Chapter 11 Part 2*
"Apa ada yang ingat, saat seluruh pengurus laboratorium berfoto bersama dengan memakai Clothes of Chaos Kokoro 心 masing – masing untuk merayakan berhasilnya tes?" tanya Pak Hed.
Bu Cam menganggukkan kepala. Bagaimana mungkin dia lupa. Ponselnyalah yang digunakan untuk memotret.
"Coba sebutkan, siapa saja yang berfoto saat itu?" Pak Hed kembali bertanya.
Bu Cam mengerutkan dahi. Dia tidak mengerti hubungan foto bersama itu dengan bukti Pak Bind sebagai penyusup. Namun, perintah tetaplah perintah. Posisi Pak Hed sebagai kepala sekolah membuatnya memancarkan wibawa yang tinggi, membuat siapa pun tak berani melawan perintahnya.
Bu Cam mengeluarkan sebuah ponsel dari saku jaketnya. Dia menggesekkan jari telunjuknya ke layar ponsel itu dari bawah ke atas. Lalu, jari itu menekan sebuah titik di layar, sebelum kemudian jari itu digesekkan dari kanan ke kiri.
Layar ponsel itu menampilkan sebuah foto sebagian guru di akademi. Mereka membentuk dua barisan ke samping, baris pertama diisi oleh guru perempuan, sementara baris kedua diisi oleh guru laki – laki. Setiap dari mereka memakai jaket berwarna oranye yang seragam.
Totalnya ada sembilan guru di foto itu, dengan lima guru perempuan dan empat guru laki – laki.
Kedua bola mata Bu Cam bergerak menatapi wajah satu per satu guru yang terdapat di foto itu.
"Sinta, Jaele, aku, Alysia, Uno..." Bu Cam menyebutkan nama guru perempuan di foto itu dengan urutan dari kiri ke kanan.
"Lalu ada Steven, Kaga, Bind, dan Cadra," nama guru laki – laki disebutkan dengan urutan yang sama pula.
Setelah menyebutkan nama – nama itu, pandangan Bu Cam kembali tertuju ke depan. Dia melihat Pak Hed yang telah berdiri di samping kiri Pak Bind.
Dengan kepala menoleh sedikit ke kanan, Pak Hed berkata, "Saat itu, semua orang berfoto memakai Clothes of Chaos Kokoro 心 yang baru dibagikan di hari itu. Tapi, tidak ada yang sadar kalau di antara Clothes of Chaos Kokoro 心 yang dibagikan, tidak ada yang diberikan kepada Bind."
Bu Cam pun terdiam. Ingatannya melayang ke lima bulan yang lalu, saat Clothes of Chaos Kokoro 心 dibagikan secara luas kepada seluruh penghuni akademi. Yang mendapatkan Kokoro 心 pertama kali adalah siswa. Setelah itu, barulah Kokoro 心 dibagikan kepada guru.
Pak Bind terlihat marah. "Jangan mengarang kau Hed!" teriaknya kemudian.
Teriakkan itu membangunkan Bu Cam dari lamunannya.
Pak Hed menggelengkan kepala. Dia menjawab, "Kalau tidak percaya tanyakan saja pada Uno. Dialah yang membagikan Clothes of Chaos Kokoro 心 itu."
Seorang guru perempuan berambut coklat pendek, berpakaian jas hitam dan rok yang selutut keluar dari barisan para guru. Dialah Bu Uno. Dia berjalan mendekati Pak Hed dan berhenti saat berjarak satu seperempat meter di belakangnya.
"Ya, itu benar," kata Bu Uno.
"Aku tidak membagikannya kepada Bind, karena saat itu Bind tidak ada di laboratorium. Tahu – tahu saja dia ada ruang 03 dan ikut berfoto," sambungnya.
Pak Hed dan Bu Cam pun menatap tajam ke arah Pak Bind. Pak Bind yang ditatap oleh dua orang itu hanya bisa membuang pandangannya ke kanan, tempat yang tidak ada siapa pun.
Sementara itu, Pak Steven memutar kepalanya, menatap Bu Cam dan Pak Hed secara bergantian. Dia tidak mengerti dengan yang sedang dibicarakan oleh kedua manusia dewasa itu. Namun, baginya perkataan mereka itu membuktikan kalau Pak Bind adalah penyusup.
Masih dengan tatapan tajam, Pak Hed bertanya, "Sekarang, bagaimana kau akan menghindar, Bind?"
Pak Bind menggertakkan gigi. Dia ingin menggerakkan kedua bola matanya—anggota tubuh Pak Bind yang dapat digerakkan hanya mulutnya—untuk memperhatikan sekeliling.
"Ketahuan ya," perkataan ini terucap dari mulutnya.
Saat rongga mulut itu terbuka, terlihat sepercik darah mengotori bagian bawah dari dua gigi seri atas di dalamnya. Kemudian, terdapat luka kecil yang tak begitu parah di bagian dalam bibir bawahya.
Tak disangka – sangka, Pak Bind mengigit bibirnya sendiri hingga berdarah.
"Akh," di saat yang bersamaan, pegangan tangan Pak Steven ke pundaknya Pak Bind terlepas.
Lalu, Pak Bind berseru, "Kau lengah Steven!" sambil membalik badannya ke belakang.
Pak Steven memandang tangannya sendiri dan melihat kalau terdapat sebuah luka seperti bekas sabetan yang melintang di pergelangan tangan itu.
***
Tiba – tiba, Pak Bind berlari ke arah Bu Geo dan Bu Cam dengan tangan kiri diluruskan ke depan dan telapak tangannya seperti hendak mencengkram sesuatu.
Bu Geo yang terkejut tidak bisa bereaksi selain melangkahkan kaki kanannya, satu langkah ke belakang, saat Pak Bind tiba di samping kanannya sedetik kemudian. Tangan kirinya memegang pundak dari jas laboratorium yang terayun di genggaman Bu Geo.
Terjadilah tarik – menarik antar dua manusia yang memperebutkan jas laboratorium itu. Keadaan Pak Bind lebih diuntungkan, karena pegangannya yang erat ke bagian bahu jas, sementara Bu Geo memegang bagian belakang jas itu dengan tangan mencubit dan dengan menahan rasa sakit di lengan bawahnya.
Terdengar suara kain robek. Pak Bind berhasil merebut jas laboratorium itu dari tangan Bu Geo, meskipun membuat sebagian kain di bagian belakangnya terkoyak.
Berpindahnya kepemilikan jas laboratorium itu membuat penampilan jas laboratorium kembali berubah menjadi mantel panjang.
Sesaat, Bu Cam menatap tajam ke arah Pak Bind. Tanpa berkat – kata, Pak Bind pun melompat mundur, kembali ke tempatnya semula berdiri.
Pak Bind menghela nafas. Tatapan tajam Bu Cam mendadak mengejutkannya. Pandangannya kali ini terarah ke mantel panjang yang dipegangnya. Kemudian, mantel panjang itu dikalungkannya ke leher, dengan ujung tangan mantel dan ujung kain terbawah mantel menyentuh perutnya.
Pandangannya kembali mengarah lurus ke depan, saat Bu Cam berseru, "Hah! Sekarang jaket itu sudah rusak!"
Pak Bind tersenyum sinis menanggapi seruan itu, membuat Bu Cam terkejut.
"Apanya yang lucu?!" Bu Cam pun bertanya dengan kedua mata melotot.
Dengan tetap mempertahankan senyuman sinisnya, Pak Bind menjawab, "Bodohnya! Bukankah alumi itu sudah mengatakan kalau jaket ini hanya kloningan?! Clothes of Chaos kloningan tidak bisa rusak saat robek!"
Perkataan itu membuat Bu Cam dan Bu Geo bersiaga. Mereka memasang kuda – kuda dengan kaki kanan berada di depan dan kaki kiri berada di belakang, sementara kedua tangan yang menggenggam berada di samping pinggang.
Sementara itu, siswa kelas 2B yang berkumpul di belakang kedua guru wanita itu sedang berbicang – bincang.
"Jadi, Clothes of Chaos itu masih bisa diaktifkan?" tanya Gen.
"Ya. Pak Bind juga masih punya Muchi 鞭 yang bisa memberi ikatan," jawab Trail.
Gen menghela nafas, sebelum kembali bertanya, "Bagaimana ini Trail? Pak Steven, Bu Geo, dan Bu Cam sedang kesulitan."
"Kita harus memikirkan rencana untuk menolong mereka," Trail meletakkan telapak tangan kananya di depan dagu dengan jari jempol dan telunjuk menyentuh dagu itu.
Terdengar suara nafas yang berat dari samping mereka. Gen dan Trail menoleh secara bersamaan ke asal suara itu.
Rupanya, suara itu berasal dari Pulse yang sedang meluruskan kedua lengannya ke depan dengan jari – jari saling mengunci, seperti sebuah gerakan pemanasan dalam olahraga.
"Ada apa Pulse?" tanya Trail.
Sebagai seorang ketua kelas, Trail harus tanggap dengan keluhan dari teman – teman sekelasnya. Untuk kasus Pulse, biasanya dia mengeluh saat merasa bosan dan ingin merasakan keseruan, yang menurutnya keseruan itu adalah sebuah pertarungan.
"Membosankan," jawab Pulse.
Sesuai dugaan, Pulse berlari melewati Bu Geo dan Bu Cam, lalu tiba di hadapan Pak Bind.
Pulse menggenggamkan tangan kanannya, sebelum tangan itu diayunkan menuju ke wajahnya Pak Bind, melakukan sebuah pukulan.
"Pulse ya," gumam Pak Bind saat pukulan itu berjarak dua puluh senti dari wajahnya.
Dengan gerakan reflek yang luar biasa, Pak Bind melepas kalungan mantel panjang itu dari lehernya dengan cara menarik ujung lengan mantel itu dengan tangan kanan. Kemudian, badan mantel itu dihadapkan ke depan wajahnya untuk menghalangi pukulan Pulse.
Pulse tertegun, mendadak gerak pukulannya terhenti sesaat sebelum menyentuh mantel panjang itu.
"Cih," gumamnya.
Pak Bind menurunkan tangan kanannya yang menunjukkan mantel panjang kepada Pulse. Di balik mantel panjang itu, genggaman tangan kiri Pak Bind telah dalam posisi siap untuk memukul.
Pukulan itu mengenai ujung hidung Pulse dengan telak. Darah keluar dari lubang hidung yang sebelah kanan.
Suara bersin silih berganti terdengar di dalam gudang. Setiap orang—kecuali Pak Bind dan Pulse—sedang memegangi hidungnya masing – masing.
Pulse menggertakkan gigi. Rasa ingin bersin itu juga dirasakan olehnya. Namun, bagi Pulse bersin dapat mengalihkan perhatiannya kepada Pak Bind. Karena itulah, dia melompat mundur, satu meter ke belakang, untuk membuka ruang kosong dimana pukulan maupun tendangan Pak Bind tidak akan mengenainya.
Barulah Pulse dapat bersin tanpa rasa khawatir.
Pulse tak khawatir, namun Trail yang kini terlihat khawatir.
"Gawat. Pulse akan mendorong yang lainnya untuk ikut menyerang Pak Bind," itulah yang dipikirkan Trail.
Setelah Pulse, giliran Syco yang berjalan mendahului kerumunan siswa kelas 2B. Dia menoleh ke kanan kiri, mengamati sekelilingnya, mungkin mencari benda yang dapat digerakkan dengan telekinesis.
Di dalam gudang ini terdapat tumpukan kotak kardus yang terdiri dari tiga puluh dua buah kardus kosong, terbukti dengan adanya bekas selotip di tutup atas dari sebagian besar kardus. Setidaknya, delapan dari tiga puluh dua kardus itu ada isinya, walau diisi oleh kertas bekas ulangan.
Di sebelah kiri dan kanan tumpukan kardus itu terdapat kursi kayu yang diletakkan secara tidak wajar. Sewajarnya, kursi berdiri di lantai dengan empat kaki. Namun, apa yang terjadi jika kursi itu kehilangan sebagian hingga seluruh kakinya?
Kursi itu diletakkan miring dengan bagian bawah dudukannya menyentuh lantai. Bahkan, ada yang diletakkan secara terbalik, bagian atas sandaran dan ujung depan dudukannya yang menyentuh lantai.
Syco menarik nafas dalam – dalam.
Melihatnya, Trail pun berseru, "Syco, jangan!"
Namun terlambat. Sebelas kardus di antara tiga puluh dua kardus dan lima buah kursi kayu telah melayang ke arah Pak Bind.
Enteng sekali Pak Bind memukul setiap barang yang melayang ke arahnya itu.
Sebuah kotak kardus yang terlihat berat—isinya penuh dengan kertas bekas ulangan—melayang menuju wajahnya. Pak Bind telah melepaskan pukulan terlebih dahulu, yang membuat kotak kardus itu terjatuh ke lantai dengan mengeluarkan suara bantingan.
Terpukulnya kotak kardus membuat sebagian siswa kelas 2B—seluruhnya kecuali Trail dan Syco—terpental ke belakang hingga menabrak tembok.
"A-aw," Proty meringis kesakitan.
Sebuah ponsel berguling di lantai. Pemiliknya, Tech, menatap ponsel itu dengan ekspresi marah.
Pak Bind menarik tangan kanannya yang sehabis memukul ke samping badan, di saat yang bersamaan dengan memukulkan tangan kirinya menuju sebuah kardus. Badan kardus itu remuk begitu terkena pukulan, menunjukkan bahwa kali ini adalah kardus yang kosong.
Setelah itu, Trail terpental menyusul teman – temannya, meski tidak sampai menabrak tembok.
"Sudah kubilang jangan," gumamnya sambil meringis.
Masih ada sembilan kardus yang tersisa. Pukulan demi pukulan tertuju pada mereka. Kardus pertama menyertakan siswa kelas 2A, kardus kedua menyertakan siswa kelas 2C, kardus ketiga menyertakan siswa kelas 1A, kardus keempat menyertakan siswa kelas 1B, dan kardus kelima menyertakan siswa kelas 1C.
Kardus keenam hingga kardus kesembilan tidak dipukul oleh Pak Bind, melainkan Pak Bind menghindari kardus – kardus itu dengan memiringkan badannya.
Tibalah giliran untuk memukul kursi kayu.
Kursi kayu itu dipukul dan ditendangnya secara bergantian—kursi urutan ganjil mendapat pukulan, sementara kursi urutan genap mendapat tendangan. Suara ketukan terdengar saat kelima kursi kayu itu jatuh ke lantai.
Keadaan kursi kayu yang tadinya tidak wajar, menjadi tambah tak wajar. Pukulan dan tendangan itu membuat sebuah kursi kehilangan sandaran sekaligus kakinya, sehingga dirinya kini tampak sebagai papan kayu.
Kursi kayu pertama hingga keempat menyertakan guru – guru dan kursi kayu kelima menyertakan Syco.
"A-a-a-aww!" suara manusia meringis kesakitan terdengar saling bersahutan.
Pak Bind berdiri tegak, sementara sekelilingnya dalam keadaan berbaring di lantai.
"Semua benda yang ada di sini sudah kuikat dengan kalian. Saat apa – apa terjadi ke benda – benda di sini, kalian akan ikut merasakannya," katanya kemudian.
Kemudian, Pak Bind menginjakkan kaki kanannya ke atas satu – satunya kardus yang tutup atasnya masih tertutup rapat. Kardus itu terlihat berat, pasti dalamnya terisi penuh dengan kertas bekas ulangan. Sontak, terdengar suara bantingan, saat semua orang kecuali Pak Bind terjatuh ke lantai.
Mereka tengkurap dengan seluruh badan—mulai dari dahi hingga ke ujung jari – jari kaki—menyentuh permukaan lantai, seolah ada beban berat yang menimpa tubuh mereka.
Suara erangan terdengar bersahutan, menggema di dalam gudang.
"Yahahahaha!" Pak Bind tertawa terbahak – bahak melihat keadaan sekelilingnya itu.
"U-ugh," Trail menggerakkan tangan kanannya perlahan – lahan ke depan.
Dia mencoba untuk melawan beban berat yang menimpanya dengan memaksakan diri untuk merangkak di atas lantai.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro