Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 5 Part 1: Aku Mati? TIDAK MUNGKIN*

30 November 2013

Pukul 10.30

Setelah meminta bantuan ke kantor desa, aku ingin memeriksa sawah di belakang sekolah dasarnya adikku. Seharusnya kulakukan kemarin, namun tidak jadi karena dihalangi oleh seorang anak laki - laki yang tidak kukenal dan hari sudah terlalu malam ketika aku berhasil mengusirnya.

Aku harus kembali ke titik jalan saat aku mondar - mandir di bab sebelumnya. Semoga kalian, para pembaca, masih ingat.

Tadinya, aku ingin menuliskan rute dari kantor dan/atau balai desa ke titik itu. Namun, hal itu akan membuat cerita ini menjadi semakin panjang.

Belum lagi dari kejauhan aku melihat anak laki - laki yang mengenakan jaket kebesaran dan syal di lehernya. Gawat, dia adalah anak yang menghalangiku kemarin. Kalau tidak salah, namanya adalah Joey.

Kenapa aku bisa mengingat nama orang yang tidak ingin kuingat, sedangkan aku kesulitan mengingat nama orang yang seharusnya kuingat?

Benar juga. Aku tidak pernah mencapai apa yang kuinginkan. Jika aku ingin mengingat nama, maka yang terjadi justru sebaliknya.

"Yo!" Joey berseru dengan tangan kanan diangkat ke atas dan telapaknya terbuka lebar.

Kenapa dia masih hidup? Bukankah dia sudah terlempar ke langit? Bagaimana mungkin dia selamat setelah jatuh dari ketinggian. Apa dia jatuh ke air-tidak, ini hanya berlaku di game yang pernah dimainkan Tech, salah satu temanku di akademi.

Sepertinya, Spirit Ability Joey bukan sekadar mengendalikan kartu. Ada sesuatu di balik Spirit Abilitynya yang dapat menyelamatkan Joey ketika jatuh dari ketinggian.

"Kali ini, aku akan membuatmu menunduk dan meminta ampun sambil menyebutkan namamu," Joey berkata.

Semakin lama, dia membuatku semakin muak. Perkataan Joey itu tidak akan terjadi. Akan kuakhiri dengan cepat-berarti ini akan berakhir lama.

"Spirit Ability!" aku berseru.

Angin bertiup kencang di sekelilingku.

Begitu mendengar seruanku, Joey ikut berseru, "Spirit Ability Baka 馬鹿!"

Sama seperti sebelumnya, kartu remi terbentuk dari debu di atas telapak tangan Joey yang terbuka. Joey pun mengayunkan tangan kanannya itu ke depan, melempar kartu remi ke arahku.

Aku tidak akan terluka dengan cara yang sama. Radius ledakan kartu remi itu tidak begitu jauh, hanya lima senti saja.

Saat ini, aku dan Joey dipisahkan oleh jarak sejauh tujuh meter. Normalnya, gerakan melesat kartu remi saat dilempar tidak mungkin sampai sejauh itu, kecuali jika Joey bisa mengendalikan melesatnya kartu remi dengan kemampuannya.

Radius ledakan kartu remi itu pun kemungkinan dapat berubah. Bagaimana kalau kemarin Joey sengaja mengecilkan radius ledakannya untuk menipuku? Aku juga tidak tahu apakah kartu remi itu bisa melakukan hal lain selain meledak.

Untuk berjaga - jaga, aku akan menjauh dari Joey. Aku melangkah sebanyak lima kali ke belakang.

Empat detik kemudian, kartu remi itu jatuh ke atas tanah, satu meter di depanku. Ternyata, Joey memang bisa mengendalikan melesatnya kartu. Beruntung aku sudah melangkah ke belakang untuk menambah jarak. Jika kartu itu meledak sekarang, radius ledakannya tidak akan mencapaiku.

Joey tersenyum. Telapak tangan kanannya yang terbuka pun digenggamkan.

Tiba - tiba, kartu remi yang awalnya berukuran delapan dikali enam senti, kini membesar hingga tiga meter dikali dua seperempat meter.

Kartu remi itu berdiri tegak bagai dinding. Kartu remi itu menutupi pandanganku dari Joey. Pada dinding kartu yang menghadap ke arahku tergambar susunan tujuh buah sekop-padahal bentuknya sama sekali tidak seperti sekop. Lebih mirip hati terbalik-berwarna hitam.

Aku membalik badan. Di belakangku, kartu remi raksasa berukuran sama, namun dengan gambar yang berbeda-tiga buah hati berwarna merah-juga berdiri menutupi pandanganku.

Dari mana asal kartu remi ini? Aku tidak melihat Joey-tidak mungkin malah-melempar kartu itu ke belakangku.

Kedua kartu remi berukuran raksasa bergerak maju, menjepitku yang sedang berdiri di tengah - tengahnya. Sisi bawah kartu bergesekan dengan tanah, memunculkan suara yang geli di telinga. Suara seperti styrofam digesekkan ke dinding bata.

Kartu remi raksasa di depan menyentuh dadaku, sementara kartu remi raksasa di belakang menyentuh punggungku. Kedua kananku terlentang di samping badan, menempel dengan kartu remi raksasa di depan.

Gawat, aku akan gepeng. Kurasa, kematian yang pantas untuk orang bodoh sepertiku adalah mati terjepit dua kartu remi raksasa, kematian yang konyol.

Nafasku mulai terasa sesak. Kepalaku mendongak ke atas, menatap langit. Langit yang seharusnya berwarna biru, kini warnanya menjadi ungu. Bukan warna langit yang berubah, namun warna pandanganku yang berubah.

Ketika warna langit semakin menuju ungu gelap, suara mendenging terdengar di telingaku, seperti ada ratusan hingga ribuan nyamuk berterbangan di sekelilingnya.

***

1 Desember 2013

Pukul 08.15

Bapaknya Tech memarkirkan mobil polisinya di halaman kantor polisi. Ini tidak sesuai dengan dugaanku. Awalnya, aku berpikir kalau bapaknya Tech akan membawa kami ke rumahnya.

Bapaknya Tech adalah sosok yang terpandang di kalangan polisi lainnya. Begitu kami keluar dari mobil polisi, polisi - polisi lain berdiri mengelilingi kami sambil memberi hormat.

Beruntung, bapaknya Tech bukan orang yang gila hormat. Dia tidak sombong, meski mendapat perlakuan khusus dari teman - teman polisinya.

Justru, bapaknya Tech merasa risih. Berulang kali dia meminta teman - teman polisinya untuk menyingkir, karena penghormatan mereka justru menghalangi langkahnya.

Bapaknya Techpun berjalan di depan, memanduku dan Dash untuk memasuki kantor polisi.

Di dalam kantor polisi, polisi - polisi lain berlalu lalang, menuju ruang kerjanya masing - masing.

Setiap ruang kerja di dalam kantor dipisahkan oleh sekat. Inilah yang menyebabkan di dalam kantor polisi ini sempit, meski terlihat luas dari luar.

Berbeda dengan polisi yang di luar ruangan, tidak satu pun dari mereka memberi penghormatan ke bapaknya Tech. Polisi yang berada di dalam ruangan pangkatnya sama atau lebih tinggi dari bapaknya Tech.

Bapaknya Tech membawa kami ke ruang kerjanya, sebuah ruangan di paling belakang kantor polisi. Hanya ruangan itu saja yang tidak dipisahkan dengan sekat.

Ruangan itu berada di bangunan kantor yang terpisah dari bangunan utama. Bangunan itu masih baru.

Dindingnya masih dicat putih, berbeda dengan dinding lain yang catnya sudah terkelupas. Ruangan itu juga satu - satunya ruangan yang memiliki pintu masuk.

Dua orang polisi lain sudah menunggu kami di depan ruangan. Mereka adalah teman bapaknya Tech yang juga sedang menyelidiki teroris TFG.

Mereka menyapa bapaknya Tech dan mempersilahkan kami untuk memasuki ruangan. Salah satu dari mereka membuka pintu ruangan yang tidak terkunci.

Ruangan itu lebih luas dari ruang kerja lain di kantor polisi ini. Isinya penuh dengan komputer. Ini adalah ruang server di kantor polisi ini.

Ternyata, ada orang lain selain kami yang sudah datang duluan. Dia adalah Tech.

Tech sedang duduk di depan salah satu komputer. Tangannya mengetik di keyboard dengan cepat.

Tech pernah cerita padaku kalau bapaknya sering memintanya untuk mengurus ruang server di kantor polisi ini.

Dia menggunakan Clothes of Chaos untuk meringankan pekerjaan ini.

Aku dan Dash duduk di samping Tech. Sementara itu, bapaknya Tech dan dua teman polisinya berdiri di depan kami. Merekapun menjelaskan tentang tugas kami.

Markas besar teroris TFG berada di kota ini. Intel telah memberikan informasi kepada kepolisian kota tentang kemungkinan lokasi markas teroris TFG.

Hari ini, bapaknya Tech akan memeriksa lokasi - lokasi itu bersama teman - teman polisinya.

Karena itulah dia menghubungiku dan teman - temanku di akademi. Dia membutuhkan banyak tenaga, karena lokasi - lokasi itu tidak sedikit.

Kemudian, dia akan memasang alat penyadap di lokasi - lokasi itu. Dengan menggunakan Clothes of Chaosnya Tech, alat penyadap itu disambungkan dengan komputer di ruangan ini.

Jadi, kami bisa mendengar suara yang ditangkap oleh alat penyadap melalui komputer ini.

Sementara bapaknya Tech dan teman - temannya polisinya pergi, tugas kami adalah mencari informasi melalui deep web.

Komputer di ruangan ini juga sudah dimodifikasi sehingga kami bisa mengakses deep web tanpa takut lokasi kami akan terlacak.

Setelah menjelaskan, bapaknya Tech bilang kalau dia membutuhkan salah satu dari kami untuk ikut memasang alat penyadap.

Awalnya, aku ingin menawarkan diri untuk ikut dengan bapaknya Tech. Tapi, Dash tiba - tiba memprotesku. Dia tidak paham tentang komputer dan deep web.

Menurutnya, akulah yang lebih paham tentang komputer dan cocok untuk mencari informasi dari deep web.

Sambil berbisik, Dash bilang kalau kabar tentang Tech sebagai anak yang sulit diajak kerjasama telah menyebar ke kelasnya.

Karena aku pernah sekamar dengan Tech, Dashpun menyuruhku untuk bekerja di depan komputer bersamanya. Dia juga heran bagaimana aku bisa menghadapi anak seperti itu.

Akupun terpaksa mengalah.

Kemudian, Dash, bapaknya Tech, dan polisi lainnya berjalan ke luar ruangan, meninggalkanku dan Tech. Pintu ruangan pun ditutup.

Suasana hening sejenak. Untuk mencairkan suasana, aku mengajak Tech berbasa - basi. Banyak yang kutanyakan padanya, seperti kenapa Tech sendirian saja dan ke mana teman - teman yang lain.

Techpun bilang kalau Proty dan Rite ada acara jadi mereka menolak. Sementara itu, Pulse dan Syco tidak menjawab telepon.

Dia juga menjelaskan kalau sebenarnya, bapaknya tidak benar - benar membutuhkan bantuanku dan teman - teman dari akademi.

Dia hanya ingin Tech sajalah yang bekerja. Bapaknya Tech mengundangku dan yang lain untuk mengawasi pekerjaan Tech. Terakhir, Tech memintaku pulang, karena dia merasa risih kalau pekerjaannya diawasi.

Sontak, aku memarahi Tech. Berani - beraninya berburuk sangka ke orang tua. Orang tua sudah merawat kita sejak kecil. Orang tua harus dihormati.

Tech tidak menghiraukanku. Dia kembali mengetik sesuatu di keyboard.

Aku melihat ke arah komputer di depan Tech. Di komputer itu terlihat kalau Tech sedang saling berkirim pesan dengan seseorang.

Inikah deep web. Tech bilang kalau yang dichatnya adalah seorang detektif yang juga sedang menyelidiki teroris TGF.

Orang itu pasti berbohong dengan identitasnya. Ini adalah deep web. Tidak ada yang bisa dipercaya di sini.

Tech menggeser mouse. Dia mengklik sebuah postingan tentang hacker yang berhasil meretas keamanan TFG. Di postingan itu, hacker itu menjual data identitas seluruh anggota TFG.

Data milik teroris sekelas TFG saja berhasil dihack. Apa yang ingin dilakukan Tech setelah mendapatkan data ini.

Techpun mengaktifkan Clothes of Chaos. Spirit Abilitynya memiliki kemampuan untuk mengendalikan alat elektronik.

Dengan kemampuan itu, Tech mendapatkan data identitas anggota TFG tanpa harus membeli datanya.

Apa bapaknya Tech benar - benar tidak memerlukan kami. Saat ini, aku diberikan pekerjaan di ruang server kantor polisi. Spirit Abilityku tidak berguna di situasi seperti ini.

Aku terlalu kagum dengan cara Tech bekerja, sampai - sampai aku lupa kalau aku harus mengkonfirmasi ke bapaknya Tech apakah alat penyadap itu sudah terpasang.

Tech pasti merasa risih. Dia menyuruhku untuk memakai komputer lain daripada melihatnya pekerjaannya.

Tiba - tiba, seluruh komputer di dalam ruangan ini menyala. Komputer - komputer itu dinyalakan jarak jauh dengan Spirit Abilitynya Tech.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro