Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 13: Museum Fosil

29 November 2013

Pada akhir tahun, akan dilaksanakan ulangan akhir seperti sekolah pada umumnya. Banyak yang menganggap ulangan akhir ini sebagai sesuatu gangguan dan hal yang menyebalkan.

Saat kutanyai mereka, mereka menjawab kalau ulangan akhir ini memaksa mereka untuk belajar dengan giat. Selain itu, ulangan akhir juga membuat stress, karena soal yang diujikan benar – benar tidak masuk akal.

Tapi, hal – hal menyebalkan itu segera terbayar dengan adanya studi wisata yang katanya, akan dilakukan setelah selesai ulangan akhir.

Bukan sekadar katanya, studi wisata ini ternyata benar – benar dilaksanakan. Aku jadi bersemangat saat mendengar pengumuman kalau studi wisata akan dilakukan pada 29 November 2013. Kuharap teman – temanku juga merasakan hal yang sama.

Untuk mempersingkat cerita, aku akan langsung menulis tentang kejadian saat studi wisata hari ini. Sebelum itu, aku akan memberikan sedikit review soal hal – hal yang terjadi sebelum studi wisata ini.

Semalam, aku kehilangan buku tulis di kamar. Aku sudah mencoba mencarinya kemana – mana, namun tetap tidak ketemu.

Lalu, Gen bilang kalau sebaiknya buku itu kucari besok saja karena hari sudah malam. Dia memang benar, karena aku tidak mau bergadang hanya untuk mencari buku tulis, yang mana itu adalah alasan bergadang yang tidak keren.

Oleh karena itu, saat bangun tidur pagi ini, aku melanjutkan pencarian itu. Pencarian ini memakan waktu selama dua jam, hingga aku menemukan buku tulis itu di bawah meja belajar.

Pencarian ini membuatku dan Gen terlambat berkumpul di lapangan. Untung saja kami tidak dimarahi. Sesampainya di lapangan, kami segera membaur dengan anak – anak yang lainnya.

Kenapa berkumpul di lapangan? Itu karena, sebelum berangkat studi wisata, kepala sekolah akan memberikan sedikit pengumuman, Aku benar – benar ingat perkataan kepala sekolah saat itu.

"Studi wisata tahun ini, kita akan pergi ke Museum Fosil. Perjalanan ke sana membutuhkan waktu kurang lebih empat jam. Saat tiba di sana, kalian akan bertemu dengan seorang pemateri. Harap semuanya mencatat materi yang disampaikan."

Setelah bagian pengumuman yang itu, aku mendengar kalau sebagian besar anak – anak berbisik – bisik dengan sebelahnya. Apa harus kukatakan juga soal apa yang mereka bisikkan?

Baiklah, aku akan mengatakannya. Sudah menjadi resiko bagiku, seorang penulis cerita, untuk memberikan detail – detail di cerita yang sedang kutulis. Di paragraf selanjutnya saja ya, karena paragraf yang ini berisi tentang keluhanku saat menulis cerita.

Tujuh puluh persen dari anak – anak itu berbisik, "Yah, kenapa ada materi juga. Kirain hanya jalan – jalan biasa."

Sementara itu, dua puluh sembilan persennya membisikkan, "Aku sudah tidak sabar untuk studi wisata ini."

Bagaimana dengan yang satu persen? Aku adalah yang satu persen itu, yaitu yang menguping apa yang anak – anak bisikkan.

Karena terlalu sibuk menguping, aku sedikit melewatkan beberapa bagian di pengumuman itu. Kata Gen, saat itu kepala sekolah bilang kalau akan disediakan dua bus untuk studi wisata ini.

Kemudian, sebuah pertanyaan hinggap di pikiranku. Kenapa menggunakan bus? Bukannya itu sama saja dengan memberitahu keberadaan akademi ini ke dunia luar?

Tanpa kusadari, Pak Steven sedang berdiri di samping kiriku sejak tadi. Dia bertanya, "Kau terlihat cemas Clone. Ada apa?"

"Ti-tidak! Tidak ada," sanggahku.

"Katakan saja. Aku bisa merasakan seseorang yang sedang cemas di sekitarku," balas Pak Steven.

Gen menyikut lenganku. Lalu, dia menatapku dengan tatapan yang memberikan isyarat agar aku menuruti perkataan Pak Steven.

Mulutku bergerak sendiri tanpa kuperintah, mengatakan, "Anu pak, kenapa menggunakan bus. Bukannya nanti keberadaan akademi ini bisa ketahuan?"

"Tenang saja," jawab Pak Steven.

"Supir bus ini adalah alumni akademi tahun 2005. Sejak dulu selalu begitu, agar mudah mempercayainya dan rahasia akademi akan selalu terjaga," sambungnya.

"Oh begitu," kataku dan Gen bersamaan sambil mengangguk.

"Dan kemungkinan, pemateri yang akan kita temui di Museum Fosil adalah alumni juga," Pak Steven masih menjelaskan.

Penjelasan Pak Steven itu meyakinkanku kalau studi wisata ini akan baik – baik saja. Setelah menjelaskan, Pak Steven mengajakku, bukan hanya aku tapi anak yang lain juga, untuk naik ke bus.

Menurut pembagian bus, kelasku mendapat tempat di bus pertama, bersama dengan kelas 1 yang lainnya. Tanpa kusadari, sejak pagi tadi, bus sudah terparkir di halaman bangunan sekolah.

Kami berdesakan di pintu depan bus. Beberapa anak bahkan ada yang menyelinap ke pintu belakang bus agar mereka tidak perlu berdesakan dengan yang lainnya.

Setelah berhasil melewati antrian panjang di pintu masuk bus, masalah lain menantiku. Itu adalah mencari tempat duduk. Hal itu, karena aku masih bus paling akhir, sementara Gen masih belum menemukan tempat duduk di dalam.

Semua tempat duduk sudah penuh. Kulihat kalau Gen sedang berdebat dengan anak kelas 1A di sisi kiri bus. Mereka pasti sedang berebut tempat duduk. Apa sebaiknya aku dukung Gen agar kami bisa mendapat tempat?

Tidak perlu. Aku tidak ingin terlibat perdebatan dengan siapapun. Akan bahaya akibatnya jika anak yang kudebat jadi membenciku. Kalaupun aku ikut, memangnya opiniku valid?

Jadi, perdebatan antara tiga anak itu terjadi selama lima menit. Karena kemudian, seorang guru—mungkin walikelas kelas 1A—melerai perdebatan ini.

Perdebatan berakhir dengan Gen keluar sebagai pemenang. Dia melambaikan tangannya padaku, memberi isyarat kalau dia sudah mendapatkan tempat duduk.

Saat aku berjalan menuju tempat duduk itu, dua anak yang kalah debat sudah menemukan tempat duduk baru di belakang bus. Kenapa Gen tidak ke sana saja dari tadi? Dengan begitu, tidak perlu terjadi perdebatan bukan?

Yang sudah terjadi biarlah berlalu. Aku duduk di tempat duduk itu di bagian yang dekat dengan kaca. Sebelumnya, aku menaruh tas ransel yang kubawa ke tempat penyimpanan barang yang terletak di langit – langit.

Oh, aku belum mengatakan letak tempat duduk yang kudapatkan ini, Gen lebih tepatnya. Tempat duduk ini terletak lima baris dari depan bus. Dari tempatku duduk sekarang, tempat ini berada di sisi sebelah kanan.

Saat semua sudah siap, Pak Steven berjalan ke depan bus. Dia memegang sebuah mikrofon wireless yang terhubung dengan pengeras suara di bus.

Pak Steven memberikan sebuah pengumuan sebelum kami berangkat. Sepertinya, pengumuman ini sedikit mengulang pengumuman di lapangan tadi pagi.

Aku akan menuliskan inti dari pengumuman yang diberikan Pak Steven. Pertama, supir bus ini adalah seorang alumni. Dia adalah kakak kelas Pak Steven dulu saat dia masih menjadi murid di akademi ini.

Kedua, dia mengabsen satu per satu anak di dalam bus mulai dari kelas 1A hingga kelas 1C. Ketiga, dia memberi himbauan agar saat di museum nanti kita tidak berpencar dan tetap berkumpul dengan walikelas masing – masing.

Keempat, museum yang akan kami kunjungi terletak di kota sebelah sehingga perjalanannya akan memakan waktu kurang lebih dua jam.

Kelima, kami akan berada di Museum Fosil selama delapan jam. Dengan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk pulang pergi, studi wisata akan berlangsung selama dua belas jam.

Setelah mendengar lima pengumuman itu, barulah perjalanan ini dapat dimulai.

***

Aku menatap jendela melihat bus yang kami naiki perlahan – lahan meninggalkan komplek akademi. Bus ini memasuki jalan raya utama dan melaju dengan kecepatan rata – rata tujuh puluh kilometer perjam.

Dua jam adalah waktu yang cukup sebentar. Banyak hal yang dapat dilakukan dalam dua jam seperti membaca buku, menonton televisi, bermain game, atau menulis cerita seperti yang kulakukan sekarang.

Tapi, jika dua jam itu dihabiskan untuk tidak melakukan apa – apa, keberadaan dua jam ini akan terasa lama dan membosankan.

Karena itulah, di perjalanan ini, supir bus menyalakan televisi yang tergantung di langit – langit di atas—aku lupa apa namanya, ah iya, televisi plafon.

Televisi itu menampilkan video tentang seorang anak berusia dua belas tahunan, kurasa. Anak itu bersembunyi di kamar sementara rumahnya sedang digeledah oleh polisi, entah apa tujuan polisi itu.

Sebuah lagu mengiringi video ini di saat si anak ingin kabur dari rumahnya. Lagu itu, aku pernah mendengarnya di iklan pasta gigi di televisi.

Aku tidak tahu kenapa anak itu dikejar polisi, juga apa yang dinyanyikan di dalam lagu itu. Yang pasti, seisi bus ramai oleh anak – anak yang ikut menyanyikan lagu di dalam video.

Tiga puluh menit sejak bus mulai berjalan, kecepatan bus yang tadinya tujuh puluh kilometer perjam, berkurang hingga tiga puluh kilometer perjam. Bersamaan dengan itu, aku melihat lewat jendela kalau jalan raya sedang ramai oleh kendaraan bermotor.

Kemacetan kah? Dua jam tidak melakukan apapun, ditambah dengan kemacetan di jalan raya, membuat rasa kantuk tiba. Apalagi, tadi malam aku kurang tidur karena mencari buku tulis yang hilang.

Tiba – tiba, dari belakangku terdengar suara teriakan, "Oi, bangun!" Teriakan itu membangunkanku dari lamunan. Aku tidak jadi terlelap karena teriakan itu.

Di tempat duduk di belakangku, seorang anak sedang berdiri sambil tertawa kecil.

"Kamu tidur nyenyak sekali tadi. Aku sampai meminta bantuan anak lain," kata Gen yang duduk di kiriku.

"Apa?" tanyaku bingung.

"Kita sudah sampai di Museum Fosil. Sebelum turun, Pak Steven akan memberi pengumuman dulu," jelas Gen sambil menghela nafas.

Dia benar. Pak Steven kembali berjalan ke depan bus dan memberikan pengumunan melalui mikrofon seperti sebelumnya.

"Kita sudah sampai di Museum Fosil. Harap setiap anak turun satu – satu melalui pintu depan. Barang – barang penting harap dibawa, jangan ditinggal di dalam bus," jelas Pak Steven.

Akupun beranjak dari tempat duduk dan bersiap untuk mengambil ransel yang kutaruh di tempat penyimpanan barang.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro