Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 9: Bahasa Kebalikan

30 September 2014

Hari ini, sama seperti biasanya, aku bangun tidur jam enam pagi, lalu membangunkan Clone yang sulit sekali untuk dibangunkan. Biasanya, dia baru bangun saat sudah jam setengah tujuh.

"Clone, bangun!" kataku sambil mendongakkan kepala untuk melihat tingkat dua kasur tingkat ini. Clone sedang tertidur di atasnya.

Aku menghela nafas. Kemudian, aku pun berseru, "Sudah jam enam!"

Clone tidak bergerak sedikit pun. Dia tidur terlentang sambil menggumamkan kata – kata yang tidak baik kudengar, tapi aku terpaksa mendengarnya, karena gumaman itu cukup kencang.

Beberapa saat kemudian, aku berhenti membangunkan Clone dan berjalan ke depan meja belajar. Aku pun membaca jadwal yang ditempel oleh Clone di tembok.

"Hari ini pelajaran pertamanya olahraga, ya," kataku di dalam hati.

Kemudian, aku berjalan ke depan lemari baju yang berada di samping meja belajar. Aku membuka pintu kanan lemari itu dengan tangan kanan untuk melihat baju yang kutaruh di dalamnya.

Lemari baju ini adalah lemari dua pintu. Ruangan di dalam lemari ini terbagi menjadi dua, yang sebelah kiri diisi oleh bajunya Clone, sementara yang sebelah kanan diisi oleh bajuku.

Bagian atas dari lemari adalah tempat untuk menggantung baju. Aku menggantung jaket dan kaos berkerah di sana dengan menggunakan gantungan. Sementara itu, bagian bawah dari lemari adalah tempat untuk menumpuk baju yang dilipat.

Di paling atas tumpukan baju itu ada seragam olahragaku. "Kebetulan sekali," pikirku.

"Aku akan memakai seragam olahraga setelah mandi nanti," kataku di dalam hati kemudian.

Lalu, terdengar suaranya Clone dari sebelah kananku. Aku pun menghadapkan badan ke kanan dan melihat kalau Clone sudah bangun tidur.

"Gen, sekarang jam berapa?" tanya Clone.

"Bangun juga dia," kataku di dalam hati. Sementara itu, aku menjawab, "Masih jam enam."

Clone menggosok kedua matanya dengan lengan kanan. Kemudian, dia menggulingkan badannya ke arah kanan hingga badannya menghadap ke jendela kamar.

"Jangan tidur lagi, Clone," kataku untuk mengingatkannya.

"Tidak kok," jawab Clone.

"Sudahlah, aku mandi dulu," kataku sambil membalik badan ke belakang dan melangkahkan kaki ke kamar mandi. Sesaat, aku sempat melihat kalau Clone sedang menggulingkan badannya ke kiri.

"Cepetan. Jangan lama – lama," kata Clone kemudian.

Aku menghentikan langkah kakiku. Saat aku ingin membalasnya, Clone menyela, "Aku sudah kebelet."

Aku pun menghela nafas sambil berpikir, "Seharusnya, Clone duluan yang ke kamar mandi."

Kemudian, aku membalik badanku hingga kembali menghadap ke arah kasur sambil berkata, "Yah, padahal tadi aku ingin lama – lama."

Sementara itu, di dalam hati aku berkata, "Cuman bercanda, Clone. Jangan marah ya."

Clone menegakkan badannya hingga kini dia sedang duduk bersila di atas kasur, menghadap ke arahku. Kemudian, Clone menggeser badannya di atas kasur hingga dia tiba di pinggir kasur.

Sesampainya di pinggir kasur, Clone meluruskan kedua kakinya hingga bergelantungan di pinggir kasur.

"Sudah – sudah, aku duluan saja!" tiba – tiba Clone berbicara dengan cepat.

Dia mengayunkan kakinya beberapa kali. Dia juga menekan kedua telapak tangannya ke atas kasur. Tiba – tiba, Clone mendorong kedua tangannya itu, membuat tubuhnya melayang ke depan, dan dalam sekejap mendarat di lantai.

Aku pun melangkah ke belakang agar tidak tertabrak olehnya.

"Kamar di bawah pasti bergetar," pikirku saat Clone telah mendarat di samping kiriku. Setelah itu, dia pun meninggalkanku begitu saja untuk berlari menuju kamar mandi.

Aku menghela nafas sambil menghadapkan badan ke kanan, ke arah lemari baju. Aku menundukkan kepala untuk melihat seragam olahraga yang ditumpuk di tumpukan baju di bagian bawah lemari.

"Aku hampir lupa dengan seragam olahraga ini. Ambil sekarang saja biar nanti tinggal dipakai," kataku di dalam hati.

Aku pun memegang seragam olahraga itu dengan kedua tangan. Lalu, seragam itu kutarik ke luar lemari baju.

"Jangan sampai membuat baju yang lain ikut berantakan," kataku di dalam hati.

Seragam itu terdiri dari baju tangan panjang dan celana panjang. Aku mengempit seragam itu dengan ketiak kanan, sementara tangan kiriku menutup pintu lemari baju.

Setelah itu, aku berjalan ke depan kasur dan duduk di pinggir kasur di tingkat pertama. Aku pun meletakkan seragam olahraga ini di pangkuanku sambil berpikir, "Apa ada hal lain yang kulupakan?"

Terdengar suara air disiram dari dalam kamar mandi. "Sebentar lagi Clone selesai," kataku di dalam hati.

Aku menghela nafas, sebelum menundukkan kepala untuk melihat seragam olahragaku.

"Ah iya, ada yang kulupakan selain seragam olahraga ini," pikirku. Melihat seragam olahraga ini membantuku untuk mengingatnya.

Di dalam hati, aku pun berkata, "Aku belum memberi tahu Clone tentang bahasa kebalikan. Pulse bilang, kami harus memakai bahasa ini sampai ada penyusup yang ketahuan."

Aku meluruskan kepala saat pintu kamar mandi terbuka. Dari dalam kamar mandi, Clone berjalan keluar dengan wajah basah dan ada cipratan air di celananya. Setelah mengibaskan telapak tangannya yang basah, Clone berjalan ke arahku.

"Bagaimana caraku memberi tahu bahasa kebalikan kepada Clone?" tanyaku di dalam hati.

Saat kami sudah berhadapan, aku pun berkata, "Clone, belum ke kamar ya?"

Clone menggelengkan kepala dengan perasaan bingung. Dia pun membalas, "Kau bercanda atau apa Gen? Kemarin Trail juga mengatakan kata – kata yang sama. Aku jadi kesal mendengarnya."

Aku terdiam. Sementara itu, di dalam hati aku berkata, "Clone sudah tahu? Tapi, sepertinya Trail hanya mengganggunya saja."

Aku mendongak untuk melihat wajah Clone sambil berkata, "Ini namanya bahasa kebalikan. Semua orang disuruh memakai bahasa ini. Katanya ini kode untuk menjebak penyusup."

Clone tidak menghiraukannya. Dia menghadapkan badannya ke meja belajar. Lalu, dia berjongkok untuk melihat tas miliknya yang berada di kolong meja itu.

Clone sedang meluruskan tangan kanan hingga memegang tas itu saat dia berkata, "Huh, penyusup – penyusup itu lagi. Apa memang ada penyusup di akademi?"

Aku menggelengkan kepala dan berkata, "Untuk jaga – jaga kita pakai saja."

Sementara itu, di dalam hati aku berkata, "Aku juga tidak yakin. Tapi, karena Pulse bilang kalau ini dari Pak Steven dan Syco juga bilang kalau kakaknya menemukan bukti tentang penyusup, aku jadi harus mengikuti yang lain."

***

6 Oktober 2014

Pas gue lagi enak – enak nyantai di kamar, tau – tau Rite datengin gue sambil ngomong, "Rite, aku gak mau ke kamar."

Terus ngapain loe bilang kalo dasarnya loe emang gak mau, hah?

Apa ini gara – gara bahasa kebalikan yang disuruh dipake semua orang? Semua orang jadi aneh gara – gara ini bahasa kebalikan. Katanya sih buat nyari tau kalo ada penyusup di akademi. Halah, apaan sih mereka. Gak ada gak ada, yang namanya penyusup kayak gitu.

Ngedengerin Rite make ini bahasa terus – terusan bisa bikin gue kesel. Lah gimana enggak! Masa pas lagi nanyain gue buat nemenin dia ke kamar mandi pake ngomong, "Rite, aku gak mau ke kamar."

Haduuh, udahlah! Gue gak tahan lagi ama ini bahasa. Yang ada malah salah paham terus kalo dipake buat ngomong.

Aslinya sih, gue gamau make ini bahasa. Tapi, ntar malah dimarahin Pak Steven dan disangka penyusup. Kan gak lucu jadinya. Padahal kan, gue gak percaya ama yang namanya penyusup. Masa iya gue yang jadi penyusupnya.

Dahlah, pokoknya gue juga harus make bahasa kebalikan buat balesin kata – katanya Rite. Gue pengen bales pake kata – kata, "Dahlah ayo." yang kalo di bahasa kebalikan jadi, "Iya, loe gak mau, kan."

"Eh yang lainnya lagi di mana sih?" habis itu, gue nanya kayak gini ke Rite.

"Di kelas kayaknya. Lagi ngerjain PR," langsung aja dijawab ama itu anak.

Ngapain ngerjain PR di kelas? Pas udah waktunya pulang lagi. Iya iya gue tau, ini tuh bahasa kebalikan. Aslinya yang lain juga lagi gak di kelas, terus juga lagi gak ngerjain PR.

"Gausah ikutan deh ya. Yang lainnya kurang kerjaan banget coba," gue bales kayak gini aja.

Maksud gue tuh ini enggak pake bahasa kebalikan. Gue gak pengen ikutan ama yang lainnya. Tapi, Rite nangkepnya malah pake bahasa kebalikan. Emang ini bahasa kebalikan gampang bikin salah paham. Haduh, nyusahin aja.

"Iya sih, aku juga gak mau," Rite jawab kayak gini.

Terus kan, tau – tau ini anak narik tangan gue kenceng banget sambil lari keluar kamar. Dia udah nanggepin kalo gue pengen ikutan anak – anak yang lain buat "Ngerjain PR." Padahal kan, aslinya gue tuh gak mau.

"Berenti woy!" gue teriakin aja itu Rite. Masalahnya, karena pake bahasa kebalikan, itu anak malah mikir buat gausah berenti.

Rite tambah kenceng narik ini tangan. Lama – lama ini tangan bakalan copot tau enggak.

"Kurang kenceng nariknya!" gue terpaksa ngomong gini pake bahasa kebalikan. Tadinya sih, gue gak pengen make ini bahasa, beneran deh.

"Eh, iya kah," Rite kaget sih pasti. Gak mungkin kalo gak kaget.

Baru deh tarikan tangannya gak sekenceng yang tadi. Gue jadi bisa ngikutin kecepatan larinya ini anak, waduh bahasanya, sampe – sampe kita udah jalan sebelahan.

Gue diajak ama Rite buat nurunin tangga ke lantai 2, terus turun lagi ke lantai 1. Dari lantai 1 nih kita jalan ke lapangan yang ada di belakang ini asrama. Pas lagi jalan ke lapangan, gue udah ngeliat anak – anak yang lain lagi main sepak bola di itu lapangan.

Lama – lama gue jadi heran ama anak – anak. Kok bisa ya anak cowo tuh betah main sepak bola? Kecuali Clone sih kayaknya. Dia loh lagi gaada di lapangan sekarang. Tapi, kok Clone bisa gak sama kayak anak cowo lainnya?

Dahlah, pokoknya gue ama Rite cuman pengen nonton ini sepak bola barengan ama Syco yang juga lagi nonton di pinggir.

"Kalian nonton juga ya?" Syco nanya gini. Gatau dah ini pake bahasa kebalikan apa enggak.

"Kalo gak diajak Rite, palingan gue gak nonton," gue jawab gini aja.

"Btw ini siapa lawan siapa?" giliran Rite yang nanya.

"Lawan kakak kelas C," Syco jawab lagi. Rite ngangguk – ngangguk.

"Hah, gimana – gimana?" giliran gue nih yang nanya sekarang.

Hayoloh Syco. Gimana caranya jawab poinnya berapa – berapa pake bahasa kebalikan. Masa kalo poinnya satu jadinya malah seratus, atau tak terhingga gitu. Kalo skornya dua gimana tuh?

"Perbedaannya negatif satu," gak pake lama, Syco jawab itu pertanyaan.

Kok bisa ya ini anak mikir kalo kebalikannya satu itu min satu. Gue aja gak kepikiran loh tadi.

"Oh," gue jadi gatau nih mau bales apa.

Kayaknya, lama – lama gue udah biasa ama ini bahasa. Apa mending ini cerita ditulis pake bahasa kebalikan aja. Yang ada malah nyusahin pembaca sih kalo gitu. Tadi kan gue nih yang susah. Sekarang, gantian pembaca yang susah. Rasain tuh kalean.

Trail lagi nendang bola ke arahnya Pulse. Aslinya sih, gue gak gitu paham sama yang namanya sepak bola. Tapi nih ya, kayaknya yang dilakuin Trail itu namanya opor, eh oper.

Pas bolanya nyampe di Pulse, Pulse bisa bawa itu bola buat digolin ke gawang.

"Gol!" kita yang jadi penonton cuman bisa teriak – teriak gak jelas pas itu bola masuk ke gawang.

Emang beneran gol ya? Jujur, sebenernya gue juga gak tau gol itu apa. Gue sih cuman ikut – ikutan Syco yang tau – tau teriak pas Pulse lagi nendang bola. Terus kan, anak – anak di lapangan juga kayak kesenengan gitu. Jadi nih ya, kayaknya gol tuh benda yang bikin anak cowo jadi seneng gitu.

Lama – lama nontonin anak – anak main bola bikin gue jadi bosen. Ginian emang bosenin sih, gak tau kenapa kok anak – anak suka main ginian. Syco aja masih betah ngeliatin ini bola daritadi.

"Ayo semuanya!" dia teriak buat nyemangatin anak – anak. Palingan cuman Trail sih, soalnya Syco kayak suka Trail gitu.

Terus kan ya, kayaknya nih itu Syco gak pake bahasa kebalikan buat nyemangatinnya. Gimana coba kalo pake bahasa kebalikan. Masa ayo semangat jadi jangan semangat gitu?

Gue ngeliatin jam tangan yang lagi gue pake. Gue inget ini jam dulu gue beli barengan ama Rite pas gue belum tau sama yang namanya ini akademi. Sekarang udah mau rusak aja ini jam. Ntar pas udah lulus dari ini sekolah, gue bakal beli jam baru lagi aja deh.

Sekarang udah sore nih. Bentar lagi dah mau malam kayaknya. Masa sih anak – anak bakalan main bola sampe malam. Gak capek apa.

"Ayo pergi," gue ngomong gini ke Rite.

Rite nurut aja. Jadinya sih ya, gue ama Rite pergi dari ini lapangan buat balik ke kamar. Syco gue tinggalin aja sendiri, soalnya sih dia kayak betah gitu nontonin bolanya.

Pas gue ama Rite lagi naikin tangga, tau – tau Rite ngomong, "Minum dulu dong. Aku haus."

"Bentar. Minumnya gue jual dulu," gue bales gini nih. Keren kan bahasa kebalikan gue.

Pas udah nyampe di lantai tiga, gue ama Rite gak jalan ke kamar, tapi malah ke kantin buat beli makan dulu. Ya kali ke kamar pas di kamar lagi gaada makanan.

Ibu – ibu kantinnya ngomong gini, "Kalian mau menjual apa nak?" pake bahasa kebalikan. Duh bu, bisa gak sih gausah pake bahasa kebalikan. Biasa sih biasa, tapi lama – lama ini bahasa jadi nyebelin tau enggak.

"Ini aja bu," gue ngambil soto yang udah ditaro daritadi. Kayaknya sih, pas malem – malem ibu – ibunya udah nyedian makan buat langsung diambil.

Rite ngambil itu soto yang sama. Dih niru – niru aja bisanya.

Gue baru inget sih kalo ini soto belum dibayar. Gak mungkin lah gue beli makan terus ini makan langsung gue bawa ke kamar gak pake bayar.

"Negatif lima ribu kan, bu," gue niruin bahasa kebalikan yang dipake Syco buat nyebutin angka.

Ibu – ibu kantinnya nerima gitu aja, uang lima ribuan yang barusan gue kasih.

Terus kan, gue ama Rite bawa aja ini soto, panas – panas lagi, ke kamar buat dimakan ntar di sana. Kalo soal mangkoknya sih, entar pas sotonya udah habis, gue ama Rite bakal balikin ini mangkok ke ibu – ibu jualannya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro