Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

43 - IDE GILA

Assalamualaikum teman-teman Pasukan Pembaca semua. Apa kabar? Semoga sehat selalu ^^

SIAPA YANG SUDAH NUNGGU CHAMOMILE UPDATE DARI KEMARIN? 

SUDAH SIAP BUAT BACA CHAMOMILE PART 43? 

Semoga teman-teman Pasukan Pembaca selalu suka, selalu baca dan selalu support CHAMOMILE. Amin. 

DAN, SELAMAT MEMBACA CHAMOMILE ^^

*****

Ara terus mengangguk-anggukan kepala sebagai respon mendengarkan curhatan Alen yang menggebu. Sepulang sekolah, Alen tiba-tiba tidak jadi pulang dan mengajak untuk nongkrong di toko es krim.

"Gue kan kesal juga Ra sama sikap Kak Alan yang egois. Dia terus-terusan deketin gue padahal gue berusaha ngejauh! Dikira nggak susah apa buat gue jauhi dia!" cerca Alen tak ada habisnya.

"Terus?"

"Ya terus tiba-tiba Kak Alfin bilang, gue disuruh nunggu Kak Alan mastiin perasaannya buat gue. Apa yang perlu gue tunggu? Gue dan Kak Alan nggak mungkin balikan, kan?"

"Mungkin aja," jawab Ara santai sembari menyuapkan satu sendok es krim vanilla ke mulutnya.

"Ra, Kak Alan nggak mau sakit hati lagi karena gue. Dan, gue juga masih bersalah karena kebodohan gue dulu. Gue nggak pantes juga Ra buat balikan sama Kak Alan."

Ara menghentikan aktivitas makannya sejenak, kemudian menatap Alen lekat.

"Jawab gue jujur," suruh Ara mendadak serius.

"A... Apa?" gugup Alen.

"Lo berharap kan Kak Alan ngajak lo balikan?"

Diam. Alen langsung terbungkam seketika, seolah pertanyaan itu cukup sulit untuk dijawabnya.

"Ka.. Kak Alan nggak mungkin ngajak gue balikan, Ra."

"Jangan menjawab dengan pernyataan tapi kasih sebuah jawaban, Len!"

Alen mengangguk lemah.

"Be... Berharap. Tapi, gue tau diri Ra. Gue ngerasa nggak pantas lagi buat Kak Alan."

"Pertanyaan kedua," lanjut Ara.

"Hah?" bingung Alen kedua kalinya.

"Seandainya Kak Alan sudah bisa memastikan hatinya, dan ternyata dia ngajak lo balikan. Lo mau nggak?"

"Ra, gue nggak mau sakitin Kak Alan lagi."

Ara menghela napas panjang, jengah mendengar pengelakan Alen yang tak ada habisnya.

"Alen, emang lo bakalan sakitin Kak Alan lagi? Lo ada niat mau nyakitin Kak Alan lagi? Lo ada rencana buat nyakitin Kak Alan lagi?" tanya Ara mulai kehabisan kesabaran.

Alen menggeleng cepat.

"Nggak ada, Ra. Sumpah gue nggak mau nyakitin Kak Alan lagi," jawab Alen sangat jujur.

"Ya udah. Itu sudah jelas jawabannya!" gemas Ara.

"Ma... Maksudnya?" tanya Alen belum mengerti.

Ara meletakkan sendoknya sebentar, tatapanya kembali lekat dan hangat. Ara mencoba menahan segala emosinya.

"Alena, lo nggak usah takut akan nyakitin Kak Alan lagi, karena gue yakin lo nggak akan melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya. Dan, kalau lo masih merasa bersalah, kenapa nggak lo tebus rasa bersalah lo dengan buat Kak Alan bahagia dan berusaha buat Kak Alan ngelupain rasa sakitnya? Dibandingkan lo jauhi dia. Dan, itu buat kalian berdua sama-sama terluka?"

Alen terpaku mendengar jawaban Ara yang sangat masuk akal. Alen tak pernah terpikirkan hal itu. Karena yang dia inginkan hanya tidak mau membuat Alan sakit lagi.

"Gue setuju ucapan, Ara."

Ara dan Sanda menoleh ke Sanda yang akhirnya membuka suara setelah diam lama dan setia menjadi pendengar.

"Bener kan masukan dari gue, San? Masuk akal, kan?"

Sanda mengangguk tanpa ragu. Ia menoleh ke alen.

"Berhenti buat diri lo menderita, Len. Saling menjauhi bukan juga ide yang tepat."

Alen bergumam ragu.

"San, emang gue bisa buat Kak Alan bahagia?"

"Lo masih suka sama Kak Alan?"

Alen mengangguk kecil.

"Masih suka."

"Kalau gitu lo pasti bisa, Len. Kak Alan juga sudah jelas masih suka sama lo."

Alen menghela napas panjang, seolah masih ada sesuatu yang memberatkan perasaannya sekarang.

"Tapi...."

"Tapi apa lagi sih, Len?" greget Ara mulai emosi lagi.

Alen menatap Ara kembali.

"Karena ucapan gue di depan perpustakaan tadi pagi, gue mulai takut Kak Alan beneran nuruti ucapan gue buat jauhin gue," lirih Alen sedih.

"Makanya! Kalau nggak siap buat dijauhin jangan sok-sokan mau jauhin, Len!" omel Ara semakin emosi.

"Kan, gue kalut banget Ra. Gue ngerasa nggak akan bisa balikan lagi sama Kak Alan," seru Alen ikut meluapkan isi hatinya.

"Lo tadi bilang Kak Alan masih memastikan perasaannya buat lo?" tanya Sanda.

Alen mengangguk lemah.

"Iya, itu yang diucapin Kak Alfin ke gue. Ada Kak Alan juga. Kalau Kak Alan masih memastikan perasaannya buat gue, gimana cara gue mau buat dia bahagia? Dia aja masih nggak yakin sama perasaannya penginnya apa?" curhat Alen semakin panjang.

Hening, baik Ara dan Sanda nampak berpikir mencari jalan untuk Alan. Meskipun keduanya sama-sama tidak pakar dalam masalah percintaan seperti ini.

"Gue ada ide," ucap Ara tiba-tiba memecah keheningan.

Alen dan Sanda langsung fokus menatap Ara.

"Apa, Ra?" tanya Alen tak sabar.

"Sebelum itu, gue mau pastikan dulu ke lo, Len."

"Pastikan apa lagi?" bingung Alen.

"Lo nggak ada niat buat jauhin Kak Alan lagi, kan?"

Alen menggeleng.

"Nggak. Gue merasa saran dari lo lebih masuk akal. Gue bisa nebus rasa sakit Kak Alan dulu dengan buat Kak Alan lebih bahagia sekarang," jawab Alen yakin.

"Oke, kalau gitu yang harus lo lakuin pertama kali adalah..." Ara menggantungkan ucapannya membuat Alen dan Sanda semakin tidak sabar.

"Buruan, Ra!"

"Nungguin, ya?" goda Ara.

"Aira!!" pekik Alen dan Sanda dengan tatapan tajam.

Ara tertawa puas, kemudian kembali fokus. Ara mengarahkan jari telunjuknya ke Alen.

"Misi pertama lo sekarang, Len. Bantu Kak Alan memastikan perasaannya ke lo. Lebih cepat lebih baik," ucap Ara penuh semangat.

Alen mengerutkan keningnya.

"Gimana caranya gue bantu Kak Alan memastikan perasaannya ke gue?" bingung Alen.

Ara tersenyum licik.

"Buat dia cemburu."

Kedua mata Alen langsung terbuka lebar mendengar ide gila yang dikeluarkan dari bibir Ara.

"Buat Kak Alan cemburu?" seru Alen masih kaget.

Ara mengangguk santai dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Iya, buat Kak Alan cemburu. Dengan itu, Kak Alan akan lebih cepat menyadari perasaannya bahwa dia nggak rela kalau lo dengan cowok lain. Akhirnya, dia bisa cepat memutuskan dan lebih yakin untuk balikan sama lo," jelas Ara dengan bangga.

Alen masih tidak bisa menerima ide gila Ara tersebut. Alen menoleh ke Sanda.

"Menurut lo, San?" tanya Alen meminta saran ke Sanda yang menurutnya lebih normal daripada Ara.

"Gue setuju ide, Ara," jawab Sanda tanpa ragu.

"San..." rengek Alen.

"Itu cara yang paling cepat dan efesien Len."

"Bener banget. Buat cowok cemburu dan kesal bisa menyadarkan perasaan sebenarnya seorang cowok," sahut Ara.

Alen menghela napas berat, ia merasa terpojokkan dan tak punya pilihan lain.

"Gimana cara buat Kak Alan cemburu? Gue harus deketin cowok lain?" gerutu Alen.

"Nggak gitu juga, Len. Lo cukup bicara akrab dengan cowok lain atau tersenyum ke cowok lain waktu di dekat lo ada Kak Alan. Yang penting lo jangan bersikap kasih harapan palsu ke cowok lain. Semuanya hanya demi membuat Kak Alan cemburu. Mengerti?" jelas Ara.

Alen menggeleng cepat.

"Nggak ngerti."

"Pantes lo bodoh! Gue udah jelasin panjang-panjang tetap aja nggak ngerti!" kesal Ara tanpa ampun.

Alen mendecak pelan.

"Jadi, gue harus buat Kak Alan cemburu?" tanya Alen memastikan terakhir kalinya.

Ara dan Sanda mengangguk yakin.

"Iya. Untu saat ini lo lakuin itu dulu. Kalau nggak berhasil, kita bisa cari cara lain. Tapi, gue yakin cara ini bakalan sangat berhasil," ungkap Ara.

"Gue juga yakin," tambah Sanda mendukung Ara.

Alen pun akhirnya hanya bisa mengangguk-angguk pasrah. Dia sendiri tidak ada ide lain. Dan, menganggap ide Ara setidaknya patut dicoba terlebih dahulu.

"Siapa cowok lain yang harus gue akrabin?"

*****

Alfin tak bisa berhenti tertawa melihat Alan yang masih kesal kepadanya dan memakinya tanpa henti karena ucapannya di parkiran kepada Alen.

"Lo beneran nggak waras ya, Fin?" emosi Alan.

Alfin menyenderkan tubuhnya di senderan sofa.

"Emang lo pernah lihat gue waras?" sahut Alfin tanpa beban.

Alan menghela napas berat, ia menyeret kursi belajarnya dan mendudukinya.

"Gue masih belum bisa kasih kepastian ke Alen, Fin. Gue masih belum siap."

"Makanya gue suruh Alen nunggu, kan?"

"Nggak adil buat dia Fin."

"Terus lo mau gimana? Alen tetap jauhi lo?"

Bungkam. Alan tak bisa membalasnya dan diamnya Alan sudah cukup bagi Alfin sebagai jawaban.

"Dari awal udah nggak adil buat Alen, Lan. Lo tau itu, kan?" tambah Alfin lagi.

"Apa?"

"Lo nyuruh dia nggak jauhi lo. Tapi lo nggak kasih kepastian status ke Alen. Sama halnya lo gantungin hubungan bukan?"

"Iya, gue tau," serah Alan.

Alfin tersenyum kecil, ia mendadak berdiri.

"Gini aja Lan," ucap Alfin menggantung.

"Apa lagi?" was-was Alan tak bisa menebak jalan pikiran Alfin.

Alfin berjalan mendekati Alan, menepuk pelan bahu cowok itu.

"Lo bayangin Alen tiba-tiba deket sama cowok lain. Gimana perasaan lo?"

"Hah?" Alan bingung sekaligus kaget mendapatkan pertanyaan tiba-tiba dari Alfin.

"Terus lo nggak punya hak untuk menyuruh Alen jauhi itu cowok. Karena, kalian berdua nggak ada status apapun. Bingung, nggak, lo?"

"Alen nggak suka cowok lain, Fin," ucap Alan tajam. Seolah tak terima dengan pernyataan Alfin.

Alfin tersenyum tipis.

"Nggak ada yang tau, Lan."

Alan mengerutkan kening, tatapanya berganti menyelidik ke Alfin.

"Lo mau deketin Alen, Fin?"

Senyum di wajah Alfin langsung menghilang berganti dengan tatapan dingin ke Alan.

"Gue nggak suka cewek bodoh, Lan."

Alan sontak berdiri dengan wajah sangat kesal.

"Alen nggak bodoh, Fin!"

*****

Alen masuk ke dalam kamarnya dengan langkah gontai. Energinya terasa habis karena berdebat panjang dengan Ara. Alen langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Pandanganya menerawang langit-langit dinding kamarnya.

"Gue harus buat Kak Alan cemburu?"

Alen menghela napas panjang, kepalanya terasa semakin berat.

"Gue nggak pernah lihat Kak Alan cemburu sepanjang gue pacaran sama dia dulu."

Alen lagi-lagi menghela napasnya, lebih panjang.

"Apa gue bisa buat Kak Alan cemburu?"

Ting!

Ponsel Alen tiba-tiba bergetar, ada notifikasi masuk. Alen segera merogoh ponselnya dari saku dan mengeluarkannya.

Alen menatap layar ponselnya ada notifikasi masuk di direc message instagramnya. Alen sontak bangkit dan duduk, membaca sekali lagi pesan yang masuk.

jerista.gaumbang

Hai Alen.

Gue Jeris. Maaf kalau sikap-sikap gue buat lo nggak nyaman.

Gue hanya ingin bisa berteman baik dengan lo.

Boleh, kan?

Alen bergumam pelan, memastikan sekali lagi bahwa instagram tersebut memang benar milik Jeris kakak kelasnya.

Alen berpikir sejenak, merangkum semua kejadian yang terjadi kepadanya hari ini.

"Apa gue coba berteman dengan Kak Jeris?"

*****

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA CHAMOMILE PART EMPAT PULUH TIGANYA? SUKA NGGAK? BIKIN PENASARAN NGGAK?

KALIAN SETUJU ATAU TIDAK ALEN BERTEMAN DENGAN JERIS? 

CHAMOMILE PART 44 MAU UPDATE HARI APA? MINGGU ATAU SENIN?

JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^

Jangan lupa juga untuk pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^

Bantu share juga cerita CHAMOMILE ke teman-teman kalian ya ^^

MAKASIH BANYAK PASUKAN PEMBACA SEMUA. SELALU SAYANG KALIAN SEMUA. SEMOGA KALIAN SELALU BACA DAN SUKA CHAMOMILE. JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN YA ^^


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro