50 - THE ANSWER
Assalamualaikum teman-teman Pasukan Pembaca semua. Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga sehat selalu ya ^^
SUDAH SIAP BACA CHAMOMILE PART 50?
KAMU TIM MANA NIH?
TIM BALIKAN ATAU TIM ENTARAN? ^^
DAN, SELAMAT MEMBACA CHAMOMILE ^^
****
"Kalau gue kasih lo kepastian. Lo nggak akan jauhin gue lagi?"
Alen terkejut mendengar pengakuan Alan. Di sisi lain Alen pun masih belum sepenuhnya mengerti maksud dari pertanyaan Alan. Alen dapat merasakan jantungnya semakin berdegup tak karuan.
"Ma... Maksudnya kepastian, Kak?" tanya Alen meminta lebih jelas.
Alan menembuskan napas pelan, semakin mengenggam tangan Alen lebih erat.
"Kita balikan, mau?"
Alen membeku seketika itu juga. Kalimat yang sangat dia tunggu dari dulu akhirnya terdengar juga dari bibir Alan. Sekujur tubuh Alen berubah panas dingin dalam sekejab. Alen mencoba menenangkan dirinya, tetap saja sangat sulit.
"Kak Alan ngajak gue balikan?" tanya Alen memastikan sekali lagi. Alen takut dia salah dengar.
Alan mengangguk tanpa ragu.
"Iya. Kalau kita balikan, lo mau, nggak?" perjelas Alan.
Alen mengigit bibir bawahnya, sangat gugup untuk menjawab. Alen tau ini adalah kesempatan yang tidak akan datang dua kali. Dan, penantiannya akhirnya terjawab.
"Kak Alan nggak takut bakalan gue sakitin lagi?" tanya Alen lagi-lagi berusaha memastikan perasaan Alan yang sesungguhnya.
Alan menggeleng kali ini.
"Nggak. Gue lebih sakit lihat lo dekat cowok lain," jujur Alan.
Alen merasakan kedua pipinya merona mendengar jawaban Alan. Alen menghela napasnya perlahan, menguatkan hatinya sejenak.
"Gue juga akan berusaha nggak akan sakitin Kak Alan lagi," akuh Alen mengungkapkan perasaanya.
Alan menatap Alen lebih lekat, senang sekaligus bingung mendengar jawaban Alen.
"Jadi, lo mau terima gue lagi?" Kini giliran Alan yang meminta jawaban lebih jelas dari Alen.
Tanpa ragu, Alen langsung menganggukan kepalanya.
"Iya, Kak. Gue mau balikan sama Kak Alan."
Alan tak bisa menahan rasa bahagianya mendengar jawaban Alen yang menerima pengakuannya. Senyum di bibir Alan langsung mengembang.
"Beneran, mau?" tanya Alan masih tak percaya.
"Iya, Kak Alan. Jangan ditanya lagi. Malu tau," protes Alen, langsung mengalihkan pandangannya dari Alan. Alen tak kuasa lagi untuk saling bertatap lama dengan Alan.
Alan terkekeh pelan mendengar jawaban Alen yang menurutnya menggemaskan. Suasana tiba-tiba mendadak hening dan canggung. Alan yang sibuk menatap Alen dan masih tak percaya bahwa dia dan Alen kembali bersatu, dan Alen yang sibuk menata jantungnya yang hampir meledak saking gugupnya.
"Kak Alan," panggil Alen tanpa mau menatap Alan.
"Hm?"
"Jangan diem aja. Nggak enak canggung kayak gini," protes Alen kedua kalinya.
Alan mengangguk sembari tertawa pelan. Kedua tangannya ia eratkan untuk mengenggam tangan kiri Alen.
"Makasih Alena sudah mau nerima gue lagi," ungkap Alan sungguh-sungguh.
Alen perlahan memberanikan diri untuk menatap Alan, Alen dapat melihat sorot kedua mata Alan yang begitu hangat dan menenangkan Alen, membuat Alen mengembangkan senyumnya.
"Gue juga makasih Kak Alan untuk kesempatannya lagi."
****
Alen merasakan semua rasa lemas di tubuhnya sirna begitu saja. Energinya seketika pulih dan tubuhnya langsung sehat. Dan, semua itu karena seorang Alan.
Alen melirik ke samping, cowok itu masih berjalan beriringan dengannya, menemaninya untuk mengantarkan kembali ke kelas. Jujur, Alen masih tidak percaya dengan kejadian pengakuan dadakan seorang Alan beberapa menit yang lalu di UKS.
Alen mengigit bibir bawahnya, menahan diri untuk tidak berteriak. Salah satu keinginannya terwujud hari ini.
"Gue dan Kak Alan balikan. Gue dan Kak Alan pacaran."
Sepanjang perjalanan dari UKS hingga kelas, hanya kalimat itu yang terus berputar di kepala Alen. Alen benar-benar sangat bahagia.
"Len," panggil Alan.
Alen tersadarkan, ia langsung menghentikan langkahnya.
"Iya, Kak?"
Alan menatap Alen bingung.
"Udah sampai kelas lo," ucap Alan.
Ah! Alen mengedarkan pandangannya dan lagi-lagi baru menyadari mereka sudah sampai di depan kelas Alen. Seketika, Alen merasa malu.
"Maaf Kak, nggak fokus."
"Masih sakit?" tanya Alan khawatir.
Alen menggeleng cepat.
"Nggak. Hanya aja masih nggak nyangka sama kejadian di UKS tadi," jawab Alen dengan jujurnya.
Alan tertawa pelan mendengar jawaban polos Alen.
"Gue juga," balas Alan tak ingin lagi menyembunyikan perasaannya.
Alen tersenyum malu mendengarnya.
"Makasih Kak udah dianter sampai kelas."
Alan mengangguk kecil.
"Tadi berangkat sekolah bawa motor?" tanya Alan.
"Nggak, Kak. Tubuh gue lumayan lemes, jadinya naik ojek online," jawab Alen.
"Kalau gitu pulang sekolah sama gue."
"Pulang sekolah sama Kak Alan?"
"Iya. Gue anter lo pulang. Nggak mau?"
Alen menggeleng cepat.
"Mau Kak. Mau banget."
Alan tersenyum lega mendengarnya. Ia mendekat satu langkah, kemudian menepuk pelan kepala Alen.
"Gue balik ke kelas dulu."
Setelah itu, Alan segera beranjak meninggalkan Alen yang membeku di tempat dengan deguban jantung yang semakin meletup-letup. Apalagi saat Alan mengembangkan senyumnya sebelum pergi.
"Gila!!! Gue balikan sama Kak Alan!"
*****
Sepanjang pelajaran Alen tidak fokus, ia hanya senyum-senyum nggak jelas dengan pandangan kosong. Sikap aneh Alen membuat Sanda dan Ara merinding sekaligus curiga. Hingga bel istirahat berbunyi pun, Alen terus saja senyum-senyum.
Alen sendiri memang belum memberitahu kedua sahabatnya tentang hubungannya dengan Alan. Ia menunggu waktu yang pas.
"Len, lo nggak apap-apa, kan?" tanya Ara khawatir.
Alen menggeleng cepat.
"Nggak, emang gue kenapa?"
"Lo aneh! Dari tadi senyum-senyum sendiri. Lo kesambet apaan di UKS?" gidik Ara ngeri.
Sanda menatap Alen lekat, semakin curiga.
"Jujur sama kita," ucap Sanda menggantung.
Ucapan Sanda berhasil membuat Alen gugup sekaligus tegang seketika.
"Apa?" tanya Alen was-was.
"Terjadi sesuatu di UKS?" tanya Sanda langsung tanpa basa-basi.
Alen tersenyum sembari mengangguk malu. Ia tidak bisa berbohong kepada Sanda maupun Ara.
"Iya," jawab Alen.
Ara dan Sanda sontak melebarkan kedua mata mereka dan langsung mendekati Alen.
"Apaan?" tanya Sanda dan Ara kompak.
Alen melirik ke sekitar, kelas sudah sangat sepi tinggal mereka bertiga saja. Perlahan, Alen ikut mendekatkan dirinya.
"Tadi Kak Alan nemenin di UKS waktu upacara." Alen mulai bercerita dengan suara lirih.
"Terus?" Ara dan Sanda semakin penasaran.
"Kak Alan ungkapin perasaannya ke gue."
"Terus?"
Alen meremas-remas jemarinya yang mendadak terasa panas-dingin. Membayangkan kejadian tadi pagi tetap saja membuatnya sangat gugup dan deg-degan.
"Kak Alan ngajak balikan."
Mulut Ara dan Sanda langsung terbuka lebar, sangat terkejut mendengar kabar baik tersebut.
"SUMPAH LEN? DEMI APA?" seru Ara langsung tak bisa santai.
"Ra, kecilin suara lo," pekik Alen.
Ara mengangguk cepat dan kembali mendekati Alen.
"Beneran Kak Alan ngajak lo balikan di UKS tadi?"
"Iya."
"Terus lo jawab apa? Lo terima, kan? Lo nggak bodoh dengan berinisiatif nolak Kak Alan, kan?" cibir Ara tak sabar.
Alen mendecak pelan.
"Gue nggak sebodoh itu, Ara!"
"Gue yakin lo nggak sebodoh itu. Jadi, lo terima, kan?"
Alen mengangguk-angguk semakin malu.
"Iya, gue terima ajakan balikan Kak Alan."
Ara dan Sanda langsung saling bertatapan, senyum mereka mengembang sangat lebar seolah ikut senang mendengar kabar bahagia tersebut.
"Selamat Len. Otak lo akhirnya berguna jugaa! Gue terharu!!!" seru Ara bangga.
"Akhirnya, Len," tambah Sanda.
Alen menatap Sanda yang terlihat lebih bahagia daripada dirinya. Apalagi mengingat Sanda yang memulai semua ini. Sanda yang memintanya untuk berani dekat kembali dengan Alan.
"Keputusan gue udah bener, kan, San?" tanya Alen.
Sanda mengangguk tanpa ragu.
"Sudah benar. Gue senang bisa lihat senyum bahagia lo lagi, Len."
Alen langsung menghambur memeluk Sanda dengan sangat erat. Ara pun tak mau ketinggalan, ia ikut memeluk Alen dan Sanda. Mereka saling berbagi kebahagiaan bersama.
"Makasih banyak Ara, Sanda. Gue sayang banget sama lo berdua!"
"We love you more, Alena."
******
Alen melambaikan tangannya ke Sanda dan Ara yang udah duluan pulang. Sedangkan, Alen menunggu sang pujaan hatinya datang untuk pulang bersama. Sampai jam pulang sekolah, Alen masih merasakan deg-degan sekaligus gugup. Alen sangat bahagia!
"Alen."
Alen sontak mendongakkan kepalanya dengan semangat. Namun, senyum di wajah Alen perlahan menghilang, ketika mengetahui orang yang memanggilnya adalah Jeris bukan Alan.
"Hai, Kak Jeris," sapa Alen berusaha memaksakan senyumnya.
"Mau langsung pulang?" tanya Jeris.
"Iya, Kak."
"Lo nggak lupa kan, ulangan matematika lusa? Lo udah paham semua materinya? Ada yang mau gue bantuin lagi, nggak?" tanya Jeris antusias.
Alen terdiam sejenak, seketika merasa bersalah dengan Jeris yang begitu baik kepadanya.
"Ingat, Kak. Gue udah pelajarin semua. Mungkin ada beberapa yang masih belum paham, tapi aman kok," jawab Alen.
"Berarti nggak perlu bantuin gue lagi, ya?" tanya Jeris terlihat kecewa.
Alen merasa tidak tega melihat ekspresi Jeris sekarang. Namun, Alen juga tidak berani untuk mengiyakan mengingat status hubungannya dengan Alan sudah jelas.
Alen berpikir cepat, mencoba tidak membuat Jeris kecewa. Ia masih ingin membangun hubungan yang baik dengan Jeris.
"Kak Jeris bukannya gue nggak mau dibantu lagi. Malah Kak Jeris udah banyak ngebantu banyak kemarin. Gue beneran makasih banyak," jujur Alen.
Senyum di wajah Jeris seketika kembali mengembang ketika mendengar jawaban Alen yang terdengar begitu tulus.
"Good luck dan semangat ulangannya, Len," ucap Jeris.
"Iya, Kak. Makasih banyak."
"Kalau ada apa-apa atau lo butuh bantuan, lo jangan sung...."
"Alen, ayo pulang."
Ucapan Jeris seketika terhenti. Baik Jeris maupun Alen langsung menoleh ke sumber suara. Mereka berdua melihat Alan yang tengah berjalan ke arah Alen, hingga cowok itu benar-benar berhenti dan berdiri di samping Alen.
"Lo bisa berhenti ganggu, Alen?" sinis Jeris langsung tak suka dengan kehadiran Alan.
Alan tersenyum kecil mendengar ucapan tajam Jeris.
"Sejak kapan ngajak pulang pacar sendiri dianggap mengganggu?" balas Alan dengan sikap tenangnya.
Kedua mata Jeris terbuka lebih lebar, sangat terkejut mendengar pengakuan Alan. Jeris menoleh ke Alen, seolah meminta penjelasan. Namun, Alen hanya diam dengan senyum tak nyaman.
"Lo balikan sama Alan, Len?" tanya Jeris dengan hati-hati.
Alan menoleh ke Alen, ikut menunggu jawaban sang gadis.
"Iya, Kak," jawab Alen jujur.
Alan tersenyum, puas mendengar jawaban Alen. Ia kembali menatap ke arah Jeris yang masih terkejut.
"Sejak kapan, Len?" tanya Jeris lagi.
"Tadi pagi, Kak."
Jeris memundurkan satu langkah dengan sebuah senyum yang dipaksakan mengembangkan.
"Selamat kalau gitu, Len," ucap Jeris getir.
"Makasih Kak. Kalau gitu, gue duluan pulang, ya," pamit Alen.
Jeris mengangguk singkat. Kemudian, Alen dan Alan segera beranjak bersamaan menjauhi Jeris. Sedangkan, Jeris masih diam menatap Alen dan Alan yang berjalan berdampingan dengan tatapan lekat dan perasaan yang tidak bisa dijabarkan.
Detik berikutnya, sebuah senyum penuh arti Jeris kembangkan di satu sudut bibirnya.
"Mereka balikan?"
****
Alen melirik ke Alan yang sedari tadi diam saja. Sepanjang lorong hingga parkiran Alan tak mengucapkan satu kata pun. Sikap Alan saat ini membuat Alen sedikit tidak nyaman.
"Kak Alan," panggil Alen, tangannya menahan Alan yang ingin mengambil helm.
Alan menoleh.
"Kenapa?"
"Kak Alan marah?"
"Karena?"
"Kak Jeris," jawab Alen hati-hati.
Alan diam saja, tak langsung menjawab.
"Kak Alan nggak suka gue dekat sama Kak Jeris?"
Alan menghela napas panjang.
"Bukan nggak suka, hanya khawatir."
Alen tertegun mendengarnya. Seolah ada hal besar yang disembunyikan oleh Alan. Alen dapat menangkap dari tatapan cowok itu.
"Ada sesuatu ya antara Kak Alan dan Kak Jeris?"
Alan tersenyum kaku, ia mendekat ke Alen dengan tatapan berubah lebih hangat.
"Gue akan cerita semuanya. Tapi nggak sekarang. Nggak apa-apa, kan?"
Alen mengangguk, mencoba menghargai keputusan Alan.
"Iya, nggak apa-apa, Kak. Gue akan tunggu sampai Kak Alan siap cerita."
"Makasih Len. Ayo sekarang pulang," ajak Alan.
Alen mengangguk, ia segera menerima helm yang diberikan oleh Alan dan memakainya. Namun, saat Alen akan naik ke motor Alan, gerombolan tiga cowok masuk ke dalam parkiran dengan cukup ricuh.
Siapa lagi jika bukan Gesa, Jaka dan Alfin.
"Ehem, es teh jumbo Bang Mamang!" celetuk Jaka memulai menggoda dua manusia yang baru balikan.
"Ehem, siomay dua piring Bang Mamang!!" tambah Gesa ikut-ikutan.
Alan menoleh ke samping, melihat Alen yang merapatkan tubuhnya ke dirinya. Alen terlihat malu.
"Nggak usah heboh!" tajam Alan meminta ketiga temannya untuk berhenti menggoda.
Jaka dan Gesa menggeleng cepat, menolak permintaan Alan. Saat istirahat pertama tadi, Alan memang sudah bercerita ke Alfin, Gesa dan Jaka. Dan, mereka langsung heboh dan memberikan selamat kepada Alan. Mereka bertiga juga ikut senang mendengar kabar tersebut.
"Cie baikan," goda Jaka makin menjadi.
"Cie balikan," tambah Gesa tak mau kalah.
Jaka dan Gesa menoleh ke Alfin, menunggu partisipasi teman satunya itu yang sedari tadi masih diam saja.
"Apa?" bingung Alfin karena ditatap tajam oleh Jaka dan Gesa.
"Tambahin!!" suruh Jaka gemas.
"Buruan!!!" seru Gesa tak sabar.
Alfin menghela napas berat, sedikit enggan namun terpaksa harus melakukannya. Alfin menatap Alan dan Alen bergantian. Kemudian tersenyum kecil.
"Traktiran balikannya uang tunai bisa, nggak? Gue butuh beli dinamo."
*****
#CuapCuapAuthor
BAGAIMANA CHAMOMILE PART LIMA PULUH? SUKA NGGAK?
SATU KATA DONG UNTUK PART INI ^^
AKHIRNYA ALAN DAN ALEN BALIKAAANNN ^^
SIAP UNTUK BACA KISAH ROMANTIS MEREKA HABIS INI ^^
CHAMOMILE PART 51 MAU UPDATE HARI APA?
JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^
Jangan lupa juga untuk pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^
MAKASIH BANYAK TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA SEMUA. SEMOGA SELALU SUKA CHAMOMILE YA. SAYANG KALIAN SEMUA DAN JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN ^^
Salam,
Luluk HF
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro