57 - BILANG
Assalamualaikum teman-teman Pasukan Pembaca semua? Apa kabar? Semoga sehat selalu ya. Maaf ya aku baru bisa update CHAMOMILE lagi sekarang. Doakan ide aku lancar terus. Biar bisa sering-sering update buat kalian. Amin.
SUDAH SIAP BACA CHAMOMILE PART 57?
DAN, SELAMAT MEMBACA SEMOGA SUKA ^^
*****
Sabtu yang paling ditunggu oleh Alen. Pagi-pagi Alen sudah disibukkan memilih baju untuk dikenakannya. Ya, hari ini Alan mengajaknya jalan-jalan sekaligus menjadi kencan pertama mereka setelah balikan. Alen tidak sabar menanti hari ini datang.
"Yang ini warnanya terlalu mencolok!"
"Yang ini roknya terlalu pendek!"
"Yang ini nggak cocok sama suasana hari ini!!"
Alen menghela napas berat, hampir semua baju yang ada di lemarinya sudah ia keluarkan. Namun, belum juga menemukan pakaian yang disukainya.
"Gue ngerasa nggak punya baju!!!!" seru Alen gusar.
Begitulah cewek, padahal baju terjejer banyak di depan mata, tapi tetap saja merasa tidak punya baju untuk keluar apalagi jika digunakan kencan seperti ini.
"Apa gue beli baju aja? Tapi, waktunya mepet banget."
Alen menatap jam dinding kamarnya, masih menunjukan pukul delapan pagi. Tapi, Alen merasa waktunya sudah tidak banyak. Padahal, dia dan Alan baru akan keluar jam tiga sore.
Alen memandangi lebih lekat semua baju-bajunya yang ada di atas kasur, berusaha memilih sekali lagi.
Alen mendecak kesal, bertambah gusar.
"GUE BUTUH ARA!! GUE HARUS PANGGIL ARA!!!"
*****
Alen mengembangkan senyumnya lebar, sang penyelamatnya telah datang. Berkat rencananya kemarin membuat Ara bisa pulang bersama dengan Alfin, membuat Alen dengan mudahnya meminta bantuan ke Ara.
Sahabatnya itu langsung melesat ke rumahnya dengan membawa dua koper besar berisikan baju-baju.
"Lo minggat dari rumah, Ra?" tanya Alen hampir tercengang melihat dua koper yang dibawa oleh Ara.
Ara ikut mengembangkan senyumnya sembari menggeleng.
"Dua koper ini berisikan baju-baju baru gue yang paling terbaik. Lo bisa pilih sesuka lo."
Kedua mata Alen melebar, memandangi dua koper di samping Ara secara bergantian.
"Itu semua baju?" tanya Alen meyakinkan sekali lagi.
"Iya, baju."
"Wah, lo beneran anak orang kaya," decak Alen kagum.
Ara tak segan mengibaskan rambutnya.
"Tentu aja. Anak tunggal, pintar, cantik dan kaya raya. Siapa lagi kalau bukan gue?"
Alen segera bertepuk tangan, tak ingin telat untuk menyanjung penyelamatnya.
"Buruan buka! Kita nggak ada waktu Ra! Kita harus pilih baju sekarang juga!!!"
Ara menghela napas berat melihat reaksi berlebihan sahabatnya.
"Len, ini masih jam sepuluh pagi. Lo keluar nanti sore! Nggak usah lebay!" tajam Ara.
Alen mendecak sebal, tak terima ucapan Ara.
"Ara, lo nggak akan ngerti rasanya deg-degan buat kencan pertama!!"
"Emang gimana rasanya?" tantang Ara.
"Banyak rasanya. Berdebar, menyenangkan, nggak sabar, gugup. Pokoknya semua jadi satu!"
Ara mengangguk-angguk, menyadari satu hal.
"Gue pernah ngerasain itu," ungkap Ara.
Alen mengerutkan kening, kaget sekaligus bingung.
"Rasa apa?"
"Berdebar, gugup dan menyenangkan."
"Kapan?"
Ara mengembangkan senyumnya dengan malu-malu.
"Kemarin, waktu diantar pulang Kak Alfin," jawab Ara sok lugu.
Mulut dan mata Alen seketika terbuka sempurna, baru teringat akan hal itu. Alen buru-buru mendekati Ara, mendadak penasaran.
"Gimana kemarin? Ceritain Ra!! Seru, nggak? Kak Alfin beneran nganterin lo pulang?" tanya Alen tak sabar.
"Satu-satu Len tanyanya!!"
"Cepetan ceritain!! Gue penasaran banget!!!" paksa Alen.
Ara menghela napas perlahan, kemudian menatap Alen lekat.
"Lo bukanya buru-buru harus cari baju? Ceritanya nanti aja sekarang kita cari baju dulu buat kencan lo. Oke?"
Alen langsung manggut-manggut nurut. Baru teringat lagi dengan tujuan awalnya memanggil Ara.
"Baik kakak Ara yang paling pintar, cantik dan kaya raya!"
******
Akhirnya Alen bisa bernapas lega, setelah lima jam mencari dan memadukan baju beserta tasnya, Alen menemukan baju yang disukanya. Semuanya berkat bantuan sang penyelamat, Ara.
Alen tak bisa berhenti melihat dirinya di cermin, begitu sangat cantik.
"Gimana penampilan gue?" tanya Alen meminta pendapat Ara.
Ara mengangkat kedua jempolnya.
"Selalu cantik," puji Ara jujur.
Alen tersenyum puas mendengar jawaban Ara. Alen segera mengambil tas dan ponselnya yang ada di meja belajar.
"Kak Alan udah di depan rumah Ra," ucap Alen memberitahu.
"Ya udah berangkat sana," suruh Ara.
"Terus lo gimana? Mau di sini dulu?"
Ara mengangguk-angguk.
"Iya, gue lelah banget. Gue ikut tidur bentar. Nanti gue pulang sendiri."
Alen mengangguk tanpa pikir panjang.
"Jangan lupa kunci rumah gue. Kuncinya taruh aja kayak biasanya."
Ara mengangkat kedua jempolnya sekali lagi.
"Siap Alena. Happy satnight."
Alen melambaikan tangannya dan bergegas keluar rumah untuk menghampiri Alan. Sedangkan, Ara masih diam bersender di kursi belajar Alen. Pandangan Ara mendadak hampa.
"Kapan gue juga bisa merasakan malam minggu bareng pacar?"
****
Alen berjalan keluar dari gerbang rumahnya, ia mendapati Alan yang sudah berdiri di samping motornya. Alen mengatur napasnya sejenak, entah kenapa dia merasa sangat gugup.
"Kak Alan," panggil Alen menyadarkan cowok itu.
Alan sontak menoleh ke Alen, sejenak Alan terdiam mengamati Alen dari atas sampai bawah.
"Kenapa Kak? Aneh ya baju gue?" tanya Alen was-was.
Senyum Alan mengembang sembari menggeleng pelan.
"Cantik," puji Alan tulus.
Kedua pipi Alen langsung merona karena pujian tersebut. Dalam hati Alen bersorak senang dan berterima kasih kepada Ara sang penyelamatnya.
"Mau jalan-jalan kemana sore ini, Kak?" tanya Alen membuka topik.
Alan tak langsung menjawab, ia berjalan mendekati Alen dan berdiri lebih dekat di depan Alen.
"Lo mau kemana?" tanya Alan lembut.
"Kemana aja, asal sama Kak Alan," jawab Alen dengan polosnya.
Alan terkekeh mendengar jawaban Alen yang menggemaskan baginya. Alan memakaikan helm untuk Alen.
"Ke pantai mau?" tawar Alan dengan tangan yang masih sibuk memakaikan helm Alen.
Alen mengangguk-angguk seperti anak kecil.
"Mau." Alen mendongakkan sedikit kepalanya. "Tapi lumayan jauh dari sini. Nggak apa-apa?"
Alan terdiam sejenak, pandangannya menurun. Kedua mata mereka saling memandang lekat.
"Mau asal sama lo, Alena."
Alen mengembangkan senyumnya, suara lembut Alan terdengar begitu manis. Alen berkali-kali dibuat gugup karena Alan.
"Ayo berangkat, Kak."
*****
Butuh waktu hampir satu jam bagi Alan dan Alen hingga akhirnya sampai di pantai. Jalanan sore ibukota yang cukup macet membuat keduanya ekstra sabar di jalan.
Alen sama sekali tak merasa bosan atau pun lelah di perjalanan. Cowok itu selalu khawatir kepadanya dan setiap kali Alen terdiam, Alan pasti bertanya. "Are you okay, Alena?"
Ya, perhatian sederhana namun terasa sangat manis bagi Alen. Alan begitu peduli kepadanya. Dan, Alen sangat suka.
Alen turun dari motor Alan dan segere melepaskan helmnya. Begitu juga dengan Alan. Udara pantai menyambut indera penciuman Alen, sangat sejuk.
Alen berdecak kagum melihat pantai yang tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Pemandangan laut dan langit senja memanjakan pengelihatan Alen, perpaduan yang sangat cantik.
"Ayo," ajak Alan.
Alen terkejut saat jemarinya diraih oleh Alan dan digenggam erat oleh cowok itu. Alen menatap Alan yang juga sedang menatapnya dengan senyum kecilnya.
"Boleh, kan?" tanya Alan meminta izin.
"Apa?" pancing Alen sengaja.
"Genggam tangan lo," perjelas Alan.
Lagi dan lagi Alan selalu berhasil membuat pipi Alen merona. Alen mengangguk malu.
"Boleh, Kak."
Alen dapat merasakan genggaman Alan lebih erat. Mereka segera berjalan menuju pantai yang cukup ramai. Banyak juga pasangan muda-mudi seperti Alen dan Alan yang tengah kencan.
"Ramai banget pantainya," lirih Alen tanpa sadar.
"Kalau nggak nyaman bilang," ucap Alan.
Alen tertegun sesaat, ia menoleh ke Alan, cowok itu selalu memberikan perhatian kecilnya.
"Iya, Kak Alan," balas Alen.
*****
Alen mengajak Alan untuk duduk di atas pasir, mencari tempat yang sepi dan jauh dari beberapa pengunjung. Keduanya menikmati suara debaran ombak yang begitu tenang.
"Cantik banget," kagum Alen entah keberapa kalinya.
Alan menoleh, kemudian mengangguk.
"Iya, cantik banget," seru Alan.
"Menurut Kak Alan lebih cantik mana, langitnya atau ombaknya?" tanya Alen tanpa mengalihkan pandangannya. Ia masih takjub dengan pemandangan di hadapannya.
Tak ada jawaban dari Alan. Cowok itu hanya diam membuat Alen bingung. Alen pun segera menoleh dan sedikit kaget melihat Alan yang tengah menatapnya sangat lekat.
"Lebih cantik kamu, Alena," jawab Alan tiba-tiba.
Alen meneguk ludahnya dengan susah payah, sorot mata Alan semakin intens hingga membuat jantung Alen mulai berdetak cepat. Alen sangat gugup mendengar jawaban manis Alan yang terdengar begitu tulus.
"Makasih Kak Alan," ucap Alen sungguh-sungguh.
"Untuk?"
"Untuk semuanya. Sudah mau nerima gue lagi dan ada di sisi gue lagi. Gue sangat bahagia saat ini," jawab Alen berusaha untuk jujur.
Alan mengangguk pelan.
"Gue juga."
Alen tiba-tiba tertawa pelan, membuat Alan bingung.
"Kenapa ketawa?" tanya Alan.
"Kadang masih nggak nyangka aja. Gue bisa balikan sama Kak Alan. Padahal, dulu setelah putus dari Kak Alan, banyak ketakutan dan penyesalan yang gue rasakan. Bahkan, gue ngiranya Kak Alan akan selamanya benci sama gue," ungkap Alen mengutarakan perasaan sesungguhnya.
Tangan Alan bergerak menyentuh rambut-rambut kecil Alen yang berantakan, Alan merapikannya dengan sorot mata yang tak lepas dari Alen.
"Gue nggak pernah benci sama lo, Len."
Alen mengerutkan kening, tidak percaya.
"Sama sekali nggak pernah?" tanya Alen memastikan.
"Iya."
"Tapi, dulu Kak Alan pernah bilang kalau Kak Alan benci sama gue."
Alan menggeleng.
"Gue bohong," akuh Alan cepat.
Alen terkejut mendengar pengakuan Alan yang tak pernah diduganya.
"Kenapa Kak Alan nggak benci sama gue setelah gue sakitin Kak Alan seperti itu?" tanya Alen ingin tau.
Alan terdiam sejenak. Kemudian, senyumnya mengembang tipis.
"Gimana gue bisa benci orang yang gue suka?" Bukannya memberi jawaban, Alan malah melontarkan pertanyaan yang terdengar sangat manis bagi Alen.
Alen merasakan jantungnya berdetak semakin cepat. Banyak perubahan sikap Alan yang mengejutkan Alen setiap harinya. Dan, perubahan manis itu selalu Alen suka.
"Makasih Kak Alan," ucap Alen lagi.
Alan mengerutkan kening.
"Makasih untuk apa lagi?"
"Makasih sudah nggak benci sama gue dan selalu suka sama gue."
Alan tertawa pelan, jawaban Alen selalu terdengar begitu polos baginya dan pastinya selalu menggemaskan.
Alan mendekatkan duduknya, kemudian meraih tangan Alen dan mengenggamnya.
"Alen," panggil Alan lirih.
"Iya, Kak?"
Alan menyorot kedua mata Alen dengan hangat.
"Gue boleh minta satu permintaan?"
"Apa itu, Kak?"
"Jangan pernah minta putus tanpa alasan lagi, ya," pinta Alan sungguh-sungguh.
Sejenak Alen merasakan dadanya seperti tertusuk sesuatu. Seolah permintaan itu mewakili kesakitan seorang Alan. Detik berikutnya, Alen menganggukkan kepalanya.
"Iya, Kak Alan." Alen berjanji kepada dirinya untuk berusaha mengabulkan permintaan Alan tersebut.
Alan menghela napas panjang, lebih lega setelah mendengar Alen mengabulkan permintaannya. Pandangan Alan menurun ke telapak tangan Alen. Alan dapat merasakan tangan Alen yang begitu lembut.
Alan mengamati jemari Alen yang lentik dan cantik.
"Gue juga nggak nyangka," ucap Alan tiba-tiba.
Alen tertegun sesaat.
"Nggak nyangka apa, Kak?" tanya Alen tak mengerti dengan ucapan Alan yang menggantung.
Alan tak langsung menjawab, perlahan ia mendekatkan punggung tangan Alen ke bibirnya kemudian mengecupnya singkat.
"Bisa genggam tangan ini lagi dan nggak akan pernah gue lepasin lagi."
Kedua mata Alen langsung melebar, tak menduga Alan akan mengecup tangannya. Walaupun singkat, Alen dapat merasakan kecupan Alan yang begitu hangat.
Alen berusaha mengatur napasnya dan detakan jantungnya yang tak bisa ia kendalikan.
"Kak Alan," panggil Alen gugup.
"Hm?" Alan menatap Alen dengan lekat.
Alen mengigit bibir bawahnya, sedikit ragu untuk mengatakannya.
"Apa Len?" tambah Alan tak sabar.
"Bisa nggak kalau mau ngelakuin hal yang manis, Kak Alan bilang dulu. Biar gue bisa siapin jantung gue dulu," pinta Alen dengan wajah lugunya.
Alan terkejut mendengar permintaan Alen, ia mencoba menahan untuk tidak tertawa apalagi saat melihat ekspresi Alen yang seperti anak kecil, sangat menggemaskan.
"Emang kenapa jantung lo?" goda Alan.
"Deg-degan, Kak," jawab Alen langsung menurunkan pandangannya, sangat malu.
"Oke gue akan bilang dulu."
"Makasih, Kak."
Alan geleng-geleng, tak kuasa lagi menahan takjubnya kepada seorang Alen. Pacarnya yang sangat cantik dan selalu bersikap menggemaskan.
"Alen, gue mau bilang," ucap Alan tiba-tiba.
Alen sontak mendongakkan kepalanya tanpa sadar.
"Mau bilang apa Kak?" tanya Alen langsung panik.
Alan mendekatkan sedikit wajahnya, membuat Alen membeku di tempat.
"Gue laper. Ayo makan dulu."
*****
#CuapCuapAuthor
KAN ALAN MULAI BISA NYEBELIN!!!
BAGAIMANA CHAMOMILE PART LIMA PULUH TUJUH? SEMOGA SUKA YA ^^
CHAMOMILE PART 58 MAU UPDATE HARI APA?
BTW, AKU UDAH BUAT SPESIAL PART ARA DAN ALFIN. KALIAN MAU BACA NGGAK?
SAMPAI JUMPA DI CHAMOMILE PART LIMA PULUH DELAPAN.
MAKASIH BANYAK TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA SUDAH SELALU SUKA CHAMOMILE. SELALU SAYANG KALIAN SEMUA DAN JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN YAA ^^
Salam,
Luluk HF
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro