Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9 - PADAMNYA LAMPU HIJAU

Assalamualaikum teman-teman Pasukan Pembaca. Selamat malam. Bagaimana kabarnya? Semoga sehat selalu ya ^^

SUDAH SIAP BACA CHAMOMILE PART 9? 

MAU BACA PART YANG LUCU ATAU PART YANG BAPER NIH? ^^

Sebelumnya aku mau ada info. Beberapa hari yang lalu banyak teman-teman Pasukan yang kangen baca Mariposa. Akhirnya, aku putuskan untuk buat "OUR MARIPOSA"

"OUR MARIPOSA" ini BUKAN MARIPOSA 3 ya. Isi cerita di OUR MARIPOSA berupa Spesial Part dari kisah-kisah tokoh Mariposa yang alurnya nanti random ya bisa masa kini atau pun Flashback.

Dimana Spesial Part ini belum pernah ada di Mariposa 1 atau Mariposa 2 versi wattpad maupun Novel. 

OUR MARIPOSA JUGA TIDAK AKAN AKU UPDATE DI WATTPAD MELAINKAN DI AKUN KARYAKARSA. AKU AKAN UPDATE SATU MINGGU 1 KALI ATAU 2 KALI ❤️

FOLLOW AKUN KARYAKARSAKU-KU SEKARANG JUGA BIAR NGGAK KETINGGALAN BACA OUR MARIPOSA YANG BAKALAN MULAI AKU UPDATE BESOK HARI SELASA ^^ 

Username Karyakarsa-ku : lulukhf

Link : https://karyakarsa.com/lulukhf

SEMOGA TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA SELALU SUKA, SELALU BACA DAN SELALU SUPPORT CHAMOMILE DAN OUR MARIPOSA YAA ^^

DAN, SELAMAT MEMBACA CHAMOMILE ^^ 

*****

Alen dan Ara duduk bersampingan di meja kantin. Keduanya makan dengan senyum yang terus menghias di paras keduanya. Bahkan sepanjang perjalanan Sejarah tadi mereka berdua tak bisa fokus. Pikiran mereka sudah melayang kemana-mana.

Sanda menatap kedua temannya bergantian dengan tatapan heran.

"Lo berdua kesurupan?" tanya Sanda ngeri.

Alen dan Ara tersadarkan, menatap Sanda bingung.

"Kenapa San?" serempak keduanya.

"Lo berdua kenapa dari tadi senyum-senyum terus? Bakso di depan nggak lo makan?" omel Sanda.

Alen dan Ara menatap bakso mereka dan memang masih utuh. Keduanya memberikan cengiran aneh membuat Sanda semakin yakin ada yang tidak beres dengan keduanya.

"Jujur lo berdua, ada apa? Kenapa mood lo berdua kelihatan bagus banget?" tanya Sanda tanpa basa-basi.

Ara mencondongkan tubuhnya bersiap bercerita.

"Sepulang sekolah kemarin Kak Alfin bilang gue cantik. Alen buktinya," ucap Ara bangga.

Kedua mata Sanda terbuka lebih lebar, ia menatap ke Alen meminta kejelasan.

"Serius? Kak Alfin bilang anak prik ini cantik?" tanya Sanda memastikan.

Alen menggeleng cepat.

"Kak Alfin bilang kaca mata dia yang cantik, bukan dia," jujur Alen.

Sanda kembali menatap Ara dengan sinis.

"Sama aja dong! Mungkin dia malu mau bilang gue cantik makanya ngalihin ke kaca mata gue," sunggut Ara tak terima.

Sanda hanya bisa geleng-geleng tak kaget dengan sikap percaya diri seorang Ara. Sanda menatap Alen lagi.

"Kalau lo kenapa? Lo juga dibilang cantik sama Kak Alfin?"

"Gue emang cantik, nggak perlu Kak Alfin yang bilang, semua orang tau gue sangat cantik," sombong Alen.

Sanda dan Ara memberikan tatapan tak enak.

"Pengin banget ngatain tapi dia beneran cantik! Kan, gue jadi tambah kesal!" gereget Ara dengan kedua tangan sudah terkepal.

"Terus apa yang bikin lo senyum-senyum dari tadi? Timbangan di rumah lo rusak?"

"Kalau sampai itu terjadi, gue bukan senyum-senyum lagi. Gue akan muterin sekolah ini sambil sujud syukur!" ucap Alen sungguh-sungguh.

"Ya udah buruan apa?" tanya Sanda tak sabar.

Alen bergumam pelan, sedikit ragu untuk menceritakannya.

"Itu...."

"Itu apa?" serempak Sanda dan Ara, keduanya fokus memperhatikan gerak-gerik Alen.

"Kak Alan lihat snapgram gue setelah sekian lama."

"DEMI APA?"

Alen sudah menduga, reaksi kedua sahabatnya pasti langsung heboh apalagi Ara.

"Gue juga kaget banget. Masalahnya sejak hubungan kita berakhir, Kak Alan nggak pernah lagi kelihatan muncul di instagram gue."

"Gue yakin dia pasti mulai kepo sama lo, Len! Bahkan belum move-on dari lo!" ucap Ara heboh.

"Jangan terlalu percaya diri. Siapa tau dia cuma kepencet."

Ara menoleh ke Sanda dengan sorot mata tak terima.

"Kepencet lo bilang? Setelah dua tahun ini baru kepencetnya sekarang?" protes Ara.

"Ya kan siapa tau aja," balas Sanda memberi pembelaan.

Alen menghela napas pelan, tidak menyalahkan ucapan Sanda. Nyatanya, tidak mungkin juga Alan akan dengan mudah memaafkannya.

"San..." lirih Alen.

"Apa?"

"Pe... Permintaan lo...." Alen ragu untuk mengatakannya.

"Gue udah cerita ke Sanda, Kak Alan pergi gitu aja habis bantu jawab soal matematika lo," sambung Ara.

"Udah nggak bisa ditarik ya?" lanjut Alen memberanikan diri.

Sanda menggeleng cepat.

"Nggak bisa!"

"Gue udah seperti ditolak San. Dia benci banget sama gue."

"Ya lo buat dia nggak benci sama lo. Mulai lagi dari awal, jangan nyerah!" ucap Sanda memberi semangat.

"Harus banget ya? Kalau dipikir-pikir nggak menguntungkan juga buat gue."

"Lo mau sampai akhir hayat Kak Alan benci sama lo dan salah paham sama lo?"

Alen menggeleng lemah.

"Nggak mau."

"Ya udah! Ini semua demi lo Alen!"

"Benar juga Len. kita sebagai manusia tidak boleh memiliki musuh. Nggak sapa-sapaan lebih dari tiga hari udah dosa loh, Len," ucap Ara mendadak bijak.

Alen menghela napas panjang. Tidak bisa menyalahkan ucapan sahabat-sahabatnya.

"Iya, gue coba lagi."

Keadaan kantin yang rame mendadak semakin rame saat empat cowok tampan masuk ke dalam kantin. Mau tak mau Alen, Sanda dan Ara ikut mencari asal kehebohan tersebut.

"Wah, norak banget mereka berempat. Harus banget ke kantin-nya waktu udah serame ini? Biar dapat banyak perhatian?" sinis Sanda melihat Alan, Alfin, Gesa dan Jaka berjalan masuk ke kantin dan duduk di meja paling pojok.

"Ganteng banget Kak Alfin, auranya nggak ada lawan," pekik Ara tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya.

Sanda menatap Alen, tatapan gadis itu berbeda dengan Ara. Ada kesedihan dan kekhawatiran.

"Len, kalau lo ta..."

"KAK ALFIN NGAPAIN JALAN KE ARAH MEJA KITA?" histeris Ara dengan suara tertahankan.

Sanda tak melanjutkan ucapannya, langsung menoleh ke meja yang di duduki kakak kelasnya itu. Benar saja, sosok Alfin sedang berjalan ke meja mereka. Hingga akhirnya Alfin berhenti tepat di samping meja mereka.

"A... Ada yang bisa dibanting Kak?"

Dengan cepat Alen menampar pipi Ara pelan agar gadis itu tersadarkan.

"Ada yang bisa dibantu, Kak?" ralat Ara cepat. Gadis itu tak bisa menyembunyikan kebahagiannya, senyumnya mengembang begitu lebar.

Alfin tanpa basa-basi langsung menunjuk ke kaca mata yang dikenakan oleh Ara.

"Kaca mata lo beli dimana?"

Semua pasang mata di meja tersebut langsung mengarah ke Ara bahkan Ara pun refleks memegang kacamatanya.

"Ka... Kacamata gue, Kak?" tanya Ara memastikan.

"Iya, cantik kacamatanya. Gue mau beli untuk adik gue," jawab Alfin jujur.

Seketika Sanda dan Ara menahan tawa agar tidak meledak apalagi melihat ekspresi Ara yang berubah masam. Namun, Ara tetap berusaha untuk tersenyum cantik di hadapan Alfin.

"Mama gue yang beliin Kak. Nanti gue coba tanya."

"Oke."

"Ka... Kalau gitu..."

Ara dengan cepat mengeluarkan ponselnya dan menyodorkannya ke Alfin. Otak cerdasnya tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

"Nomer Kak Alfin berapa? Biar nanti langsung gue chat Kak Alfin lokasi toko kaca matanya."

Alfin menatap ke Ara dan ponsel di hadapannya bergantian.

"Gue enggak hapal nomer gue," jawab Alfin dengan lugunya.

Ck! Ara mendesis tertahan, sangat malu di tolak mentah-mentah di hadapan kedua temannya yang sekarang semakin puas ingin menertawakannya.

"Kenapa nggak langsung bilang aja nggak mau kasih nomer!" gerutu Ara kesal.

"Kenapa?" tanya Alfin tak bisa mendengar ucapan Ara.

Ara menggeleng cepat.

"Nggak apa-apa Kak. Nanti gue kasih tau lewat email aja," ucap Ara asal karena masih kesal dengan penolakan Alfin.

"Oke, alamat email gue [email protected],"jawab Alfin dengan entengnya. Berbeda dengan Ara, Sanda dan Alen terlihat terkejut dengan jawaban Alfin.

"Lo lucu juga Kak kalau bercanda hehehe," tawa Ara dipaksakan.

"Gue nggak lagi bercanda."

"Seriusan itu nama alamat email lo?" tanya Ara memastikan. Kedua matanya lebih melebar.

"Iya, Gesa yang buatin."

Ara, Sanda dan Alen hanya bisa menghela napas panjang. Tidak terkejut jika nama Gesa sudah diikut sertakan. Hanya saja, kenapa Alfin tetap mau menggunakan email tersebut?

Ara memaksakan senyumnya kembali.

"Gue akan kirim nama dan lokasi tokonya ke email . Tenang aja, Kak," ucap Ara pasrah.

"Makasih."

Alfin berniat untuk beranjak, namun diurungkan saat tatapanya tak sengaja tabrakan dengan Alen.

"Lo...." Alfin menunjuk Alen.

Alen tertegun bingung.

"Gue kenapa Kak?" tanya Alen sedikit was-was.

"Lo jangan salah paham sama Alan. Kemarin instagram dia gue pinjam. Dan, yang lihat snapgram lo bukan Alan tapi gue," jelas Alfin sangat jujur.

Alen langsung dibuat terdiam. Kini giliran Ara dan Sanda yang menahan tawa mereka. Alen berusaha untuk tetap bersikap tenang.

"Gue nggak salah paham, Kak. Gue juga udah duga mungkin kepencet."

"Baguslah."

Kali ini Alfin sungguh-sungguh akan beranjak, namun sekali lagi terurungkan karena panggilan Ara.

"Kak Alfin, Alen mau minta bantuan," ucap Ara cepat, mencegah Alfin beranjak.

"Bantuan apa?"

"Bantuan pahamin jawaban Matematika dari Pak Rudi."

Alfin mengerutkan kening, bingung.

"Bukannya sudah dibantu Alan?"

"Sudah dijawab tapi nggak dijelasin Kak. Dan, Alen sama sekali masih nggak ngerti. Makanya Alen butuh bantuan Kak Alfin."

Pandangan Alfin beralih ke Alen, gadis itu tersenyum canggung ke arahnya.

"Lo masih butuh bantuan gue?" tanya Alfin ke Alen.

"I... Iya Kak."

Alfin diam sejenak, terlihat mempertimbangkan.

"Tapi kalau kak Alfin sibuk banget nggak apa-apa. Nanti gu..."

"Sepulang sekolah di perpustakaan."

Alen sedikit kaget dengan persetujuan Alfin yang menurutnya cukup cepat. Tanpa pikir panjang Alen segera mengangguk setuju.

"Makasih Kak. Nanti sepulang sekolah gue ke perpustakaan."

Alfin membalas dengan anggukan singkat kemudian Alfin berjalan kembali ke teman-temannya.

Sepeninggal Alfin, Ara, Alen dan Sanda mulai heboh sendiri. Mulai dari menertawakan nasib Ara yang ditolak Alfin mentah-mentah, kebenaran dibalik instagram Alan hingga persetujuan Alfin untuk membantu Alen.

"Gue kayaknya mau buat email baru habis ini," ucap Ara tiba-tiba.

"Untuk apa?" bingung Sanda dan Alen bersamaan.

Ara mengembangkan senyumnya dengan tatapan picik.

"[email protected], gimana menurut kalian?"

*****

Alfin duduk di sebelah Alan, mengambil baksonya yang sudah dipesankan oleh teman-temannya. Alfin telihat begitu santai, padahal ketiga temannya menatapnya dengan penasaran.

"Lo ngapain nyamperin mereka?" tanya Jaka mewakili sahabat-sahabatnya.

"Tanya ke sahabat Alen kacamata dia beli dimana," jawab Alfin jujur.

"Hanya itu?" tanya Jaka memastikan lagi.

Alfin mengangguk singkat.

"Terus kenapa lo ngomong juga ke Alen? Jangan bilang lo jelasin ke Alen kalau yang lihat snapgram dia bukan Alan tapi lo?" Gesa mulai ikut buka suara.

Alfin tak langsung menatap ke Gesa, ia beralih ke Alan dan mendapati cowok itu sudah memandangnya dengan tatapan yang... entahlah Alfin tak bisa menjabarkannya.

"Lo nggak bantu jelasin jawaban matematika yang lo bantu kemarin ke Alen?" tanya Alfin tanpa basa-basi ke Alan.

"Nggak," jawab Alan singkat.

"Kenapa?"

"Dia bisa belajar sendiri."

"Kalau dia nggak bisa?"

"Soal dari Pak Rudi sangat gampang."

Alfin mengangguk-angguk, tak bisa mengelak akan hal itu. Mungkin buatnya dan Alan soal-soal tersebut sangatlah muda, tapi bisa jadi pasti sulit untuk Alen.

"Alen minta bantuan gue jelasin jawaban dari lo kemarin. Dia nggak paham."

"Oke."

Alfin mengerutkan kening, tak puas dengan jawaban dari Alan.

"Lo atau gue yang bantu jelasin ke Alen?" tanya Alfin langsung intinya.

Alan mengalihkan pandangannya, tangannya mulai sibuk meracik bakso di depannya dengan sambal, saos dan kecap.

"Dia minta bantuan ke lo," jawab Alan seadanya.

"Oke."

Alfin tak mau memaksa Alan jika cowok itu tidak mau. Seengaknya Alfin sudah memberitahu Alan. Alfin pun segera ikut meracik baksonya. Sedangkan, Gesa dan Jaka masih diam menatap dua sahabatnya yang terlihat begitu aneh.

"Ges, nggak hanya gue aja kan yang merasakan hawa-hawa berbeda..." bisik Jaka menyelidik.

Gesa mengerutkan keningnya dengan kedua mata lebih menyipit. Tatapanya menyorot tajam ke Alan dan Alfin bergantian.

"Yang satu seperti ingin memastikan tidak akan ada salah paham dan yang satu mencoba untuk tenang seolah tidak apa-apa."

*****

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA PART SEMBILANNYA? BERASA CEPAT BANGET YA BACANYA? 

PART SEPULUH MAU LEBIH DIPANJANGIN SETUJU? ^^ 

MARI BUATKAN NAMA ALAMAT EMAIL YANG PALING COCOK UNTUK ARA. TEMPAT DAN KOMEN DIPERSILAHKAN WKWKWK ^^ 

CHAMOMILE PART SEPULUH MAU UPDATE HARI APA NIH? ^^ 

JANGAN LUPA UNTUK FOLLOW KARYAKARSAKU YA BIAR TEMAN-TEMAN BISA BACA "OUR MARIPOSA" YANG MULAI UPDATE BESOK ^^ 

Username Karyakarsa-ku : lulukhf

Link : https://karyakarsa.com/lulukhf

JANGAN LUPA JUGA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^

Yuk, pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^

SELALU BACA CHAMOMILE, SELALU SUKA CHAMOMILE DAN SELALU SUPPORT CHAMOMILE ^^

SHARE DAN AJAK JUGA TEMAN-TEMAN KALIAN UNTUK BACA CHAMOMILE ^^

MAKASIH BANYAK TEMAN-TEMAN PASUKAN SEMUA. SELALU SAYANG KALIAN SEMUA. KALIAN SEMUA JUGA SEMOGA SELALU SAYANG CHAMOMILE YAA. DAN, SELALU JAGA KESEHATAN SEMUANYA  ^^ 


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro