Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 12 Part 2*

Aku mendongak ke atas. Atmosfer di tempat ini dipenuhi oleh suara teriakan dan pukulan. Suara ... bisa digunakan oleh Spirit Abilityku.

Aku memasang kuda - kuda untuk menyerang. Tangan kananku menggenggam di samping badan dan kedua kaki kubuka selebar bahu.

"Hiatt!" aku berseru sambil melepaskan pukulan oleh tangan kanan itu ke depan.

Angin dari pukulan itu terasa memenuhi gang. Angin itu membuat preman - preman yang berdiri di sekitarku berterbangan ke belakang, menabrak tembok di pinggir gang.

Suara teriakan kesakitan terdengar berturut - turut, menggema di gang ini.

"Rasakan itu, sialan," aku berteriak lantang.

Aku menguap lagi. Menghadapi gerombolan preman itu memang melelahkan. Tapi, setidaknya tanganku terasa ringan. Aku ingin lanjut pergi ke jalan raya saat ini.

Aku menatap kedua telapak tanganku dengan tatapan tak percaya. Peta sialan itu ... di mana dia. Apa dia terjatuh di tengah - tengah gerombolan, lalu menghilang di telan bumi. Akh sial! Akhir - akhir ini aku seperti mendapat bertubi - tubi kesialan.

Hanya peta itu satu - satunya cara untuk pulang. Apa sebaiknya aku tinggal di gang ini saja, tidur di tepi jalan seperti gelandangan? Tidak! Aku tidak ingin melakukannya sialan!

Aku berjalan mendekati preman yang tergeletak di tanah. Mereka sudah mati kan? Untung tidak ada yang namanya mayat hidup di dunia ini.

Golok itu masih menancap di dadanya. Akupun mencabut golok itu dengan tangan kanan. Lalu, kulemparkan begitu saja golok itu ke tanah.

Sebaiknya aku tidak perlu meminta tolong orang lain. Yang ada, mereka malah menganggapku sebagai pembunuh, lalu menelepon polisi untuk menangkapku. Bisa saja aku membantahnya dengan mengatakan kalau ini adalah self defense.

Atau aku bisa menyembunyikan bukti pembunuhan ini. Tapi bagaimana caranya? Aku memegang golok itu tanpa menggunakan sarung tangan, yang artinya sidik jariku tertempel di sana. Lagi - lagi sebuah kesialan!

Aku menatap sekitar. Preman - preman yang tadi terlempar hingga menabrak tembok sedang tak sadarkan diri ... atau mereka sudah mati.

Mataku menyipit untuk mengamati salah satu dari mereka dengan lebih jelas. Seperti ada kejanggalan pada mereka.

Aku memutuskan untuk mendekatinya agar lebih jelas mengamatinya. Sesampainya di depan preman itu, barulah terlihat kalau tubuhnya tidak bergerak sedikitpun.

Di balik baju yang menutupi bagian dadanya tampak samar - samar warna merah darah yang perlahan - lahan merembes ke luar melalui baju itu.

"Ini kan!" aku berteriak tak percaya.

"Kenapa dia ada bekas tusukan di dadanya? Padahal aku tidak menyerangnya pakai golok tadi. Bekasnya ada di tempat yang sama dengan yang tergeletak itu," pikirku.

Bukan hanya satu saja. Preman - preman yang lainnya juga sama. Aku baru sadar kalau mereka juga mendapatkan luka goresan di tempat yang sama. Seharusnya, luka itu berada di tempat yang berbeda, karena tidak mungkin golok yang kuayunkan mengenai bagian tubuh yang sama.

Terdengar suara langkah kaki dari belakangku. Akupun menoleh ke asal suara.

Di sana, berdiri seorang pria berusia tiga puluhan. Rambutnya gondrong dan terdapat janggut yang lebat di bawah mulutnya. Dia memakai kacamata hitam, membuatku tidak bisa melihat rupa wajahnya secara utuh.

"Kau menghabisi mereka semua dengan Clothes of Chaos, kan?" tanyanya tiba - tiba.

Orang ini ... sudah melihat semuanya. Mulai dari Spirit Ability, hingga preman yang kubunuh itu. Dia bisa saja melaporkan hal ini dan membuatku terkena masalah. Apa sebaiknya dia kubunuh saja untuk menghilangkan bukti?

"Jangan salah sangka. Aku juga membantumu untuk menghabisi preman - preman itu," sambungnya.

Kata - katanya membuatku bingung. Orang ini ada di pihak siapa? Akupun balas bertanya, "Apa maksudnya, pak?"

"Sebelumnya biar kujelaskan," jawab pria itu sambil melepas kacamata hitam yang dia pakai.

"Namaku Bind link. Clothes of Chaosku namanya Muchi 鞭, salah satu dari Weapon Spirit, kau pasti tahu apa itu. Spirit Abilitynya adalah sebagai pemberi ikatan. Seseorang akan saling berbagi perasaan dengan orang lain yang memiliki ikatan dengannya.

Jadi, para preman itu kuberi ikatan dengan sesamanya. Saat seorang preman terluka tangannya akibat tersabet golok, preman yang lain akan mendapatkan luka dan merasakan rasa sakit yang sama.

Ada salah satu preman yang sudah mati. Saat dia kuberi ikatan dengan yang lain, yang lain itu akan merasakan kematian itu juga, lalu membunuh mereka secara bersamaan," jelasnya.

Ikatan dan berbagi perasaan? Terdengar seperti hal yang rumit. Aku terlalu lelah untuk memahami penjelasannya itu.

"Tapi, kenapa menolongku, pak?" aku bertanya lagi. Aku tidak bisa mempercayai pria ini begitu saja.

"Aku ditugaskan oleh Academy of Super Ability untuk mengundang pemilik Clothes of Chaos untuk bergabung bersama kami. Kebetulan, aku menemukanmu," jawab Bind.

Dia menyodorkan sebuah amplop yang berisi surat kepadaku. Akupun menerima amplop itu, lalu membawanya ke depan wajah.

"Nanti saja dibukanya. Sekarang, kau ingin keluar dari gang ini dulu, kan," kata Bind membuatku teringat dengan tujuan awalku.

Aku mengurungkan niat untuk membuka amplop itu, dan memasukkannya ke saku celana.

Pria ini ... apa dia tahu jalan keluar dari gang ini? Bukankah itu bagus. Setelah kehilangan peta, akhirnya aku mendapatkan cara lain untuk pulang. Untung aku belum menjadi gelandangan yang tinggal di pinggir gang.

Bind berjalan mendahuluiku sambil berkata, "Ikuti aku." Akupun mengikutinya dari belakang.

Pria yang bernama Bind ini hafal seluk beluk gang. Setelah berjalan beberapa menit, kamipun tiba di pinggir jalan raya, tidak seperti saat aku berjalan sendiri yang membutuhkan waktu hingga berjam - jam.

"Terima kasih, pak," aku berterimakasih padanya sebelum kami berpisah di jalan.

***

"Jadi begitulah ceritanya," kataku menutup perkenalan yang kulakukan ini.

Seisi kelas bertepuk tangan untuk memujiku.

"Beginilah perkenalan yang seharusnya, bukan hanya sekadar, 'Pokoknya maju.' seperti yang dilakukan ... siapa itu namanya?" kataku dalam hati.

Aku kembali duduk di bangkuku yang ada di depan kelas. Sepertinya, aku bisa sedikit menahan rasa ngantuk saat perkenalan tadi.

Walikelasku, Pak Steven mengangguk. Kemudian dia berkata, "Cerita yang bagus, Pulse. Kamu pasti berbakat menjadi penulis."

Aku terkekeh dan menjawab, "Pasti pak!"

Aku melirik ke belakang untuk melihat teman - teman sekelasku. Benar juga. Akulah yang perkenalan paling akhir. Apa yang akan terjadi setelah perkenalan ini?

Kucoba mengingat - ingat perkenalan mereka di depan tadi seperti nama, Clothes of Chaos, dan kapan mereka diundang ke sini.

Anak yang juga duduk di depan selain diriku bernama Trail. Dia diundang oleh Pak Steven saat terkena masalah di festival olahraga.

Di baris tengah, ada 2 anak perempuan yang duduk bersebelahan. Nama mereka masing - masing Proty dan Rite. Mereka diundang saat terkena masalah yang sama di mall.

Setelah baris depan dan tengah, sekarang baris belakang. Ada 3 anak yang bangkunya di baris belakang. Yang berada di pojok kiri kelas namanya Tech. Dia sedang fokus pada Hpnya.

Yang berada di pojok kanan namanya Clone. Di antara Tech dan Clone ada Gen. Dia tampak lebih antusias dibandingkan dengan yang dua lainnya.

Sementara itu, anak perempuan cantik yang bangkunya di depannya Clone bernama Syco. Di atas mejanya terdapat sebuah novel setebal 200 halaman.

Pak Steven berjalan ke depan papan tulis. Sepertinya, setelah ini akan langsung mulai pelajaran. Membosankan dan menyebalkan sekali kalau begitu.

Beruntung Pak Steven tidak memulai pelajaran melainkan memulai perkenalan tentang Academy of Super Ability. Dia berkata, "Karena ini adalah hari pertama, saya akan menceritakan sedikit tentang akademi ini."

Aku melipat kedua tangan di atas meja, sementara Pak Steven mulai menjelaskan di depan kelas. Dia menulis sesuatu di papan tulis dengan kapur.

Dua menit kemudian, Pak Steven sudah selesai menulis. Di atas papan tulis terpampang tulisan yang membentang dari sisi kiri ke sisi kanannya. Di sana bertuliskan, "Masa Orientasi Siswa."

"Anggap saja ini seperti masa orientasi saat di SMP kalian dulu," kata Pak Steven.

Masa orientasi ya. Sebenarnya, aku sudah lupa bagaimana masa orientasi di SMPku dulu, karena sama sekali tidak berkesan. Mungkin hanya satu saat itu. Saat itu, aku tertidur di kelas dan kakak kelas membentakku yang sedang tidur hingga suaranya serak.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro