Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

34 - KADO ULANG TAHUN

Assalamualaikum teman-teman Pasukan Pembaca semua. Bagaimana kabarnya? Semoga sehat selalu ya. 

Seperti janjiku kemarin. Malam ini aku update CHAMOMILE lagi buat menemani Malam minggu kalian ^^

SUDAH SIAP BACA CHAMOMILE PART 34? 

Semoga teman-teman Pasukan pembaca selalu suka CHAMOMILE, selalu baca CHAMOMILE dan selalu support CHAMOMILE ya. Amin ^^

DAN SELAMAT MEMBACA CHAMOMILE ^^

*****

Hari ulang tahun Alen semakin dekat, tinggal tiga hari lagi. Alen mulai menyebar kartu undangan ke teman-teman kelasnya dan kakak-kakak kelas terdekatnya, terutama Alan tentunya.

"Jangan lupa datang ya," peringat Alen ke teman-teman kelasnya.

"Yang banyak makanannya, Len," seru mereka.

"Pasti, tenang aja."

"Bawa kado juga nggak Len?"

"Nggak bawa juga nggak apa-apa kok. Yang penting kalian datang," ucap Alen sungguh-sungguh.

Setelah selesai membagikannya, Alen kembali duduk di bangkunya. Ia menoleh ke Sanda dan Ara yang sedang mengobrol serius.

"Lagi bahas apa?" tanya Alen ingin bergabung.

"Kado buat ulang tahun lo," jawab Sanda dan Ara bersamaan kemudian kembali berdiskusi.

"Gue harus tutup telinga, nggak? Biar gue nggak tau hadiah yang kalian siapin?" tanya Alen malu-malu.

Ara dan Sanda langsung menoleh ke Alen.

"Lo suka boneka beruang warna cokelat atau warna merah muda, Len?" tanya Ara dengan tak berdosanya.

Alen tertegun sejenak, senyum di wajahnya langsung hilang.

"Lo berdua nggak mau gitu pura-pura sembunyiin hadiah yang mau kalian kasih ke gue?" melas Alen.

"Nggak ada rahasia. Dari pada kita udah beli dan lo nggak suka. Jadi, lo suka yang mana?" sahut Sanda tanpa basa-basi.

"Nggak suka dua-duanya!" kesal Alen langsung menjatuhkan kepalanya di atas meja dengan bibir maju beberapa centi.

"Ngambek dia, San," goda Ara.

"Udah beliin dia beruang merah muda aja," putus Sanda.

Alen melirik tajam ke Sanda.

"Gue udah bilang nggak suka!" ketus Alen.

"Terus lo mau kado apa?"

Alen bergumam pelan, perlahan kembali menegakkan tubuhnya.

"Beruang yang bisa bertelur."

Tak!! Tanpa ampun baik Ara maupun Sanda langsung melempari Alen dengan buku paket matematika mereka.

"Minta beliin sana ke mantan lo!"

****

Alen mencari keberadaan Alan dan teman-temannya di kantin. Namun sama sekali tak melihat batang hidung satu pun dari mereka. Alen ingin menyerahkan kartu undangan untuk mereka.

Alen pun mencoba ke kelas Alan. Dan, benar saja, Alen akhirnya menemukan Alan, Gesa, Jaka dan Alfin di kelas. Alen lega di kelas tersebut hanya ada empat orang tersebut, setidaknya ia tidak akan jadi bahan gosip kakak-kakak kelasnya.

Alen memberanikan diri untuk masuk.

"Kak Alan," panggil Alen pelan.

Baik Alan, Gesa, Jaka dan Alfin langsung menoleh ke arah Alen.

"Boleh masuk?" tanya Alen lagi.

"Masuk," suruh Alan.

Alen segera menghampiri Alan dan teman-temannya yang sudah memberikan senyuman menggoda kepada Alan.

"Nyari siapa Len? Kakak kelas atau Mantan?" goda Gesa yang tak pernah lelah.

Alen menggeleng dengan senyum malu.

"Ada apa?" tanya Alan.

Alen mengeluarkan empat kartu undangan dan menyerahkannya ke Alan.

"Undangan ulang tahun untuk Kak Alan, Kak Gesa, Kak Alfin dan Kak Jaka," jawab Alen.

Alan menerima kartu undangan tersebut dan membagikan kepada Alfin, Gesa dan Jaka.

"Wah, kita diundang juga nih Len?" tanya Jaka tak menyangka.

"Iya. Datang ya."

"Mau dikado apa, Len?" tanya Gesa mulai serangannya lagi.

Alen menggeleng kecil.

"Nggak perlu bawa kado, Kak."

"Yakin? Kalau dibawain Alan dibungkus di kardus masih nggak mau?"

Alan menyenggol lengan Gesa cukup kencang, memberikan tanda agar cowok itu diam. Namun, bukan Gesa namanya kalau pantang menyerah. Sedangkan Alen tidak bisa menjawab saking gugupnya. Ia hanya bisa tersenyum canggung di depan kakak-kakak kelasnya.

"Kalau kado dari Alan mau nggak, Len?" tanya Alfin tiba-tiba.

"Yang penting kakak-kakak semua datang, gue sudah senang," jawab Alen.

"Denger kan, Lan. Yang penting lo datang!" seru Alfin memperjelas.

"Bukan Kak Alan aja. Kak Alfin, Kak Gesa dan Kak Jaga juga," sahut Alen tak ingin buat salah paham.

Alfin, Jaka dan Gesa terkekeh puas melihat Alen yang salah tingkah dengan kedua pipi sudah merona.

"Berhenti godain anak orang," peringat Alan.

"Cie ada yang belain," serempak Gesa dan Jaka makin menjadi.

"Diem!"

Alfin menyenggol lengan Alan.

"Lo mau kasih kado apa buat Alen, Lan?" tanya Alfin serius.

Alan bukannya menjawab, ia malah menatap ke arah Alen dengan santainya.

"Lo mau apa?"

Alen meneguk ludahnya dengan susah payah. Detakan jantungnya mendatang berpacu lebih cepat saat mendengar pertanyaan Alan dengan suara hangatnya. Ditambah tatapan Alan yang begitu lekat kepadanya.

"Ng... Nggak tau." Alen tidak bisa memikirkan apapun saat ini.

"Balikan mau, Len?" Alfin dengen entengnya mengeluarkan pertanyaan maut yang memnbuat Alan langsung menatapnya dengan tajam.

Namun, Alfin sama sekali tidak takut bahkan tidak menyesal sudah bertanya seperti itu. Sedangkan, Alen hanya bisa membeku mendengar pertanyaan dari Alfin, tak bisa menjawab.

Alen menghela napas panjang, sepertinya dia tak bisa lama-lama di sini. Jantungnya sudah semakin tidak aman.

"Gue ke kelas dulu ya, Kak. Jangan lupa datang."

Tanpa menunggu balasan dari Alan dan sahabat-sahabatnta, Alen segera kabur keluar dari kelas Alan. Alen sangat malu saat ini. Sepanjang perjalanan kembali ke kelas, Alen terus merutuki nama Alfin. Cowok itu memang sangat menyebalkan!

*****

Alan tidak mempedulikan Gesa dan Jaka yang masih menggodanya. Alan membolak-balikan kartu undangan ulang tahun yang diberikan Alen dengan tatapan samar. Alan sedang memikirkan kado apa yang ingin ia berikan ke Alen. Dari kemarin, ia masih belum menemukannya.

"Kita bertiga patungan aja gimana buat kasih kado Alen?" Gesa memberikan saran terbaiknya.

"Saran yang bagus. Pin lo ada ide nggak kita kasih kado Alen apa?" sahut Gesa.

Alfin menunjuk ke Alan.

"Bungkus dia. Tanpa biaya dan pasti Alen suka," jawab Alfin bangga dengan idenya.

Gesa dan Jaka menatap Alan yang tengah menatap mereka bertiga dengan sorot mata garangnya.

"Tanpa biaya sih dan pasti Alen suka, tapi beresiko Pin. Bisa-bisa nyawa kita yang melayan duluan sebelum datang ke ulang tahun Alen," gidik Gesa ngerti.

"Lo mau ikut kita patungan juga nggak, Lan?" tanya Alfin iseng.

"Lo mau gue bungkus diri gue sendiri?" sinis Alan.

"Kalau lo mau dengan senang hati gue bantu bungkus."

Alan geleng-geleng, malas meladeni Alfin lagi. Alan segera berdiri dan keluar dari kelas. Tidak mempedulikan Gesa dan Jaka yang terus memanggilnya.

"Alan, kalau ke kantin nitip es the dua!!!"

*****

Alan menangkap botol air yang dilemparkan oleh Gesa kepadanya. Ia segera meneguk minumannya hingga habis. Sepulang sekolah Alan, Gesa, Alfin dan Jaka tidak langsung pulang, mereka memilih untuk bermain basket di lapangan outdoor sekolah.

Gesa membuka ponselnya dan sedikit terkejut melihat postingan seseorang yang muncul di feeds instagramnya. Setelah itu, Gesa memasukan ponselnya ke dalam tas dan duduk di tengah-tengah Alan dan Alfin.

"Jerista dan Felista sudah di Indonesia," ucap Gesa tiba-tiba.

Semua mata langsung tertuju ke Alan. Sedangkan, Alan langsung berhenti minum, pandangannya seketika hampa mendengar ucapan Gesa.

"Enam bulan ternyata cepat juga berlalu," lirih Jaka.

"Minggu depan mereka sudah mulai masuk sekolah, Lan," tambah Gesa.

Alan menghela napas panjang, menyadarkan dirinya. Alan menoleh ke teman-temannya, mendecak pelan.

"Lo semua kenapa natap gue kayak gitu?" protes Alan.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Gesa khawatir.

"Tentu aja gue nggak apa-apa."

"Lo nggak usah takut, Lan. Kita akan ada dipihak lo!" seru Jaka semangat.

"Tentu aja gue nggak takut. Gue nggak salah apapun."

Alfin menepuk pelan bahu Alan.

"Benar. Lo nggak salah, Lan. Lo harus ingat itu. Jadi, lo nggak perlu merasa bersalah," ucap Alfin.

Alan mengangguk sembari mengembangkan senyumnya kecil. Alan segera berdiri, mencoba menenangkan sahabat-sahabatnya agar tidak khawatir kepadanya.

Alan menatap lekat Gesa, Jaka dan Alfin bergantian.

"Hubungan gue dengan Jerista dan Felista sudah berubah tidak baik sejak kejadian itu. Dan, gue nggak ingin hubugan kalian juga ikut rusak. Kalau kalian ingin menyapa Jerista dan Felista atau bermain dengan mereka, jangan sungkan sama gue. Karena, gue nggak pernah ngelarang kalian untuk tetap berteman dengan Jerista dan Felista."

Gesa, Jaka dan Alfin tertegun dengan ucapan Alan. Tak biasanya Alan sampai menjelaskan begitu panjang.

"Lo nggak perlu khawatir tentang itu, Lan," ucap Alfin.

"Kita selalu ada di pihak lo, Lan," tambah Gesa.

Jaka berjalan mendekati Alan, merangkulnya.

"Benar Lan. Karena kita tau lo yang benar di permasalahan ini."

Alan tersenyum, sangat lega mendengar ucapan dan dukungan dari sahabat-sahabat dekatnya. Alan menghela napas pelan, bayangan kejadian tujuh bulan yang lalu kembali berputar kembali di pikirannya.

"Semua ini karena lo, Lan!"

*****

Alan tak langsung ke parkiran, ia kembali ke kelas untuk mengambil buku tugas Fisikanya yang ketinggalan. Langkah Alan memelan saat melihat seorang gadis yang dikenalnya berdiri di depan perpustakaan dengan wajah suntuk dan tangan memegang kertas panjang.

Alan menghampiri gadis itu yang tak lain adalah Alen.

"Nggak pulang?"

Alen tersentak kaget melihat ke datangan Alan. Ia segera menyembunyikan kertas yang dipegangnya di belakang tubuhnya.

"Habis ini pulang, Kak," jawab Alen terbata.

Alan mengerutkan kening, pandanganya beralih ke tangan Alen yang disembunyikan di belakang.

"Coba lihat," pinta Alan menjulurkan tangan kanannya.

"A... Apa?"

"Kertas hasil ulangan lo."

Alen mendesis pelan, tak menyangka Alan akan mengetahui kertas tersebut adalah kertas hasil ulangannya.

"Nggak mau," tolak Alen.

"Kenapa?"

"Malu!"

Tanpa banyak kata, Alan langsung merebut kertas ulangan milik Alen membuat Alen kewalahan sendiri dan tidak bisa melawan saat Alan sudah jelas melihat nilai matematikanya.

"Kak Alan pasti menyesal pernah punya mantan seperti gue," lirih Alen sangat pelan namun cukup terdengar bagi Alan.

Alan menatap Alen kembali setelah melihat hasil nilai matematika Alen hanya empat puluh.

"Habis dimarahi Pak Rudi?" tebak Alan.

Alen mengangguk lemas, ia hanya bisa menunduk tidak berani menatap Alan. Alen sangat malu sekarang.

"Pak Rudi bilang apa?"

"Nilai matematika gue harus diatas tujuh puluh lima di ujian semester satu. Kalau nggak, Pak Rudi ancam mau panggil Mama ke sekolah. Gue nggak mau Mama datang ke sekolah," melas Alen.

Alan melipat-lipat hasil ulangan Alen, dan menyerahkan kembali.

"Mama lo nggak akan datang ke sekolah," ucap Alan sungguh-sungguh.

Alen sontak mengangkat kepalanya.

"Gimana caranya?"

"Gue akan ajarin lo."

Alen terdiam, kaget mendengar ucapan Alan.

"Kak Alan mau ajarin gue matematika?" tanya Alen memastikan.

"Iya."

"Kenapa?"

"Gue peduli sama lo."

"Hanya peduli?"

"Gue masih suka sama lo."

Uhuk! Alen langsung terbatuk-batuk karena tertelan ludahnya sendiri. Pengakuan Alan dua kali lipat mengejutkannya. Meskipun sudah pernah mendengarnya, namun masih terasa aneh bagi Alen.

"Lo kenapa?" tanya Alan dengan wajah santai, seolah hal itu bukanlah masalah besar.

"Kak Alan bisa nggak ngomongnya jangan terang-terangan gitu! Bikin kaget anak orang!" protes Alen.

Alan terkekeh pelan.

"Setelah ulang tahun lo, gue akan ajarin."

Alen tak bisa untuk tidak mengembangkan senyumnya.

"Janji?"

Alan mengangguk.

"Iya."

Alen merasakan ia bertambah gugup. Jantungnya semakin berdetak cepat dan lagi-lagi dia tak bisa berlama-lama untuk menatap Alan seperti ini.

"Kalau gitu, gue pulang dulu, Kak."

Alen berniat beranjak, namun lengannya tiba-tiba dipegang oleh Alan.

"Jangan pulang dulu," cegah Alan.

Alen mau tak mau membalikan badan dan memundurkan langkahnya.

"Kenapa Kak?"

"Lo mau kado apa?"

Alen termenung, jujur dia sendiri juga tidak tau ingin apa.

"Gantungan kunci beruang kemarin?" tanya Alan lagi karena Alen tak kunjung menjawab.

Alen mendecak pelan, mendadak kesal mendengar pertanyaan Alan. Alen melepaskan lengannya dari genggaman Alan.

"Kak Alan beneran nggak paham maksud gue kemarin bilang gitu?" tanya Alen memastikan.

"Hah?" bingung Alan.

"Waktu gue bilang kalau gue kesal nggak bisa beli gantungan kunci beruang! Kak Alan paham nggak maksudnya apa?"

"Apa?"

Alen menghela napas berat sembari memutar bola matanya jengah. Alan memang benar-benar tidak peka!

Alen kembali menatap Alan tajam.

"Kak Alan pikir aja sendiri!"

Kali ini Alen benar-benar beranjak pergi, tidak membiarkan Alan mencegahnya lagi. Alen segera mempercepat langkahnya. Sedangkan, Alan melihat kepergian Alen dengan ekspresi masih tidak mengerti.

"Apa uang dia nggak cukup untuk beli gantungan kunci beruang?"

****

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA CHAMOMILE PART TIGA PULUH EMPATNYA? SUKA NGGAK? ^^ 

KIRA-KIRA ALAN DATANG NGGAK KE ULANG TAHUN ALEN?

KALIAN INGIN ALAN DATANG ATAU ENGGAK? ^^ 

CHAMOMILE PART 35 MAU UPDATE HARI APA?

SAMPAI JUMPA DI PART SELANJUTNYAA ^^ 

JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^

Jangan lupa juga untuk pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^

MAKASIH BANYAK TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA. SELALU SAYANG KALIAN SEMUA. JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN YAA ^^ 


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro