Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

49 - THE QUESTION


Assalamualaikum teman-teman Pasukan Pembaca semua. Apa kabar? Semoga sehat selalu ya ^^

HAPPY CHAMOMILE'S DAY SEMUANYA ^^

SUDAH SIAP BACA CHAMOMILE PART 49? 

DAN, SELAMAT MEMBACA CHAMOMILE ^^ 

****

Jeris bersiap untuk berangkat sekolah. Dia menenteng tasnya dan berjalan menuju pintu rumah. Namun, langkahnya terhenti saat melihat saudari kembarnya berdiri di tengah pintu, seolah sengaja menghadangnya.

"Nggak berangkat?" tanya Jeris bingung.

Felis tersenyum kecil.

"Ada yang mau gue tanyain," ucap Felis tenang.

"Apa?"

Felis menegakkan tubuhnya yang semula bersender di pintu. Ia mendekat satu langkah.

"Lo beneran suka ke Alen?" tanya Felis tanpa ragu.

Jeris terdiam, cukup kaget mendengar pertanyaan Felis.

"Kenapa lo tiba-tiba tanya itu?" Bukannya menjawab, Jeris malah bertanya balik.

"Pengin tau aja. Beberapa hari ini gue lihat lo semakin dekat dengan Alen. Apa tujuan lo sebenarnya deketin Alen?"

"Lo nggak suka gue deket sama Alen?" tanya Jeris lagi.

Felis berdeham pelan.

"Lumayan nggak suka. Makanya gue tanya, tujuan lo deketin Alen memang karena lo suka dengan Alen atau karena ingin membalas Alan?" balas Felis dengan nada penekanan.

Jeris menghela napas pelan, ia dapat melihat sorot mata Felis yang menajam. Jeris melangkah mendekat, kemudian tangannya menepuk-nepuk pelan puncak kepala Felis.

Jeris menatap Felis lekat sembari tersenyum.

"Gue nggak akan lakuin hal yang nggak lo suka."

Mendengar jawaban Jeris, senyum Felis ikut mengembang puas.

"Bagus. Jangan lupa dengan misi utama kita. Buat Alan menderita seperti yang dia lakuin ke kita," ucap Felis mengingatkan.

Jeris mengangguk singkat.

"Ayo berangkat," ajak Jeris segera mengalihkan topik.

Jeris melangkah keluar rumah duluan, berjalan menuju mobilnya. Setelah berbincang serius dengan Felis, beberapa kali Jeris menghela napas berat, seolah ada yang membebani pikirannya.

*****

Alen merasa tubuhnya sangat lemas, sesampainya di kelas, Alen langsung duduk dan merubuhkan tubuhnya di atas meja. Beberapa hari ini, Alen memang sering melewatkan sarapannya. Bahkan sering makan hanya sekali sehari.

"Lo kenapa?" tanya Sanda khawatir melihat wajah Alen sedikit pucat.

Alen menggeleng lemah.

"Nggak tau, badan gue lemes banget."

"Lo nggak sarapan lagi pagi ini?"

Alen menggeleng lagi.

"Gue malas makan."

"Len, seengaknya jangan lewati sarapan. Lo udah lakuin diet ketat, jangan forsir tubuh lo lagi," peringat Sanda.

"Iya, iya," serah Alen sedang tidak ingin diceramahi.

Tak lama kemudian, Ara datang dengan membawa tumpukan buku di tangannya.

"Kenapa dia? Nggak dapat uang jajan lagi?" tanya Ara tanpa basa-basi.

Sanda menghela napas berat.

"Badannya lemes," jawab Sanda.

Ara langsung lebih mendekat ke Alen, tangannya memeriksa kening Alen.

"Sedikit panas," simpul Ara.

"Lo nggak usah ikut upacara Len. Mending lo ke UKS aja," saran Sanda.

Alen mengangguk, semakin tak berdaya.

"Iya, gue ngerasa nggak kuat kalau harus berdiri satu jam."

"Mau gue anterin ke UKS sekarang?" tawar Ara, ikut khawatir.

Alen perlahan mengangkat tubuhnya, menatap Sanda dan Ara bergantian. Alen tertawa kecil melihat raut khawatir kedua sahabatnya.

"Gue nggak apa-apa, Ara, Sanda. Gue cuma sedikit lemas aja," ucap Alen tak ingin membuat Ara dan Sanda khawatir.

"Ayo ke UKS sekarang," suruh Sanda masih tak bisa menghilangkan kekhawatirannya.

Alen mengangguk, memilih menurut daripada mendengar ceramah Sanda dan Ara bergantian malah membuatnya semakin lemas.

Alen segera berdiri, begitu juga dengan Sanda. Mereka bertiga pun beranjak dari kelas menuju ke UKS, untuk mengangtarkan Alen. Sebelum bel upacra berbunyi.

"Lo nggak apa-apa sendiri di UKS?" tanya Ara.

"Nggak apa-apa Ra. Nanti juga ada anak PMR yang jaga."

"Kalau ada apa-apa langsung telfon gue atau Sanda," pinta Ara.

"Iya Aira."

Sesampainya Alen di UKS, ia segera masuk dan membaringkan tubuhnya di salah satu bilik kasur. Keadaan UKS sangat sepi, tidak seperti biasanya.

"Lo istirahat aja di sini. Kalau masih ngerasa lemas, nggak usah dipaksa ikut pelajaran pertama. Oke?" pesan Sanda.

Alen mengangguk.

"Iya."

"Setelah upacara, gue bawakan teh hangat dan roti buat lo. Sekarang lo tidur aja," tambah Sanda.

Alen mengangguk kesekian kalinya.

"Udah jangan khawatir. Kalian berdua sana ke lapangan. Bentar lagi bel bunyi."

Dan, perkataan Alen menjadi kenyataan. Bel sekolah berbunyi sangat nyaring menggema seluruh penjuru sekolah.

"Kalau ada apa-apa langsung telfon ya," ucap Ara.

"Iya Ra."

"Jangan sakit! Nanti gue nggak tega buat ngatain lo," ucap Ara berusaha mencairkan suasana.

Alen terkekeh mendengarnya.

"Sok nggak tega lo!" decak Alen.

Ara menghela napas berat sembari geleng-geleng.

"Udah badan kurus banget, otak nggak seberapa, punya Mama kandung seperti Mama tiri, di tambah mantan yang nggak peka dan sekarang sakit-sakitan lagi. Kasihan banget sih lo, Len," ucap Ara prihatin.

Alen langsung menatap Ara dengan lirikan sinis.

"Katanya lo nggak tega buat ngatain gue," cibir Alen sebal.

Ara melebarkan senyumnya.

"Ditega-tegain. Biar lo semangat lagi!"

Alen hanya bisa geleng-geleng, baginya mendengar ucapan tajam Ara bukan hal yang mengejutkan lagi.

"Kita tinggal dulu, Len," pamit Sanda.

Setelah itu, Sanda dan Ara keluar dari UKS, meninggalkan Alen sendirian dengan perasaan masih cemas.

****

Alfin melihat Alan yang baru datang, tidak biasanya cowok itu datang telat seperti ini. Bahkan bel sekolah sudah berbunyi Alan masih berjalan santai di lorong sekolah dengan menenteng tasnya.

Tidak mempedulikan Pak Rudi yang sudah koar-koar menyuruh siswa dan siswi untuk segera berbaris di lapangan upacara.

"tumben telat?" tanya Alfin saat sudah berhadapan dengan Alan.

"Kesiangan," jawab Alan seadanya tanpa menghentikan langkahnya dan melewati Alfin untuk segera sampai kelas.

Alfin membalikan badan, masih terus memperhatikan Alan.

"Lan," panggil Alfin.

Alan mau tak mau harus menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.

"Apa?"

Alfin terdiam sebentar, mempertimbangkan untuk memberitahu Alan atau tidak.

"Gue tadi lihat Alen ke UKS. Kayaknya dia lagi sakit."

Setelah memberikan info akuratnya, Alfin melanjutkan langkahnya, meninggalkan Alan yang masih diam di tempatnya.

****

Alan mempercepat langkahnya, setelah mendapatkan info dari Alfin, ia segera menaruh tasnya di kelas dan langsugn melesat menuju UKS. Ketika semua siswa dan siswi berlari menuju lapangan, Alan malah berbeda haluan hanya demi sang pujaan hati.

"Alan, mau kemana kamu?"

Alan mendesis pelan, tak menyangka akan bertemu Pak Rudi di tengah jalannya. Alan memeras otaknya secepat mungkin, mencari alasan paling masuk akal untuk Pak Rudi.

"Pagi Pak," sapa Alan sesopan mungkin.

Pak Rudi berjalan lebih dekat sembari mengangguk singkat.

"Kamu mau kemana? Lapangan upacara ada di sebalah timur," ulang Pak Rudi.

"Saya mau ke UKS Pak," jawab Alan memilih untuk jujur.

"Kamu sakit?" tanya Pak Rudi kaget.

Alan menggeleng.

"Bukan Pak. Alen yang sakit."

Pak Rudi mengerutkan keningnya, ekspresi kagetnya seketika berubah menjadi bingung.

"Terus kalau Alen yang sakit kenapa kamu ke UKS juga?"

"Saya mau nemenin Alen, Pak," jawab Alan dengan entengnya.

Pak Rudi dibuat terkejut kedua kalinya mendengar jawaban Alan.

"Ngapain kamu nemenin Alen? Memang Alen adik kamu?"

"Bukan Pak."

"Terus?"

Alan terdiam sebentar, kemudian senyumbang mengembang kecil.

"Pacar saya, Pak."

Kedua mata Pak Rudi langsung melebar, tiga kali lipat dibuat terkejut oleh Alan. Pak Rudi tak menyangka seorang Alan akan pacaran dengan Alen.

"Kamu pacaran dengan Alen?"

Alan mengangguk tanpa ragu.

"Iya, Pak. Sebentar lagi."

"Lah, maksudnya gimana?"

Alan berdeham pelan.

"Maksudnya, saya mau nyatain cinta ke Alen sebentar lagi."

Pak Rudi mencoba mencocokan semua ucapan Alan dari awal sampai sekarang.

"Jadi, kamu mau ke UKS buat nemenin Alen atau mau nyatain cinta ke Alen?"

"Dua-duanya, Pak. Boleh, kan?"

Pak Rudi kelimpungan sendiri mendapat pertanyaan balik dari Alan.

"Te... Tentu saja boleh. Tapi..."

"Terima kasih Pak sudah mengizinkan. Saya pamit dulu dan izin juga tidak ikut upacara dulu."

Tanpa membiarkan Pak Rudi membalas ucapannya, Alan langsung menyalami Pak Rudi dan kembali berjalan. Alan dengan beraninya meninggalkan Pak Rudi begitu saja.

Sedangkan, Pak Rudi masih diam di tempat dengan wajah bingung. Detik berikutnya, Pak Rudi hanya geleng-geleng.

"Anak sekarang nyalinya memang luar biasa."

*****

Alan masuk ke dalam UKS yang sangat sepi, tidak ada siapapun. Bahkan anak PMR yang biasanya menjaga UKS pun tidak ada. Sepertinya mereka semua ditugaskan jaga di lapangan.

Alan berjalan lebih masuk, ia menuju ke bilik yang tirainya tertutup sendiri. Dan, Alan yakini Alen berada di sana.

Alan menghela napas pelan, menata hatinya sejenak. Kemudian, Alan memberanikan diri membuka tirai tersebut. Benar saja, ia dapat melihat Alen yang tengah berbaring.

Kedua mata mereka saling bertemu, Alen terlihat kaget melihat ke datangan Alan.

"Kak Alan," lirih Alen bingung.

Alan tersenyum kecil, kemudian duduk di kursi yang ada di samping kasur Alen.

"Sakit apa?" tanya Alan.

Alen masih terlihat bingung, ia mengedarkan pandangannya sejenak, mencoba memastikan dia tidak salah lihat dan tidak salah hari.

"Kak Alan nggak ikut upacara?" tanya Alen.

Alan menggeleng.

"Nggak, gue udah izin."

"Izin ke siapa?" tanya Alen langsung penasaran.

"Pak Rudi," jawab Alan lagi.

Kedua mata Alen melebar, sangat kaget.

"Kak Alan diizinin Pak Rudi nggak ikut upacara?"

"Iya."

Alen menghela napas berat, sedikit iri dengan Alan yang sangat mudah mendapatkan izin dari Pak Rudi sang guru killer-nya.

"Sakit apa?" ulang Alan karena masih tak dapat jawaban dari Alen.

Alen terdiam sebentar.

"Kak Alan tau dari mana gue di sini?" Lagi-lagi Alen tidak langsung menjawab.

"Jawab Len. Sakit apa?"

"Cuma lemes aja dan perut sedikit sakit." Akhirnya Alen memberikan jawaban.

"Masih aja diet?"

Alen mengangkat kedua bahunya.

"Ya gitu."

"Emang nggak bisa bilang baik-baik ke Mama lo bu..."

"Nggak bisa," potong Alen cepat.

Alan menghela napas panjang, tak menyangka Mama Alen begitu protektif. Alan merasa kasihan dengan Alen.

"Jangan skip sarapan, Len," pesan Alan seolah tau kebiasaan Alen dari dulu yang jarang suka sarapan.

"Iya, Kak."

Hening. Alan tidak membuka suara lagi, begitu juga dengan Alen yang merasa semakin gugup. Apalagi Alan yang terus saja menatap Alen tanpa beralih sedikit pun.

"Kak Alan nggak usah repot-repot nunggu di sini. Gue nggak apa-apa sendiri." Alen memberanikan diri membuka suaranya duluan.

"Gue yang apa-apa," balas Alan dengan nada serius.

"Kak, gue..."

"Len, gue mau tanya sesuatu."

Alen terdiam, mendadak bingung sekaligus gugup saat mendengar pertanyaan Alan. Apalagi Alan terlihat lebih serius.

"Tanya apa, Kak?"

Perlahan tangan Alan bergerak menyentuh tangan Alen, menggenggamnya dengan erat. Sikap Alan berhasil membuat Alen membeku saat itu juga. Alen sangat kaget dan panik.

Bahkan, detakan jantung Alen mulai berpacu tidak normal.

"Alena," panggil Alan, suaranya terdengar begitu lembut.

"Iya, Kak?" balas Alen sangat gugup.

"Kalau gue kasih lo kepastian. Lo nggak akan jauhin gue lagi?"

****

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA CHAMOMILE PART EMPAT PULUH SEMBILANNYA? SUKA NGGAK?

SIAPA YANG IKUT DEG-DEGAN BACA PART INI??

PENASARAN NGGAK SAMA JAWABAN ALEN? 

CHAMOMILE PART 50  MAU UPDATE HARI APA NIH? KAPAN? KAPAN? ^^ 

JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^

Jangan lupa juga untuk pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^

MAKASIH BANYAK SEMUANYA. SELALU SAYANG KALIAN SEMUA. DAN, JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN YAAA ^^


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro