Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

39 - CAN'T

Assalamualaikum teman-teman Pasukan Pembaca semua. Bagaimana kabar kalian semua? Sebelumnya aku minta maaf sebesar-besarnya ya karena lama banget belum bisa update. Dan, baru bisa update sekarang. Maaf ya semuanya. 

Semoga teman-teman sehat selalu ya Amin. 

SIAPA YANG SUDAH KANGEN BACA CHAMOMILE? 

Sebelumnya aku ada info. Buat teman-teman Pasukan Pembaca semua. Aku akhirnya update lagi MARIPOSA FULL VERSION (VERSI WATTPAD) di akun Karyakarsaku. Buat teman-teman Pasukan Pembaca yang kangen baca MARIPOSA PERTAMA YANG VERSI WATTPAD. Silahkan bisa baca di akun karyakarsaku ya : luluk_hf. 

AKU SUDAH UPDATE MARIPOSA FULL VERSI WATTPAD SAMPAI PART EPILOGNYA ^^ 

CARANYA :

-Download aplikasi Karyakarsa di Playstore atau Appstore lalu follow akun : lulukhf

atau

- Langsung buka di web browser (safari atau chrome) kalian : www.karyakarsa.com/lulukhf

YANG KANGEN BACA MARIPOSA DARI PART AWAL AYO BACA SEKARANG JUGA MARIPOSA FULL VERSIONNYA ^^ 

DAN, SELAMAT MEMBACA CHAMOMILE ^^ 

*****

"Boleh kenalan, nggak?"

Alen tertegun, menatap cowok itu dengan bingung. Apalagi saat cowok itu semakin melebarkan senyumnya. Alen harus mengakui cowok dihadapannya sekarang memiliki paras yang tampan dan senyum yang menawan.

"Nama gue Jerista, panggil aja Jeris. Nama lo?" lanjut cowok bernama Jeris karena tak ada balasan dari Alen.

Kedua mata Alen langsung melebar, terkejut mendengar nama cowok di hadapanya. Ya, nama orang yang baru saja dijelaskan oleh Ara tadi pagi. Dan, Alen sangat ingat bagaimana Ara memperingatinya untuk tidak berurusan dengan seorang Jerista.

"Hei." Jeris menyadarkan Alen dan saat itu Alen langsung tersentak kaget.

"Alen," jawab Alen tanpa sadar.

Jeris tersenyum lebih lebar, senang mendengar jawaban Alen. Dengan sedikit memaksa, Jeris memberanikan diri menarik tangan Alen dan menjabatnya. Kedua kalinya Alen dibuat terkejut dengan sikap Jeris.

"Cantik namanya," puji Jeris.

Alen segera menarik tangannya dan memundurkan langkahnya, menjaga jarak dengan Jeris.

"Boleh minta nomer lo, nggak?" tanya Jeris semakin berani.

"Maaf gue buru-buru." Dengan cepat Alen membalikan badan dan kabur dari hadapan Jeris. Alen mendadak takut apalagi jika dia mengingat cerita Ara dengan dua kembar Jerista dan Felista, membuat Alen ngeri sendiri.

Sedangkan Jeris masih berdiri di tempatnya dengan senyum tak bisa dijelaskan, pandangannya mengikuti kepergian Alen.

"Alena Chamomile."

*****

Setelah memberikan salad kepada Alen, Alan menyusul teman-temannya ke kantin. Alan segera mengambil duduk di samping Alfin.

"Bakso lo udah gue pesenin, Lan," ucap Jaka memberitahu.

Alan mengangguk singkat.

"Thanks."

Alfin menoleh ke Alan, merasa ada yang aneh dengan sikap sahabatnya itu.

"Lagi ada masalah?" tanya Alfin cukup pelan agar tak terdengar oleh Jaka dan Desta yang sedang sibuk memakan nasi goreng mereka.

Alan menggeleng.

"Nggak."

"Wajah lo nggak bisa bohong."

Alan akhirnya menoleh ke Alfin.

"Gue emang nggak bakat jadi maling."

"Nggak lucu," balas Alfin kejam.

Alan mendecak kesal, selalu saja dia yang kalah jika berdebat dengan Alfin. Alan menghela napas panjang.

"Alen," lirih Alan menggantung.

Alfin mengerutkan kening, masih tak paham.

"Bisa nggak kalau cerita jangan setengah-setengah."

"Gue lagi pengin telur mata sapi setengah matang," balas Alan penuh tekad.

"Tetap nggak lucu, Lan."

Alan memberikan sorot tajam kepada Alfin yang tidak mau mengalah kepadanya dan terus menyudutkannya.

"Alen jauhin gue," pasrah Alan akhirnya memilih untuk cerita kepada Alfin.

"Karena?"

"Gue jelasin alasan kenapa gue nggak mau balikan sama dia."

"Lo jelasin ke Alen?" tanya Alfin memastikan.

"Iya dan Alen mutusin untuk jauhin gue."

"Emang alasan lo apa?"

Alan terdiam sejenak, bayangan kejadian semalam kembali memutar di kepalanya.

"Gue takut Alen akan ninggalin gue lagi."

Kini giliran Alfin yang memberikan helaan napas panjang. Alfin menepuk-nepuk pelan punggung Alan.

"Nggak apa-apa Lan. Wajar lo takut."

Alan tertegun mendengar balasan Alfin. Tak biasanya cowok itu akan membelanya.

"Tapi Alen jauhi gue karena alasan itu," perjelas Alan.

"Wajar juga. Dia pasti merasa bersalah."

Alan mengerutkan kening, merasa janggal dengan jawaban Alfin kali ini.

"Gue boleh tanya Pin?"

"Feel free. Apa?"

"Lo belain gue atau Alen?"

"Nggak dua-duanya. Nggak ada untungnya buat gue belain lo atau Alen."

Alan mengangguk-angguk, harusnya dia tidak berharap besar kepada sosok Alfin yang selalu memberikan jawaban paling kejam.

Alan kembali menatap ke depan, kepalanya terasa lebih berat.

"Gue harus gimana sekarang?"

"Apanya yang gimana?"

"Gue nggak mau Alen jauhin gue," jujur Alan, tak ingin menyembunyikannya. Alan sangat butuh saran saat ini.

Kali ini Alfin tak langsung membalas, cowok itu menatap Alan lebih lekat.

"Gue harus gimana, Pin?" tanya Alan sekali lagi meminta saran.

Alfin tersenyum kecil, namun bukan juga sebuah senyum yang ramah. Perlahan, Alfin menunjuk ke arah depan.

"Lo makan bakso lo dulu. Nggak usah dikunyah, langsung telan aja," suruh Alfin.

"Mati kesedek gue, Pin."

"Itu tujuannya."

Uhuukk!!

Alan yang akan membalas ucapan kejam Alfin terurungkan karena suara dehaman keras Gesa. Baik Alan dan Alfin menoleh ke Gesa dengan tatapan bingung.

"Kenapa?" tanya Alan bingung.

Gesa memberikan lirikan.

"Felista," ucap Gesa dengan cepat dan cukup pelan.

Alan, Alfin dan Jaka langsung menoleh bersamaan ke meja samping mereka. Dan, benar saja mereka berempat dengan jelas melihat sosok Felis yang duduk di meja samping mereka dengan senyum sinis dan tatapan yang tak bisa dibilang ramah.

"Nggak jadi makan deh. Tiba-tiba napsu makan gue langsung hilang," ucap Felis dengan sengaja dilantangkan.

Felis yang baru saja duduk langsung kembali berdiri. Kedatangannya barusan seolah memang sengaja memperlihatkan kehadirannya kepada Alan, Alfin, Jaka dan Gesa.

Felis hendak beranjak dari kantin, namun sebelum ia benar-benar pergi, Felis menyempatkan untuk menatap Alan kemudian tersenyum lebih sinis.

Gesa yang melihat itu merasa tidak terima karena Felis seolah ingin merendahkan Alan. Namun, saat Gesa ingin berdiri, Alfin langsung mencegahnya.

"Gila tuh cewek!" seru Gesa setelah kepergian Felis.

"Nggak ada malunya banget," tambah Jaka.

"Tahan emosi kalian," peringat Alfin.

Gesa dan Jaka geleng-geleng bersamaan, masih terkejut melihat keberadaan Felis secara terang-terangan.

Gesa, Jaka dan Alfin menatap ke Alan yang hanya diam, tidak bereaksi apapun.

"Lo nggak apa-apa, Lan?" tanya Jaka mewakili.

Alan tersadarkan, kemudian menggeleng kecil.

"Nggak," jawab Alan singkat.

"Baru Felis yang kita temui, belum si Jeris. Sama-sama gila dua-duanya," decak Jaka.

"Lan, lo nggak perlu merasa takut sama Felis dan Jeris. Lo nggak pernah salah. Semua yang lo lakuin itu benar. Bahkan, kalau itu terulang kembali, gue akan dukung lo lakukan hal sama. Ngerti?" ucap Gesa memberikan dukungan ke Alan.

Alan terkekeh pelan.

"Ngerti Ges. Gue baik-baik aja," ucap Alan berusaha meyakinkan.

"Nggak usah terlalu dipikirin! Lo nggak kehilangan teman sama sekali. Lo masih punya kita berdua, Lan," ucap Gesa menambahkan.

"Lah, kurang satu Ges. Bertiga kita," protes Jaka.

Gesa menatap Jaka.

"Alfin nggak dihitung," ucap Gesa kejam.

"Kenapa gitu?" sahut Alfin dengan tatapan santainya.

Gesa langsung menoleh ke Alfin dengan jari telunjuk mengarah ke Alfin.

"Karena lo punya hubungan gelap dengan Felis."

Alfin yang semula terlihat tenang mendadak raut wajahnya langsung berubah menajam.

"Tahan emosi Pin," cegah Jaka menirukan gaya suara Alfin.

Alfin menghela napas berat, berusaha untuk sabar melihat dua sahabatnya yang sengaja sedang menolok-olokknya.

Alan tak bisa menahan tawanya, sangat puas melihat Alfin yang kualahan karena godaan dari Gesa dan Jaka.

Alan menepuk pelan bahu Alfin.

"Pin," panggil Alan.

"Apa?" balas Alfin dingin.

Alan menunjuk ke mangkok bakso Alfin yang masih setengah.

"Habisin bakso lo dulu. Nggak usah dikunyah, langsung telan aja."

*****

Alen tersenyum lega akhirnya menemukan Ara dan Sanda di kelas. Alen langsung menghampiri Ara saat itu juga.

"Ra! Gawat!" ucap Alen dengan napas ngos-ngosan.

Ara dan Sanda menatap Alen terkejut sekaligus bingung.

"Apanya yang gawat? Lo nggak dapat uang jajan lagi dari Mama tiri?" balas Ara mulai heboh.

"Bukan itu."

"Mama tiri lo akhirnya tobat menjadi Mama kandung?" tebak Ara lagi.

"Itu nggak mungkin!"

"Terus apa, Alen? Jangan bikin penasaran!" seru Ara tak sabar.

Alen mengatur napasnya sejenak.

"Pelan-pelan, Len," ucap Sanda mengingatkan.

Alen mengangguk-angguk dan berusaha mengatur napasnya sekali lagi.

"Jadi, gue tadi..." Alen menatap ke arah Sanda dan Ara bergantian.

"Gue tadi apa?" Ara semakin penasaran.

Alen perlahan mendekatkan dirinya ke arah Ara dan Sanda.

"Gue tadi nggak sengaja nabrak Kak Jeris dan dia minta kenalan."

"HAH? APA? JERIS?"

Alen dan Sanda langsung membekap mulut Ara yang sudah berkoar seperti toa masjid. Alen menarik Ara agar duduk kembali.

"Pelan-pelan, Ra," pekik Alen kesal.

"Sori, kelepasan saking kagetnya. Gimana? Kok bisa?" Ara masih belum mengerti.

Alen menghela napas panjang, berusaha sabar untuk menjelaskan.

"Gue tadi kan hindarin Kak Alan. Terus lari ke perpustakaan. Dan, nggak sengaja nabrak Kak Jeris. Gue udah minta maaf tapi tiba-tiba Kak Jeris tanya nama gue dan minta nomer gue."

"Lo kasih nomor lo? Nggak kan? Lo nggak kasih kan Len? Lo nggak sebodoh itu kan?" pekik Ara tak sabar.

Alen mendesis kecil.

"Tenang aja, gue nggak sebodoh itu. Gue nggak kasih nomer gue."

"Bagus!Good job, Alen!" puji Ara lega.

"Tapi...."

"TAPI APA?" Ara langsung kembali heboh.

"Ra, pelan-pelan," peringat Sanda kedua kalinya.

"Maaf, Sanda."

"Jadi, tapi apa, Len?" tanya Sanda meminta Alen untuk kembali menjelaskan.

"Tapi gue nggak sengaja kasih tau nama gue ke Kak Jeris."

Ara menghela napas sangat panjang sembari mengelus-elus dadanya.

"Nggak apa-apa Len. Untung hanya nama dan cukup itu aja yang lo kasih tau. Oke?"

Alen bergumam pelan.

"Beneran semenakutkan itu ya Kak Jeris?" tanya Alen ingin memastikan sekali lagi.

Kedua mata Ara langsung melotot tak santai mendengar pertanyaan dari Alen. Ara langsung mendekatkan tubuhnya ke Alen.

"Len, lo ingat kan peringatan gue tadi pagi?" tajam Ara.

"Ingat."

"Lo harus ingat dan selalu ingat! Sekali lagi gue tekankan, jangan pernah ada urusan dengan Jeris maupun Felis. Lo nggak boleh dekat-dekat, mengerti?"

"Bahaya banget, ya?"

"Banget Alen yang cantik tapi seringnya bodoh!" gemas Ara.

"Gue lihat tadi dia kayak orang baik dan cukup ramah."

Ara menggeleng cepat dengan tangan ikut mengibas-kibas.

"Semuanya hanya kedok! Palsu! Baik Jeris maupun Felis sama-sama orang yang menyebalkan. Gue udah kenal mereka nggak Cuma satu tahun atau dua tahun. Gue kenal mereka sangat lama Alen! Lo percaya gue, kan?"

Alen bergumam ragu.

"Percaya sama lo nggak termasuk murtad, kan?"

"Musyrik Len, bukan murtad!" gemas Sanda tak paham lagi dengan isi kepala sahabatnya.

"Iya, maksud gue itu, Musyrik," ralat Alen cepat.

Ara mendecak sinis.

"Nggak! Lo nggak akan sesat! Malah kalau lo percaya sama Jeris, lo akan disesatkan sama dia! Jadi, sekali lagi gue peringatin lo Alena. Jangan dekat-dekat Jeris. Mengerti?"

Alen mengangguk yakin.

"Mengerti, Ara."

Ara akhirnya bisa bernapas lega dan tersenyum senang. Ara merangkul bahu Alen.

"Kalau lo diganggu lagi sama Jeris, bilang aja ke gue."

Alen tersenyum lebar.

"Lo pasti akan jagain gue, kan?"

Ara mengangguk tanpa keraguan sedikit pun.

"Pasti Alen. Di dunia ini nggak ada yang boleh sakitin lo atau hina lo kecuali Mama tiri lo dan gue!

Alen langsung menepis kasar rangkulan Ara, senyum di wajahnya sirna seketika.

"Sejak kapan lo jadi pengikut Mama gue?" sinis Alen.

Ara mengembangkan senyumnya dengan lagak dimanis-maniskan.

"Sejak gue sadar lo nggak bisa jawab perkalian tujuh kalian sembilan!"

*****

Setelah bel pulang sekolah, Alen langsung bergegas keluar dari kelas duluan, meninggalkan Ara dan Sanda. Alen lagi-lagi mencoba untuk tidak berpapasan dengan Alan. Alen bersungguh-sungguh untuk menghindari Alan.

Namun, nyatanya Alan lebih pandai dari pada Alen. Cowok itu sudah berdiri di depan motor Alen entah sejak kapan. Padahal Alen sudah yakin bahwa bunyi bel pertama dia langsung kabur keluar kelas.

Alen memelankan langkahnya ketika kedua matanya berpapasan dengan Alan. Apalagi saat Alan tersenyum kepadanya, membuat hati Alen ingin melemah saja!

Alen berusaha untuk bersikap tetap tenang.

"Kak Alan ngapain berdiri di sana?" tanya Alen tak memberikan waktu bagi Alan untuk berbasa-basi.

"Nungguin lo," jawab Alan enteng.

"Buat apa nungguin gue?"

Alan tetap mempertahankan senyumnya.

"Gue mau tanya sesuatu."

"Penting, nggak?" sinis Alen.

"Penging banget."

"A... Apa?" Alen mendadak penasaran.

Alan nampak senang mendengar suara Alen sedikit melunak.

"Besok lo mau gue bawain sarapan apa?"

Alen terkejut mendengarnya. Sejak kapan Alan berubah seperhatian ini. Kenapa Alan terus saja mengombang-ambingkan hatinya seperti inI! Alen berdeham pelan lagi-lagi berusaha untuk menguatkan hatinya agar tidak melemah.

"Nggak perlu," tolak Alen ketus.

"Alen gu..."

"Bisa minggir nggak? Gue mau pulang!" potong Alen cepat.

Alen menggeleng.

"Jawab dulu pertanyaan gue."

"Gue nggak perlu lo bawain sarapan Kak. Gue bisa sarapan dari rumah."

"Salad lagi mau?" tanya Alan tanpa mempedulikan kekesalan Alen.

"Nggak mau!" tolak Alen cepat.

"Sandwich mau?"

"Nggak mau Kak Alan!"

Alan terdiam sejenak, langkahnya mendekat perlahan.

"Terus lo maunya apa?"

Alen merasakan tubuhnya langsung membeku di tempat saat jaraknya dengan Alan sekarang cukup dekat. Apalagi tatapan Alan yang berubah begitu hangat. Hati Alen semakin bergejolak.

"Kak Alan jauhi gue," ucap Alen dengan berat hati.

Bukannya marah dan bukannya kecewa mendengar penolakan Alen. Alan malah tersenyum. Seolah kata penolakan itu sudah kenyang di telinga Alan.

Tangan Alan bergerak menyentuh rambut Alen dan mengacak-acaknya lembut.

"Maaf, gue nggak bisa jauhi lo lagi, Alena."

*****

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA CHAMOMILE PART TIGA PULUH SEMBILAN? SUKA NGGAK?

KIRA-KIRA APA YANG AKAN TERJADI ANTARA ALEN, ALAN DAN JERIS? 

SUDAH SIAP UNTUK BACA CHAMOMILE PART 40? 

KALAU HARI RABU AKU UPDATE CHAMOMILE PART 40, SETUJU SEMUA NGGAK? ^^ 

SAMPAI JUMPA DI CHAMOMILE PART 40 ^^ 

JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^

Jangan lupa juga untuk pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^

DAN, AYO BAGI YANG KANGEN BACA MARIPOSA PERTAMA FULL VERSI SAMPAI PART EPILOG BISA SEGERA BACA YA DI AKUN KARYAKARSAKU ^^ 


CARANYA :

-Download aplikasi Karyakarsa di Playstore atau Appstore lalu follow akun : lulukhf

atau

- Langsung buka di web browser (safari atau chrome) kalian : www.karyakarsa.com/lulukhf

MAKASIH BANYAK TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA SEMUA. KANGEN BANGET SAMA KALIAN. SELALU JAGA KESEHATAN YA. SAYANG KALIAN SEMUA ^^


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro