Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7 Part 2

Jam 11.10

Terdapat seorang pria berusia dua puluhan dengan jenggot tipis di dagunya. Kedua bola mata pria itu berwarna merah, serasi dengan rambut—wig lebih tepatnya—gondongnya yang juga berwarna merah. Namun, rambut merahnya itu tidak serasi dengan jenggotnya yang berwarna hitam.

Dia sedang berdiri di trotoar dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku jaket. Kepalanya sedikit mendongak ke atas dengan tatapan tertuju pada jendela dari sebuah bangunan yang berdiri di pinggir jalan.

Bangunan itu dibangun dengan tiga lantai, dengan lantai ketiga berupa area atap yang terbuka. Di atap bangunan tersebut terdapat sebuah tiang besi yang diletakkan secara horizontal ke samping. Berbagai jenis pakaian mulai dari baju kaos, celana panjang, dan jaket digantung di bawah tiang besi itu.

Di lantai keduanya ada dua buah jendela yang letaknya saling bersebelahan. Jendela yang di sebelah kanan tertutup oleh gorden berwarna kuning di sisi dalamnya, sementara tidak ada gorden yang menutupi jendela di kiri.

Si pria menajamkan pandangannya—dengan cara menutup mata kiri—saat ia menatap jendela yang itu. Tujuannya adalah untuk melihat sesuatu yang berada di dalam ruangan di balik jendela itu.

Seharusnya, tanpa menajamkan pandangan pun sesuatu itu dapat terlihat, karena kaca jendela itu jernih—bersih bening seperti tanpa kaca, kok malah ngiklan—dan letaknya tidak terlalu tinggi dari fondasi bangunan. Kecuali, kalau penglihatan pria itu sedang bermasalah, rabun jauh misalnya.

"Biar kuberi tahu akibatnya jika macam – macam dengan Black Ace," si pria mengatakan hal seperti ini di dalam hatinya.

Berbicara dengan jaket yang sedang dia pakai, jaket itu berwarna abu – abu dengan bagian dalam jaket yang berwarna oranye. Jaket itu dipakai secara terbalik, dibuktikan dengan tekstur kain jaket yang tipis dan restleting jaket yang tidak tampak di luar.

Meskipun begitu, dia tidak mempermasalahkan hal ini. Masih ada banyak orang di luar sana yang memiliki selera berpakaian lebih aneh darinya.

Kemudian, pria itu mengangkat lengan kanannya ke samping telinga kanannya.

Jari – jari di telapak tangan kanannya itu dalam posisi setengah—jari – jari yang membuat telapak tangan itu bukan dalam posisi menggenggam adalah jari jempol, jari telunjuk, dan jari tengah—menggenggam. Bagian bawah jari jempolnya saling bersentuhan dengan bagian bawah jari tengahnya.

Kemudian, terdengar suara seperti menepuk tangan, namun dengan nada yang lebih tinggi. Suara itu berasal dari jari jempol dan jari tengah yang saling digesekkan ke arah berlawanan. Nama gerakan yang dilakukan oleh si pria itu adalah menjentikkan jari.

Sambil menjentikkan jari, pria itu bergumam, "Yosh, Aida 間."

Dia pun menggeser pandangannya ke arah kanan untuk menatap jendela yang sisi dalamnya ditutup oleh gorden berwarna kuning.

"Siapa pun yang berurusan dengan Black Ace tidak akan selamat, bahkan termasuk pemerintah," tiba – tiba si pria menyeringai dengan menunjukkan giginya yang dipasangi kawat gigi berwarna hitam.

***

Pintu ruangan terbuka dengan disertai suara mendecit. Dari balik pintu itu, muncul sosok Ray, yaitu seorang remaja laki – laki berusia tujuh belas tahunan yang telah kita kenal pada awal bab ini.

Sementara itu, di dalam ruangan yang dia masuki terdapat seorang remaja laki – laki yang merupakan teman sekaligus sahabatnya. Tyro adalah namanya, kita juga sudah mengenalnya pada awal bab. Alih – alih duduk di kursi kayu, saat ini Tyro sedang berdiri di belakang kursi kayu itu.

Melihat Tyro yang sedang berdiri, Ray bertanya, "Tyro sudah selesai, kah?" di dalam hati.

Dia pun berjalan ke samping kanannya Tyro sambil bertanya, "Sudah selesai, Tyro?" Yang ini memang dia katakan secara langsung, bukan di dalam hati.

Di tengah perjalanan menuju ke samping kanannya Tyro, tulisan, "KAMU SUDAH KETAHUAN." di layar monitor itu terlihat oleh Ray. Dia pun berpikir kalau sesuatu yang tidak beres baru saja terjadi.

"Ada apa, Tyro?" tiba – tiba Ray mengganti kalimat tanyanya.

"Aku melupakan sesuatu. Di deep web, semua hal yang kita lakukan diawasi oleh seseorang. Deep web adalah tempat berkumpulnya para penjahat. Dengan kata lain, semua hal yang kita lakukan dapat dilihat oleh penjahat cyber atau hacker," yang dijawab oleh Tyro adalah pertanyaan Ray yang kedua.

"Aku login ke komputer ini dengan menggunakan e-mail pribadi. Saat mengakses deep web, maka hacker dapat mengawasi apa saja yang kulakukan melalui e-mailku. Berarti, dia tahu kalau aku sedang mencari tahu tentang Black Ace dan hal – hal yang berhubungan dengan Clothes of Chaos.

Lalu, hacker itu juga bisa mengambil informasi yang ada di dalam e-mailku dan meretas perangkat elektronik yang terhubung dengan e-mail, seperti komputer ini," jelasnya kemudian.

Cahaya merah yang dipancarkan oleh layar monitor yang terletak di atas meja kayu yang terletak di depannya Tyro itu berkedap – kedip sebanyak tiga kali.

"Gampangnya, e-mailmu sedang dihack, begitu," Ray menyimpulkan penjelasan Tyro yang rumit barusan.

Tyro menganggukkan kepala sambil membalas, "Iya. Salahku lupa mengaktifkan proxy."

Proxy adalah—bagaimana cara menjelaskannya, ya? Sebenarnya, penulis sendiri juga tidak terlalu paham dengan istilah ini—mengakses internet melalui jalur lain yang bersifat rahasia. Biasanya, mengaktifkan proxy juga berarti membuat IP adress palsu.

Jika kalian bertanya, apa itu IP adress, penulis tidak bisa menjawabnya, karena genre cerita ini adalah supranatural fantasi, bukan sains fiksi. Baik, sekarang kembali ke cerita.

"Sekarang bagaimana?" Ray kembali bertanya.

Tyro pun menjawab, "Yang pasti, aku tidak bisa menggunakan ­e-mail dan tidak bisa menggunakan perangkat lain yang kuhubungkan dengan e-mail, seperti HP ini." sambil memasukkan tangan kiri ke dalam saku celana pendeknya.

Satu setengah menit telah berlalu. Tyro mengeluarkan tangan kirinya dari saku celana dengan memegang sebuah ponsel dengan casing berwarna putih dan logo seperti buah apel yang digigit di bagian atasnya di tengah casing itu. Ponsel itu dia letakkan di atas meja kayu, di sebelah kiri monitor.

Kemudian, Tyro membuka telapak tangan kanannya ke depan dengan dua buah jari—jari jempol dan jari kelingking—menutup.

"Ada tiga kemungkinan," katanya secara tiba – tiba.

Sontak, Ray menoleh ke kiri hingga wajah Tyro terlihat olehnya. Dia pun mengomentari perkataan Tyro yang tiba – tiba itu dengan bertanya, "Eh, apa saja?"

"Pertama, hacker itu akan menggunakan e-mailku untuk menyebarkan hoax dan penipuan melalui media sosial yang kuhubungkan dengan e-mail itu. Kedua, hacker itu akan menjual identitasku di deep web. Jika aku mencoba untuk membuka deep web lagi, kemungkinan besar ada akun yang telah mengunggah berkas yang menjual identitasku.

Ketiga, hacker itu telah mengetahui lokasi kita dan sedang dalam perjalanan untuk mengawasi tempat ini," jawab Tyro, sekaligus menjelaskan panjang lebar.

Sambil menjelaskan, Tyro juga menggerakkan satu per satu jari kanannya yang masih terbuka—jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis—untuk menutup, sehingga kini telapak tangan kanannya Tyro sedang mengepal.

"Kalau begitu—" Ray ingin membalas perkataan Tyro, namun kata – katanya justru terhenti.

Tiba – tiba, dia membalik badannya dan berlari menuju ke pintu ruangan yang menjadi tempatnya saat memasuki ruangan tadi.

Tyro terkejut sekaligus bingung saat melihat tindakan Ray itu. Seharusnya, Tyrolah yang panik, karena e-mailnya sedang diambil alih oleh hacker dan identitas pribadinya terancam. Namun, Tyro tampak tenang, dan sebaliknya, Ray yang aman – aman sajalah yang panik.

"Tapi, Ray benar juga. Kita harus pergi dari sini, karena hacker itu sedang merencanakan sesuatu," pikir Tyro.

***

Ray berlari ke depan sebuah pintu dengan tubuh yang penuh dengan keringat. Bahkan, saat tangannya sampai tergelincir saat dia memegang gagang pintu itu—menunjukkan betapa banyak keringat yang membasahi telapak tangannya.

Di saat yang bersamaan, Tyro juga telah tiba di belakangnya. Dia pun mengulurkan tangan kanan untuk memegang pundak kanannya Ray.

Sontak, Ray memanfaatkan refleknya untuk memutar badan ke belakang, sebelum tangan Tyro menyentuh pundaknya.

"Tunggu, Ray. Kita akan kabur bersama – sama," kata Tyro kemudian.

"A-apa a-ada re-rencana?" Ray bertanya dengan suara yang tersenggal – senggal.

Tyro menganggukkan kepala agar Ray merasa tenang. Ray pun memegang gagang pintu dengan telapak tangan kanannya dan mulai memutar gagang pintu itu searah dengan arah jarum jam.

"Eh?" tiba – tiba Ray tertegun.

"Ada apa, Ray?" tanya Tyro.

Ray melepaskan pegangan telapak tangan kanannya ke gagang pintu sambil berkata, "Pintunya kan masih kekunci. Tumben juga, pintunya dikunci, Tyro."

Perkataan itu dibalas oleh Tyro sambil menggelengkan kepala. Dia pun mengatakan, "Aku tidak ingat kalau aku memegang kunci hari ini. Lagipula, isi sakuku hanya HP saja."

"Terus?" Ray terdiam setelah mengatakan ini, membuat Tyro menjadi tak sabaran.

"Pintunya tidak bisa dibuka," sambungnya.

Tyro menghela nafas dan posisi mereka berdua pun berganti, Ray yang berdiri di sebelah kiri dan Tyro yang berdiri di sebelah kanan. Tyro juga memegang gagang pintu dengan tangan kanannya, untuk kemudian dia putar seperti yang telah dilakukan Ray sebelumnya.

"Betul juga," gumam Tyro setelah mencoba memutar gagang pintu, namun gagang pintu itu seolah macet dan menolak untuk digerakkan.

Sedetik kemudian, Tyro membalik badannya dan berjalan kembali ke ruangan tempat monitor yang layarnya menampilkan kalimat bermakna ancaman itu. Tindakan Tyro yang dilakukan secara mendadak dan tanpa alasan khusus membuat Ray jadi bertanya – tanya.

"Kok Tyro malah kembali? Yah, apa pun yang dia lakukan pasti ada maksudnya, jadi aku tak usah khawatir," pikir Ray.

Sementara itu, jika fokus cerita ini ditujukan kepada Tyro, maka dapat terlihat bahwa Tyro sedang menggeser gorden kuning yang menutupi jendela di depan meja kayu tempat monitor itu berada ke samping kanan.

Jendela di belakang gorden itu pun dapat terlihat sepenuhnya, setelah gorden kuning itu digeser ke samping.

Alih – alih suasana kota, di luar jendela itu tampak seperti sebuah ruangan yang gelap. Tidak terlihat benda satu pun, saking gelapnya ruangan itu. Dan itulah hal yang aneh. Seharusnya, tempat itu tidak sepenuhnya gelap, karena telah mendapat penerangan dari ruangan tempat Tyro berada.

Saat melihat keadaan di luar jendela, Tyro mulai menyimpulkan sesuatu.

"Jadi begitu," pikir Tyro.

Sontak, Tyro beralih dari jendela itu dan berjalan mendekati sebuah tempat tidur yang diselimuti oleh seprai polos berwarna putih. Di atas tempat tidur itu terdapat tumpukan kain yang berwarna putih juga, kecuali sebuah jaket tipis yang berwarna hitam—namun dengan garis – garis putih horizontal di badannya.

Tyro memegang bagian kerah jaket itu dengan tangan kanannya. Kemudian, tangan kanan itu dia gerakkan ke atas, sehingga jaket yang dipegangnya ikut bergerak naik.

Sementara itu, Ray berjalan memasuki ruangan melalui satu – satunya pintu yang ada di sana.

"Apa yang dilakukan Tyro?" pikirnya saat melihat Tyro sedang memakai jaket hitam bergaris – garis putih itu.

Dua menit setelah Ray memasuki ruangan, Tyro kembali berdiri di depan jendela yang sama.

"Kuro 黒," Tyro berbisik.

Terdengar suara mendengung, disusul dengan munculnya sebuah lubang—seperti portal—berdiameter dua meter di depan Tyro, sehingga jendela tadi dan sebagian tembok di atas dan di bawahnya tertutup oleh lubang.

Lalu, angin kencang bertiup dari dalam lubang, menerpa wajah Tyro dan membuat jaket yang dikenakannya berkibar – kibar.

Tyro tersenyum. Di dalam hatinya, dia berkata, "Sesuai dugaanku. Aku bisa menembusnya dengan Kuro 黒."

Tyro menoleh ke belakang dan melihat kalau Ray sedang berdiri tak jauh di belakangnya dengan wajah yang menunjukkan rasa bingung. Meski merasa bingung, Ray yakin akan hal yang membingungkannya itu.

"Aku tahu itu! Kau memakai Spirit Ability kan, Tyro?" tanya Ray dengan nada yang bersemangat.

"Ya, kita akan keluar dari sini," jawab Tyro.

Sambil memelankan suaranya, Tyro menyambung jawabannya barusan dengan mengatakan, "Kemungkinan besar, hacker itu telah menunggu di luar."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro