Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

40 - WHAT'S WRONG?

Assalamualaikum teman-teman Pasukan Pembaca. Bagaimana kabarnya? Semoga sehat selalu ya. 

SUDAH SIAP BACA CHAMOMILE PART 40? 

Sebelumnya aku mau infoin juga. Insyaallah aku usahakan update Chamomile lebih sering. Satu minggu aku usahakan update 2-3 part. Tapi, maaf ya kalau partnya lebih pendek dari biasanya tapi aku usahakan untuk rutin update 2-3 part dalam seminggu ^^

Kalian sendiri lebih suka mana nih?

1. Update seminggu sekali tapi partnya lumayan panjang

2. Update seminggu 2-3x tapi partnya pendek

DAN, SELAMAT MEMBACA CHAMOMILE. SEMOGA SUKA ^^

*****

Alan, Alfin, Gesa dan Jaka tidak langsung pulang, mereka janjian untuk bermain basket terlebih dahulu di lapangan outdoor sekolah.

Alan keluar duluan dari ruang ganti dengan membawa bola basket. Namun, langkah Alan terhenti ketika tak sengaja berpapasan dengan Jerista dan Felista. Keadaan mendadak jadi hening dan tegang.

"Lan, lo..." Alfin yang menyusul keluar terpaksa ikut berhenti. Alfin sama terkejutnya dengan Alan.

Tak lama kemudian Gesa dan Jaka juga keluar dan melakukan hal yang sama seperti Alfin.

"Hai, lama nggak jumpa." Felis membuka suara dahulu dengan senyum yang tak ramah tentunya.

"Gimana kabar kalian?" sambung Jeris, berbeda dengan sikap sinis Felis, Jeris terlihat lebih tenang.

Gesa maju dan berhenti tepat di samping Alan.

"Kabar kita jauh lebih baik sejak kalian berdua nggak ada," jawab Gesa dengan berani.

Felis langsung memberikan sorot tajamnya, seolah tidak terima dengan perkataan Gesa.

"Sahabat sang perusak semakin berani, ya," cibir Felis tak mau kalah.

"Siapa yang lo sebut perusak? Bukannya lo berdua yang merusak diri sendiri?" tajam Gesa terus membela Alan.

Felis mendecak jengah, tatapanya beralih ke Alan, lebih tajam.

"Lo sekarang punya juru bicara, Lan? Nggak bisa bicara sendiri atau lo takut sama kita berdua?" tanya Felis menyindir keras.

Alan tersenyum kecil.

"Gue nggak pernah takut sama lo berdua karena gue nggak salah."

"Wah, lo beneran berhati dingin banget. Lo nggak salah?" Felis tertawa sinis. Ia mencoba melangkah maju lebih dekat dengan Alan.

"Fel, stop," cegah Jeris cepat menahan lengan Felis.

Felis menoleh ke Jeris masih dengan sorot penuh amarah.

"Lepasin Jer. Gue nggak terima sama ketidak tau dirian dia!"

Jeris pun akhirnya pasrah melepaskan lengan Felis, membiarkan kembarannya itu mulai meluapkan amarahnya.

Dan, benar saja Felis dengan berani berdiri tepat di depan Alan, menatap Alan tanpa rasa takut sedikit pun.

"Alan, apa perlu gue ingatin lagi apa yang udah lo lakuin ke gue dan Jeris?"

"Nggak perlu, gue lebih ingat."

"Dan, lo bilang nggak salah?" tajam Felis.

"Hm. Gue nggak salah."

Felis mengepalkan kedua tangannya kuat, amarahnya semakin memuncak. Perlahan tangan Felis terangkat, jari telunjuknya ia arahkan tepat di wajah Alan.

"Gara-gara...."

"Hentikan Fel!"

Ucapan Felis langsung terhenti saat itu juga ketika mendengar suara Alfin. Felis langsung menoleh ke Alfin yang sedang berjalan ke arahnya. Alfin meraih jari telunjuk Felis dan menurunkannya.

"Hentikan. Lo jelas tau siapa yang harus disalahkan."

Felis tersenyum miris.

"Ini sapaan pertama lo setelah lama nggak ketemu gue, Fin?"

"Alan nggak salah. Baik lo dan Jeris sadar akan itu."

"Lo beneran nggak berpihak ke gue?"

Alfin melepaskan tangan Felis kemudian menggeleng.

"Gue hanya berpihak ke yang benar," jawab Alfin tenang.

"Jadi, sekarang lo benci sama gue, Fin?"

Alfin tak menjawab, hanya memberikan sebuah senyuman tipis yang Felis sendiri tidak mengerti arti dari senyuman itu.

Felis mendengus kasar, kekesalannya semakin memuncak. Namun, Felis berusaha menahannya. Ya, demi seorang Alfin.

Felis kembali menatap ke Alan dengan jengah.

"Gue nggak akan biarin lo hidup tenang, Lan. Nggak akan pernah!"

Setelah itu Felis langsung berbalik dan berjalan menjauh dengan segala luapan emosinya yang masih mendidih.

Sedangkan Jeris masih diposisinya, menatap Alan yang terlihat mulai tak tenang.

"Lo tau kan Lan..." ucap Jeris menggantung.

"Apa?" balas Alan berusaha tetap bersikap biasa walau sulit.

"Gue akan selalu dukung apapun yang Felis lakukan."

Tanpa menunggu balasan dari Alan atau pun lainnya, Jeris ikut berbalik dan menyusul Felis.

"Emang udah nggak waras mereka berdua! Nggak tau malu!" seru Gesa meluapkan emosinya.

"Bener banget, bisa-bisanya nyalahin orang lain," decak Jaka menambahi.

Alan menghela napas panjang, ia menoleh ke tiga sahabatnya.

"Sori, karena gue lo bertiga kena imbas juga," ucap Alan merasa bersalah.

"Lo nggak perlu minta maaf, Lan. Lo nggak salah," ucap Gesa masih terlihat kesal.

"Mending kita ke lapangan sekarang. Luapin emosi kita di lapangan aja," ajak Jaka dan disetujui yang lainnya.

Mereka berempat segera kembali melangkah menuju ke lapangan. Alfin sengaja untuk berjalan di samping Alan. Alfin merangkul bahu Alan dan menepuknya pelan.

"Kita akan selalu ada di pihak lo, Lan."

Alan menoleh ke Alfin, tersenyum mendengar ucapan tulus Alfin.

"Jadi, lo sekarang mau belain gue? Ada untungnya buat lo belain gue?" sindir Alan.

Alfin terkekeh tak menyangka Alan akan dendam dengan ucapannya.

"Ada," jawab Alfin dengan yakin.

"Apa?"

Alfin menatap ke depan, senyumnya semakin mengembang.

"Gue dapat sahabat yang baik."

*****

Kanara tak bisa berhenti memperhatikan sang putri. Sepulang sekolah, Alen datang ke toko bunganya dan tanpa berkata apa-apa langsung membantunya memotongi duri-duri bunga mawar. Hal yang tidak pernah dilakukan oleh seorang Alen.

Apalagi saat melihat putrinya memandang ke depan dengan hampa dan terus menghela napas panjang.

"Alen," panggil Kanara tak mau lagi menduga-duga sikap putrinya.

Tak ada jawaban. Alen masih diam dan fokus memotongi duri bunga mawar yang di pegang.

"Alena Chamomile."

Alen tersentak, akhirnya tersadarkan. Alen segera menoleh ke Mamanya.

"Kenapa Ma?"

Kanara geleng-geleng.

"Kamu kenapa?" tanya Kanara tanpa basa-basi.

"Alen kenapa? Alen nggak apa-apa, Ma," bingung Alen.

"Kamu lagi ada masalah?"

"Nggak Ma."

"Nilai kamu paling jelek satu kelas?"

Alen berdeham pelan.

"Kayaknya setiap hari nilai Alen yang selalu paling jelek," jawab Alen dengen enteng.

"Terus kamu bangga?" sinis Kanara.

Alen memberikan seringai lebar.

"Alen nggak apa-apa, Ma."

Kanara menyipitkan matanya, masih tak percaya.

"Berat badan kamu naik lagi? Kamu rahasiain ke Mama berat badan kamu mentang-mentang sudah lama Mama beri kelonggaran ke kamu?" serbu Kanara berbondong.

Alen menghela napas panjang, mulai tak terima dengan tuduhan Mamanya.

"Berat badan Alen aman, Ma. Kalau nggak percaya pulang nanti Alen timbang badan Alen. Dan, Alen benar-benar nggak ada masalah. Oke Mama Kanaran?"

Kanara tentu saja masih tidak percaya. Apalagi mengingat tatapan hampa putrinya beberapa menit tadi.

"Kamu ada masalah sama Alan?"

Deg! Alen langsung terbungkam. Kali ini pertanyaan Mamanya tepat pada sasaran. Alen tidak tau harus menjawab Apa.

Kanara tersenyum sinis, merasa berhasil menebak masalah putrinya.

"Ternyata benar itu masalahnya," dengus Kanara.

Kanara geleng-geleng kembali, ia segera merebut gunting dan bunga mawar yang dipegang oleh Alen.

"Nggak usah cinta-cintaan kalau nggak siap sakit hati," peringat Kanara.

Alen mendecak pelan.

"Siapa yang cinta-cintaan!" dengus Alen sebal.

Kanara menatap putrinya tajam.

"Selalu jaga berat badan dan penampilan kamu! Jangan seperti SMP dulu atau kamu tau akibatnya," peringat Kanara sungguh-sungguh.

Nyali Alen langsung menciut, Alen meneguk ludahnya susah payah.

"Iya, Ma."

Alen bernapas panjang setelah kepergian Kanara. Apalagi ketika tatapan dingin Kanara yang membuatnya merinding. Alen sangat tau Mamanya sangat serius dengan ucapannya.

DRTTDRTTT!!

Ponsel Alen tiba-tiba berdering beberapa kali. Alen segera mengambil ponselnya dari saku dan melihat banyak notifikasi di group kelasnya. Alen segera membuka group tersebut.

Alen termenung sekaligus terkejut melihat beberapa foto yang di shareAndin. Dimana foto tersebut terlihat ada Alan, Alfin, Gesa dan Jaka yang sedang berhadapan dengan Felis dan Jeris. Raut wajah mereka semua terlihat begitu tegang dan seperti orang yang sedang berseteru.

Gue dapat di group anak basket kelas satu. Katanya Kak Alan dan Kak Jeris bertengkar hebat di depan ruang ganti cowok.

Begitulah penjelasan Andin setelah mengirim beberapa foto tersebut.

"Kak Alan? Kak Jeris?"

Alen mengerutkan keningnya, masih tak paham.

"Mereka bertengkar? Kenapa?"

Ponsel Alen berdering kembali, ada panggilan dari Ara. Alen pun segera menjawabnya.

"Lo di mana Len?"

Alen terkejut mendengar suara Ara yang seperti orang buru-buru.

"Toko bunga Mama gue," jawab Alen.

"Lo udah lihat foto yang disebar sama Andin?"

"Iya, gue sudah lihat."

"Gue ke toko bunga Mama tiri lo sekarang."

Bip!Tanpa memberikan penjelasan, panggilan ditutup begitu saja oleh Ara. Alen menatap layar ponselnya dengan bingung.

"Sebenarnya ada apa antara Kak Alan dan Kak Jeris?

******

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA CHAMOMILE PART EMPAT PULUH? MAKIN PENASARAN NGGAK SAMA HUBUNGAN ALAN, JERIS DAN FELIS?

CHAMOMILE PART 41 MAU UPDATE HARI APA NIH? 

JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^

Jangan lupa juga untuk pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^

MAKASIH BANYAK PASUKAN PEMBACA SEMUA. SELALU SAYANG KALIAN SEMUA DAN JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN YA ^^ 


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro