41 - HOLD ON
Assalamualaikum teman-teman Pasukan Pembaca semua. Bagaimana kabarnya? Semoga sehat selalu ya.
SUDAH SIAP BACA CHAMOMILE PART 41?
Semoga teman-teman Pasukan Pembaca semakin suka dengan CHAMOMILE ^^
Dan, Selamat membaca CHAMOMILE ^^
*****
Alan berjalan menuju kelasnya dengan bingung. Beberapa orang seperti tengah memperhatikannya. Tidak biasanya dia akan jadi perhatian seperti ini. Terakhir kali Alan mendapatkan tatapan seperti ini adalah saat hubungannya dengan Alen sebagai mantan kekasih tersebar satu sekolah.
Alan memilih mempercepat langkahnya, mulai risih dengan tatapan tersebut. Alan tidak langsung ke kelas, ia ke perpustakaan terlebih dahulu untuk membalikan buku yang dipinjamnya.
"Ternyata kebiasaan lo nggak pernah berubah Lan. Ke perpustakaan sebelum masuk kelas."
Alan menghentikan langkahnya tepat diambang pintu perpustakaan. Alan menoleh ke sumber suara, ia melihat sosok Jeris tengah berdiri tak jauh darinya.
Alan memilih diam saja, memperhatikan Jeris yang berjalan mendekatinya.
"Gimana rasanya jadi pusat perhatian pagi ini?"
Alan mengerutkan kening, merasa bahwa Jeris mengetahui sesuatu.
"Lo mau ngomong apa?" tanya Alan tak mau basa-basi.
Jeris tersenyum tipis.
"Gue cuma mau ngasih tau, siapa tau lo bingung. Video lo, gue dan Felis tersebar di banyak group sekolah," jawab Jeris.
"Video apa?" bingung Alan.
Jeris mengeluarkan ponselnya dari saku dan menunjukkan ke Alan video pertengkaran mereka kemarin sore. Alan terkejut melihat video tersebut.
Alan mendecak pelan, langsung mengetahui siapa pelakunya.
"Ulah Felis?" tebak Alan.
Jeris langsung mengangguk.
"Tentu saja. Felis dari awal sudah sengaja ingin nemui lo kemarin dan sengaja menyuruh orang untuk merekam pertemuan itu. Dan, membaginya ke semua siswa dan siswi sekolah agar semua orang tau pertengkaran lo dan Felis," jelas Jeris panjang lebar.
Alan menghela napas panjang, sudah sangat hapal sikap nekat seorang Felista.
"Kenapa lo kasih tau gue?" tanya Alan, ia merasa Jeris bukan di pihaknya dan tidak harus memberitahunya info tersebut.
Jeris melebarkan senyumnya, tangan kanannya menepuk pelan bahu Alan.
"Biar lo siap-siap dan hati-hati dari sekarang."
Alan memiringkan senyumnya.
"Hati-hati untuk apa?" sinis Alan.
Senyum di wajah Jeris seketika hilang, tergantikan sorotan dingin.
"Lo tau kan bagaimana gilanya Felis kalau ingin hancurkan orang?"
Alan merasakan tubuhnya langsung membeku sesaat dan tangannya tanpa sadar sudah terkepal kuat. Alan berusaha tetap bersikap tenang.
"Gue nggak akan takut sama lo berdua."
Jeris kembali tersenyum ramah.
"Tentu saja. Lo nggak boleh takut. Lawan kita harus tangguh biar permainan kita semakin seru, bukan?"
Alan menepis kasar tangan Jeris yang masih di bahunya, berniat untuk beranjak masuk ke dalam perpustakaan.
"Oh ya, Lan. Gue kemarin kenalan sama Alen."
Deg!
Langkah Alan seketika terhenti untuk kedua kalinya. Alan langsung membalaikkan badan dengan sorot tajam ke Jeris.
"Wah, hanaya sebut namanya aja tatapan lo udah beda," decak Jeris tak menyangka dengan reaksi Alan.
"Jangan bawa Alen dipermasalahan kita," peringat Alan.
Jeris begumam pelan.
"Dia mantan lo, kan? Mantan terindah lo."
Rahang Alan mengeras, tatapanya semakin menajam.
"Jer, urusan lo hanya sama gue. Bu..."
"Dia cantik dan gue tertarik, Lan."
Kedua tangan Alan kembali terkepal kuat mendengar pengakuan Jeris. Alan melangkah mendekat masih dengan tatapan dinginnya.
"Jangan pernah dekatin Alen," ucap Alan sungguh-sungguh.
Bukannya takut dengan peringatan Alan, Jeris malah tersenyum puas.
"Kenapa? Lo masih suka sama Alen? Lo mau balikan sama Alen?"
"Jer, gue udah peringatin lo!"
Jeris tertawa pelan.
"Gue jadi semakin penasaran sama Alena Chamomile."
Emosi Alan seketika naik, Alan sudah bersiap untuk melawan Jeris. Namun, kedatangan Alfin yang tepat waktu, menghentikan percekcokan Alan dan Jeris. Alfin langsung menjauhkan Alan dari Jeris.
"Lan, jaga emosi lo," bisik Alfin.
Alan tersadarakan, ia menghembuskan napasnya sebenyak mungkin.
"Jeris nggak waras Fin!" kalut Alan.
Alfin menepuk pelan bahu Alan, mencoba menenangkan. Setelah itu. Alfin berbalik dan berjalan mendekati Jeris yang masih bersikap santai dan tersenyum seolah tidak terjadi apapun.
"Jer, cukup," pinta Alfin.
"Apa yang cukup Fin? Gue bahkan memulai apapun."
"Lo tau kan gue akan selalu di pihak Alan."
Jeris mengangguk.
"Sangat tau. Dan, lo juga tau kan gue akan selalu di pihak Felis."
Alfin ikut mengangguk.
"Lo balik ke kelas sekarang. Sebentar lagi bel bunyi," suruh Alfin tetap tenang.
Jeris menghela napas berat.
"Padahal lagi seru Fin. Lo ganggu aja."
"Balik ke kelas Jer," ucap Alfin menambahkan penekanan.
Jeris akhirnya mengangguk menurut.
"Nitip salam nggak?" tanya Jeris sebelum pergi.
"Apa?" bingung Alfin.
Jeris tersenyum tipis sembari menepuk pelan bahu Alfin.
"Gue salamin ke Felis. Dia pasti senang."
Alfin melengos, ia berniat membalas ucapan Jeris namun cowok menyebalkan itu sudah beranjak pergi. Alfin pun hanya bisa geleng-geleng pasrah.
"Dia bilang apa Fin?" tanya Alan mendekati Alfin.
Alfin menoleh, melihat Alan sudah berdiri di sampingnya. Alfin tersenyum kecil.
"Nggak ada. Gue suruh dia balik ke kelas."
Alan terkekeh pelan.
"Ternyata kebiasaan dia nurut sama lo nggak pernah hilang."
Alfin ikut tertawa.
"Gue juga heran. Padahal sudah lama."
Alan mengedarkan pandangannya, tak ada siapapun kecuali dia dan Alfin.
"Lo ngapain ke perpustakaan?" tanya Alan tak biasanya Alfin datang ke perpustakaan dan masih membawa tasnya.
Alfin menunjuk Alan.
"Gue ngikutin lo."
"Ngapain?"
Alfin menggaruk-garuk pelipisnya tak tak gatal, senyumnya mengembang lebih lebar.
"Gue kira lo ke kantin. Gue mau minta jatah makan."
*****
Alen menatap Ara yang sedang sibuk dengan ponselnya. Kemarin sore Ara tiba-tiba menyusulnya ke toko bunga sang Mama karena video Alan dan Jeris yang tersebar di group kelasnya. Alen masih tidak mengerti permasalahan apa antara Alan dan Jeris.
Alen mendekatkan tubuhnya ke Ara.
"Ara," panggil Alen, masih penasaran.
"Hm?" dehem Ara tanpa mengalihkan tatapanya.
"Gue mau tanya."
"Tanya apa? Gue masih kaya? Masih Len!"
"Bukan itu!"
"Terus apa? Uang jajan gue banyak? Banyak banget. Lo mau gue santunin?"
Alen menghela napas panjang, kesabarannya benar-benar diuji dengan bibir kejam seorang Ara.
"Soal Kak Alan dan Kak Jeris!" pekik Alen pelan.
Sontak Ara langsung menurunkan ponselnya dan menatap Alen sangat cepat.
"Gimana? Lo sudah tanya ke Kak Alan?" seru Ara langsung heboh.
"Diajak gosip aja baru cepet kek kilat!" dengus Alen.
"Gimana? Kak Alan jawab apa?"
Alen menggeleng kecil.
"Gue nggak berani tanya. Kan, lo tau gue udah niat jauhin Kak Alan," jawab Alen.
Ara mendengus pelan, tidak puas dengan jawaban Alen. Padahal kemarin Ara sudah meminta Alen agar langsung bertanya ke Alan mengenai permasalahan antara Alan dan Jeris yang membuat satu sekolah geger.
"Kira-kira ada masalah apa ya antara Kak Alan, Jeris dan Felis?" lirih Ara semakin ingin tau.
"Lo yang ratu gosip aja nggak tau apalagi gue."
Ara menatap Alen lekat.
"Makanya gue minta lo tanya ke Kak Alan langsung. Kak Alan pasti ngasih tau lo, Len."
"Nggak mau. Gue nggak mau hati gue melemah lagi karena berhadapan dengan Kak Alan," tolak Alen sungguh-sungguh.
"Terserah lo deh! Tapi, lo harus ingat Alena..." Ara menggantungkan ucapannya.
Alen menatap Ara was-was.
"Ingat apa?"
Ara tersenyum licik, kemudian menunjuk ke arah Sanda yang sedari tadi asik tidur sembari mendengarkan musik di earphonenya.
"Lo harus tetap kabulkan permintaan Sanda. Ajak Kak Alan ke Dies Natalis sekolah. Dan, tingga dua bulan lagi. Oke?"
Sial! Alen hampir lupa akan permintaan sakral Sanda. Alen pun hanya bisa menghela napas panjang, kepalanya mendadak terasa berat dihantam kenyataan yang cukup pait.
"Ara," panggil Alen melas.
"Apa?" sinis Ara.
"Santunan lo masih berlaku, nggak?"
*****
Alen buru-buru keluar kelas di tengah pelajaran bahasa indonesia. Alen merasa ia sedang datang bulan. Alen mempercepat langkahnya ke toilet. Namun saat Alen masuk ke dalam toilet, ia tak sengaja berpapasan dengan Felis dan Vanya.
Langkah Alen seketika memelan.
"Permisi, Kak," ucap Alen dengan sopan.
Felis yang semula menatap ke kaca langsung berbalik ke arah Alen dengan sebuah senyum penuh arti.
"Jadi ini Van, mantan terindahnya Alan?"
Deg! Alen yang baru saja ingin membuka pintu bilik toilet langsung terurungkan, nyalinya mendadak menciut karena ucapan Felis.
"Iya Fel. Alen namanya," jawab Vanya dengan santainya.
"Cantik sih, tapi katanya peringat paling bawah, ya?"
Sial! Alen merasa mereka berdua sangat sengaja membicarakannya dengan blak-blakan. Sejenak Alen bingung harus bereaksi bagaimana. Ia tidak ingin melawan karena ingat mereka berdua kakak kelasnya dan Alen juga tidak ingin mencari masalah. Hanya saja, keduanya mulai kelewatan.
"Iya Fel, gue denger-denger gitu."
"Oh jadi tipe Alan yang cantik tapi bodoh gitu? Biar lebih mudah untuk dimainin?"
Alen menguatkan tangananya pada pegangan pintu, kesabarannya mulai habis.
"Nggak tau, gue juga heran Alan bisa mau sama dia."
Felis tertawa sinis.
"Cabut yuk. Kasihan dia, pasti tertekan dan tahan emosi karena ucapan kita."
Alen akhirnya bisa bernapas lebih bebas. Alen bersyukur ia masih mengendalikan emosinya meskipun semua ucapan Felis dan Vanya terasa sangat menyakitkan baginya.
Alen tertunduk lemah.
"Memang kenapa kalau gue cantik tapi bodoh?"
Alen mencoba menguatkan hatinya dan kembali mengangkat kepalanya sembari menatap ke depan dengan tajam.
"Kalau gue pinter juga, nanti semua orang pada bilang, Kenapa Tuhan nggak adil!!" dengus Alen sebal.
*****
Alen merasa moodnya hancur karena Felis dan Vanya. Ucapan kedua gadis itu masih terus terngiang di kepala Alen, dan terasa sangat menyebalkan. Alen sekarang lebih paham dengan peringatan Ara mengenai Felis.
Gadis itu memang sangat menyebalkan!
"Lo bolos, ya?"
Alen terkejut bukan main. Langkahnya langsung memundur saat Jeris tiba-tiba muncul di depannya.
"Ka... Kak Jeris," lirih Alen.
"Lo inget nama gue?" sumringah Jeris.
Alen menggeleng cepat.
"Nggak ingat," elak Alen.
Jeris tertawa, gemas dengan tingkah Alen.
"Panggil aja Jeris, nggak usah, Kak."
Alen mengangguk saja, ia ingin buru-buru kembali ke kelasnya. Namun, Jeris sengaja menghadangnya dan tidak memberikan jalan untuknya.
"Kak, maaf. Gue mau balik kelas."
"Nggak mau," tolak Jeris.
Alen menghela napas berat, ia menatap Jeris dengan memohon.
"Gue ada ulangan, Kak," bohong Alen berharap Jeris akan mengasihaninya dan memberikan jalan.
Jeris tersenyum penuh arti, kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya dan menyodorkan ke Alen.
"Kasih nomer lo dulu, Alena."
*****
#CuapCuapAuthor
BAGAIMANA CHAMOMILE PART EMPAT PULUH SATU? SUKA NGGAK?
KIRA-KIRA ALEN KASIH NOMERNYA NGGAK KE JERIS?
CHAMOMILE PART 42 MAU UPDATE HARI APA? SELASA ATAU RABU?
JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^
Jangan lupa juga untuk pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^
MAKASIH BANYAK PASUKAN PEMBACA SEMUA. SEMOGA SELALU SUKA DAN DUKUNG CERITA-CERITA AKU YA. SELALU SAYANG KALIAN SEMUA. DAN, JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN SEMUANYA ^^
Salam,
Luluk HF
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro