Chapter 5 Part 2: MOOD Buruk untuk Bekerja
2 Desember 2013
Pukul 11.00
Dia bukanlah Mas Tyro yang kukenal.
Mas Tyro yang kukenal selalu tersenyum meski musibah menimpanya.
Mas Tyro yang kukenal begitu percaya diri dan pantang menyerah. Jika menghadapi kegagalan, Mas Tyro yang kukenal pasti bangkit dan mencoba kembali hingga berhasil.
Dari luar ruang tamu, Mas Tyro menatapku tajam. Alisnya turun hingga hampir menyentuh bulu mata. Matanya menyipit. Pupilnya mengecil. Kilat merah terefleksi di bola matanya.
Mas Tyro yang kukenal tidak pernah menatapku dengan tatapan seperti ini.
"Apa yang terjadi, Mas Tyro," aku memberanikan diri untuk bertanya.
Mas Tyro merebahkan badannya ke sofa. Nafasnya terengah – engah. Dia mengusap peluh di wajahnya. Peluh itu lantas berpindah ke telapak tangannya.
Aku terdiam. Mas Tyro memejamkan kedua mata. Dia berusaha mengatur nafasnya yang tak karuan.
"Maaf, aku sedang kesal hari ini," katanya kemudian. Dia kembali menjadi Mas Tyro yang kukenal.
Aku menghela nafas lega.
"Jangan memaksa melakukan semuanya sendirian dong, mas! Kalau ada apa-apa, sini cerita sama Syco!"
Mas Tyro menggeleng. "Aku tidak sendirian. Ray membantuku seperti biasa. Tapi, masalah kali ini sangat rumit."
"Apa itu, mas?"
Mas Tyro membungkukkan badan. "Kamu tidak perlu tahu," jawabnya.
Aku menyilangkan kedua lengan di depan dada. Aku marah, marah akan sikap Mas Tyro. Mas Tyro suka menanggung semuanya sendirian, lantas memintaku agar tak perlu mengkhawatirkannya.
Aku tidak ingat persis, sejak kapan kakak laki-lakiku itu menjadi seperti ini. Saat masih kecil dulu, kami suka saling berbagi rahasia. Ajang berbagi rahasia ini terkadang diakhiri oleh sesi curhat.
Mas Tyrolah yang paling banyak curhat. Aku menganggapi curhatannya dengan memberikan saran. Mas Tyro kembali curhat, tak setuju dengan saranku.
Mengingat masa-masa itu membuatku sedih.
Seandainya aku bisa memutar balikkan waktu, aku ingin kembali ke masa SD kelas 1. Aku ingin mencegah Mas Tyro yang pada masa itu berada di kelas 3 agar tidak mengikuti program akselerasi.
Mengikuti program akselerasi di sekolah membuat jarak di antara kami menjadi renggang. Ilmu yang kumiliki tak setara dengan ilmu Mas Tyro. Aku sadar. Dia sadar kalau aku tak mampu memahami ilmu miliknya.
Mas Tyro akan terus berdiri di depan, sementara aku tertinggal jauh di belakangnya. Mengejar pun percuma, sebab semakin keras aku mengejar, semakin jauh jarak yang terbentuk.
Aku tak begitu mempermasalahkan ini sebenarnya. Aku terkadang kesal dengan Mas Tyro yang terlalu mementingkan orang lain dibanding dirinya sendiri. Memendam masalah seorang diri tidak baik, bukan?
Mas Tyro bangkit dari duduknya. Kedua lengannya mengayun di samping badan.
"Aku harus pergi lagi. Pekerjaanku masih belum selesai."
"Istirahat dulu dong, mas," balasku. Wajahku pasti sedang cemberut.
Mas Tyro menggeleng. Wajahnya didekatkan ke kepalaku. "Sudah kok. Istirahatku cukup dengan mendengar ocehanmu di sini," katanya.
Wajahku terasa panas. Kedua tanganku memegang pipi. Tak ada cermin di sini. Wajahku pasti memerah.
"Terus, kapan Mas Tyro bisa melatih Clothes of Chaos Syco?" tanyaku.
"Kapan-kapan."
Mas Tyro menegakkan badan dan berjalan ke luar ruang tamu.
Bola mataku menangkap remaja laki-laki seumuran kakak laki-lakiku sedang melambaikan tangan dari luar pagar. Remaja itu berambut hitam pendek dan mengenakan sweater abu-abu.
Dia adalah Mas Ray, temannya Mas Tyro.
***
Aku merasa kesepian setelah ditinggal Mas Tyro. Aku duduk di atas sofa dengan kedua kaki dilipat dan lenganku merangkul lutut.
Mulutku mendekat ke lutut. Hembusan nafasku terasa hangat di lutut.
Tok! Tok!
Seseorang mengetuk pagar. "Ya, sebentar!" aku berseru.
Aku meluruskan kaki, menepuk rok yang kusut dan berdebu, bangkit berdiri, lalu berjalan ke depan pintu sambil berkacak pinggang.
Begitu pintu terbuka, sinar matahari menyiramku tepat di muka. Mataku terasa silau meski telah menyipit. Tinggal di rumah yang menghadap ke timur adalah ide buruk.
Dari postur tubuhnya terlihat bahwa tamu itu adalah remaja laki-laki. Dia mengenakan celana panjang hitam. Kedua tangannya dimasukkan ke saku jaket. Cahaya bersinar terang mulai dada ke atas dari remaja itu.
Sungguh menyilaukan. Telapak tanganku kuletakkan sejajar dengan alis, namun wajah remaja itu tetap tak terlihat.
"Siapa di sana?!" aku bertanya setengah berteriak. Semoga teriakanku tak membuat tamu itu ketakutan.
"Syco!" tamu itu balas berteriak.
Aku mengenal suara itu. Suaranya Clone. Hanya dialah yang berani membalas teriakanku.
"Ada a—"
"Ayo ikut denganku sebentar!" Clone menyela.
Aku turun ke halaman.
Wajah Clone terlihat lebih jelas kini. Rambutnya disisir rapi. Iris matanya mengkilap. Dia tak menatapku, namun menerawang jauh ke depan. Mulutnya sedikit terbuka, menampakkan deretan gigi putih.
Dia bukanlah Clone yang kukenal. Sejak kapan Clone menjadi sangat percaya diri seperti ini?
"Sudahlah, ayo ikut saja," ajaknya mulai tak sabaran. Tangannya mengetuk-ngetuk jeruji pagar.
"Sebentar, aku harus minta izin ke ibu dulu."
"Ya sudah. Cepetan!"
Clone menghela nafas. Wajahnya cemberut. Dia membalik badan dan bersandar ke pagar. Clone tidak tahu kalau pagi tadi pagar itu habis dicat. Semoga catnya sudah kering.
Aku berlari ke dalam. Tatapanku tertuju pada telepon yang berada di atas meja televisi.
Gagang telepon kutarik. Sikuku menyenggol kabelnya yang keriting seperti mie. Reciever telepon kudekatkan ke lubang telinga, menempel di daun telinga. Aku menghembuskan nafas hangat ke microphone.
Jari-jariku menekan tombol angka.
Alih-alih ibu, aku menghubungi Mas Tyro.
Suara robot di ujung telepon menjawab, "Nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif."
Suara panggilan ditutup pun terdengar.
Mas Tyro masih di jalan? Bukankah jarak rumahku dengan kos-kosannya tidak begitu jauh?
***
1 Desember 2013
Pukul 08.15
Ting!!! Destruction Thunder Burst memasuki ruang chat
Ting!!! C0w80y F4n5 memasuki ruang chat
Destruction Thunder Burst: "Sebaiknya kita bicarakan di sini."
C0w80y F4n5: "Bagus bagus."
C0w80y F4n5: "Sesuai dengan keinginanku."
Destruction Thunder Burst: "Siapa kau sebenarnya?"
C0w80y F4n5: "Aku sama sepertimu."
C0w80y F4n5: "Aku juga sedang menyelidiki TFG."
Destruction Thunder Burst: "Sejauh mana penyelidikanmu?"
Anonim: "Wah, jangan terburu – buru."
C0w80y F4n5: "Kau benar benar mempercayaiku?"
C0w80y F4n5: "Kalau gitu, ini adalah pertama kalinya seseorang mempercayaiku dalam sekali tatap."
Destruction Thunder Burst: "Biar kuperbaiki kata – katamu."
Destruction Thunder Burst: "Pertama, kita tidak saling menatap."
Destruction Thunder Burst: "Kedua, kau tidak bisa berbohong padaku."
Destruction Thunder Burst: "Aku memasang plugin anti kebohongan di komputerku."
C0w80y F4n5: "Aha."
C0w80y F4n5: "Kau baru saja berbohong."
C0w80y F4n5: "Mana ada plugin anti kebohongan."
Destruction Thunder Burst: "Ada."
Destruction Thunder Burst: "Jangan meremehkan pluginku."
Destruction Thunder Burst: "Saat kau memperkenalkan diri, di pluginku langsung muncul kalau kau sedang bohong."
C0w80y F4n5: "Ah, bohong."
Destruction Thunder Burst: "Aku barusan membuat postingan berjudul nama aslimu."
Destruction Thunder Burst: "Coba cari saja."
C0w80y F4n5: "Uh, mengerikan."
Destruction Thunder Burst: "Jadi, bagaimana?"
C0w80y F4n5: "Iya iya."
C0w80y F4n5: "Aku tidak bisa menyebutkan identitas asliku di sini, karena percakapan kita sedang diawasi."
Destruction Thunder Burst: "Jadi ..."
C0w80y F4n5: "Aku cuman mau bilang kalau aku sedang menjual data anggota TFG."
C0w80y F4n5: "Apakah kamu tertarik?"
Destruction Thunder Burst: "Cih, promosi."
Ting!!! Destruction Thunder Burst meninggalkan ruang chat
C0w80y F4n5: "Jangan kabur."
Ting!!! C0w80y F4n5 mengundang Destruction Thunder Burst untuk memasuki ruang chat
Ting!!! C0w80y F4n5 meninggalkan ruang chat
Ting!!! Destruction Thunder Burst meninggalkan ruang chat
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro