang mereka pegang sejak tadi. Suara tembakan terdengar memekikkan telinga.
Cam tidak memalingkan wajah ataupun menutup telinga. Dia justru semakin mendekatkan wajahnya ke jendela ruangan. Rasa penasaran menguasai dirinya.
Rasa penasaran itu ... lebih tepatnya, dia tidak memiliki rasa takut dengan tembakan, atau dengan korban akibat tembakan. Semua itu hanya akan membuatnya menjadi semakin terbiasa.
"Gadis itu pasti mati. Tidak mungkin dia bisa selamat dari tembakan seperti itu. Dengan begini, ini adalah kegagalanku yang ke lima puluh," kata Cam di dalam hati.
Tapi, yang terjadi justru di luar dugaannya. Tembakan tidak melukai anak perempuan yang sedang berlari itu. Yang pasti, peluru mengenai tubuhnya, namun peluru itu seperti memantul saat mengenai tubuhnya.
Salah satu peluru melesat tidak kepada anak perempuan itu, tapi kepada anak perempuan lain di belakangnya.
Hal yang sama juga terjadi pada anak perempuan itu. Dia juga tidak terluka setelah terkena peluru dan peluru itu jatuh ke lantai setelah mengenainya.
Cam terkekeh sambil berkata, "Seperti ilmu kebal saja. Tidak, tidak. Itu adalah Spirit Ability. Dan dia bisa menggunakannya tidak hanya pada diri sendiri, melainkan juga orang lain." dalam hati.
Anak perempuan itu berlari melewati dua orang mencurigakan yang sedang kebingungan. Dia menghampiri sebuah benda logam berbentuk segi empat di belakang dua orang itu.
Cam tahu kalau benda itu adalah bom waktu. Yang dia tidak tahu adalah berapa lama lagi waktu yang diperlukan bom itu untuk meledak. Dari tempatnya mengintip, layar bom itu tidak terlihat dengan jelas.
Anak perempuan itu memasukkan tangan kirinya ke tas plastik yang dipegangnya dengan tangan kanan. Sedetik kemudian, dia mengeluarkan sebuah panci penggorengan dari dalam tas plastik itu.
Lalu, tangan kiri yang memegang panci itu diayunkannya ke belakang badan. Otomatis, panci itu terlepas dari pegangannya dan melayang ke belakang sejauh lebar ruangan itu.
Tujuan panci itu adalah dua orang yang mencurigakan. Namun, reflek dan kerja sama mereka lebih cepat dari kecepatan melayang panci.
Salah satu orang yang mencurigakan sempat menoleh ke belakang. Saat itulah, gerak refleknya—yaitu mendorong temannya yang berada di sampingnya hingga terjatuh—bekerja.
Temannya itu berkeinginan untuk memarahinya. Namun, kemarahan itu tidak sempat muncul, karena panci itu tiba – tiba melesat melewati atas kepalanya.
Panci terus melesat hingga mengenai kepala anak perempuan yang satunya.
Dia tersungkur ke lantai sambil menjerit kesakitan. Bagian kepalanya yang terkena panci—yaitu dahinya—berubah warna menjadi merah.
"Melempar tanpa melihat seperti itu sangat berbahaya. Apalagi dengan tangan kiri," komentar Cam.
"Tapi tunggu. Kenapa temannya itu tidak terluka oleh tembakan, tapi merasa sakit saat terkena panci? Apakah itu adalah batasan Spirit Abilitynya?" dua buah pertanyaan tiba – tiba muncul di pikiran Cam.
Panci jatuh ke lantai setelah melayang selama tiga detik. Terdengar suara seperti kaleng dilemparkan ke lantai saat panci itu menyentuh lantai.
Tapi, anak perempuan yang berada di dekat tas besar itu tidak tahu akan hal ini. Dia malah berjongkok di sebelah bom waktu itu untuk menonaktifkan bomnya.
Alih – alih memotong salah satu kabel pada bom, dia menyelimuti bom itu dengan tas plastik yang masih dia pegang dengan tangan kanan.
Kemudian, anak perempuan itu melangkah ke belakang sebanyak sepuluh kali untuk menjauhi bom yang dibungkus oleh tas plastik itu.
"Apa lagi yang akan terjadi sekarang?" Cam bertanya – tanya.
Tiba – tiba, terdengar suara seperti air disemprot melalui selang bersamaan dengan munculnya asap berwarna merah cerah dari langit – langit ruangan sempit.
Asap itu memenuhi tidak hanya di dalam ruangan saja, melainkan juga menyebar ke luar ruangan melalui ventilasi udara yang terdapat di atas jendela.
Mau tak mau, Cam harus menutup mulut dan hidungnya menggunakan bagian dalam dari lengan atas di tangan kanannya. Sejenak, dia melupakan tentang anak perempuan dan orang mencurigakan itu.
Asap menutupi ruangan selama satu menit setengah, sebelum kemudian berangsur – angsur lenyap.
"Pengebom itu! Bagiamana keadaan mereka?" tanya Cam saat asap itu sudah lenyap.
Dia kembali mengintip ke dalam ruangan dan melihat kalau dua orang yang mencurigakan itu sudah menghilang, meninggalkan bom yang terbungkus tas plastik. Karena suatu alasan, mereka tidak ingin mengambil kembali bom itu.
Dua anak perempuan itu juga masih ada di dalam ruangan sempit. Cam menarik nafas lega melihat keadaan keduanya baik – baik saja.
***
9 Januari 2013
Pukul 19.00
Para pengurus akademi sedang berkumpul di ruang perkumpulan. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja bundar. Di atas meja di depan masing – masing dari mereka terdapat sebuah botol minuman mineral
Sebelum pertemuan di mulai, Hed, pemimpin dari pengurus akademi itu, membacakan sebuah pidato.
Melalui alat pengeras suara, dia berkata, "Akhir – akhir ini, kita mendapatkan informasi bahwa pemilik Clothes of Chaos di seluruh dunia sedang terancam. Muncul kasus semacam Twelve Accident yang membahayakan keberadaan mereka.
Jika tidak ditangani dengan benar, kasus semacam ini akan membahayakan posisi kita di dunia. Oleh karena itu, kita harus melakukan sesuatu untuk menanganinya. Yaitu dengan mengamankan pemilik Clothes of Chaos sebagaimana visi dan misi akademi ini didirikan.
Sebelumnya, kita sudah membagikan undangan kepada pemilik Clothes of Chaos yang berpotensi. Oleh karena itu, pada pertemuan kali ini, kita akan membahas kelanjutan dari pembagian undangan itu."
Hed berdeham sebelum melanjutkan, "Dipersilahkan kepada Cam untuk melaporkan terlebih dahulu."
Hening sejenak. Orang yang dimaksud sebagai Cam, yaitu seorang wanita berusia tiga puluhan yang duduk di sebelah kanan Hed, berdiri dari bangkunya.
"Terima kasih atas waktunya," kata Cam.
Dia pun terdiam. Tampak salah satu pengurus akademi sedang meneguk botol air mineral miliknya.
"Jadi, total seluruh calon ada sekitar dua puluh orang yang masing – masingnya adalah remaja berusia tiga belas hingga lima belas tahun. Untuk informasi lengkapnya, saya serahkan kepada Bind," kata Cam melaporkan hal yang menjadi tanggung jawabnya.
Yang dimaksud dengan Bind adalah pengurus akademi yang tadi sempat meminum air mineral di botol itu. Dia pun berkata, "Ini adalah daftar mereka yang telah diundang."
Selain botol air mineral, ada buku laporan yang telah dijilid dengan rapi bersampul biru muda di atas meja di depannya.
Bind memegang buku laporan itu dengan tangan kanannya. Lalu, buku laporan itu dia berikan kepada Hed dengan cara mengopernya melalui pengurus yang lainnya.
Pengurus terakhir yang menerima buku laporan itu sebelum Hed adalah Cam. Buku laporan itu diletakkan oleh pengurus di sebelah kanannya Cam ke meja di depannya.
Karena Cam masih berdiri, dia hanya bisa menggeser buku yang berada di meja itu ke samping kiri dengan telapak tangan kanan. Dengan begitu, buku laporan itu tiba di mejanya Hed.
Hening sejenak selama setengah menit. Selama keheningan, Hed tampak membuka buku laporan itu ke sembarang halaman.
Keadaan halaman di setiap lembar buku laporan itu sama. Halaman yang sebelah kiri adalah identitas dari calon siswa akademi. Sementara itu, halaman yang kanan adalah foto berukuran besar dari calon itu.
Perhatiannya tertuju di salah satu halaman buku laporan. Di halaman itu, identitas calonnya adalah sebagai berikut:
nama: Clone Spiral,
umur: 13 tahun,
asal sekolah: SMP Negeri,
nama orang tua: Ine Spiral,
jumlah saudara: 1,
nama saudara: Blade Spiral,
hobi: Tidak diketahui,
bakat: Tidak ada,
quote 1: Kurasa mati itu lebih enak,
quote 2: Aku jelek dan aku bangga,
quote 3: Semua orang salah kecuali aku,
nama Clothes of Chaos: Tidak diketahui,
kemampuan Spirit Ability: Manipulasi angin,
pemberi undangan: Bind Link,
alasan diundang: Adanya pembullyan oleh teman sekelasnya.
Di halaman sebelah kanannya terdapat foto sosok remaja yang memakai jaket hoodie. Sebuah stiker emoji tertawa menutupi wajah remaja itu.
"Kenapa ini?" tanya Hed.
"Dia meminta agar wajahnya tidak ditunjukkan, pak," jawab Bind.
Hed memalingkan pandangannya, seolah tidak puas dengan jawaban itu. Di dalam hatinya dia berkata, "Aneh sekali."
Hening lagi selama dua menit. Hed masih membalik – balik halaman buku laporan itu hingga tiba di halaman yang paling terakhir.
"Selanjutnya, ada sedikit tambahan dari Steven," kata Cam memecah keheningan.
Setelah mengatakan hal itu, Cam menghempaskan diri ke kursi di bawahnya. Kemudian, dia menarik nafas lega sambil memegang botol air mineral yang berada di meja depannya dengan tangan kanan.
Sementara itu, yang dimaksud dengan Steven adalah seorang pria berusia dua puluhan yang tempat duduknya berseberangan dengan Hed.
Sesaat setelah Cam duduk di kursi, Steven bangkit dari duduknya dan memasuki posisi berdiri.
"Sebagai tambahan, sebagian alumni ikut membantu proses penyebaran ini. Mereka berhak diberi apresiasi yang layak," kata Steven.
Hed mendeham sebelum berkomentar, "Baiklah. Mereka akan kuhubungi setelah ini."
Steven menganggukkan kepala sambil berkata, "Terima kasih, pak."
Steven kembali duduk di kursinya.
Hening selama satu menit, sebelum Hed menatap satu per satu wajah mereka yang hadir di ruangan itu. Terakhir, dia menatap lurus ke depan sambil berkata, "Sepertinya, tidak ada yang perlu dilaporkan lagi."
"Dengan begini, saya mengumumkan kalau acara penerimaan siswa dapat dimulai besok. Saya mengharapkan kerja samanya agar acara dapat berlangsung dengan lancar dan tanpa hambatan yang berarti.
Dengan demikian, rapat pada hari ini saya nyatakan, selesai!" sambungnya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro