31 - HUJAN TURUN
Assalamualaikum teman-teman Pasukan Pembaca semua. Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga sehat selalu ya ^^
SIAPA YANG SUDAH KANGEN DAN NGGAK SABAR BACA CHAMOMILE PART 31?
KALIAN PENGIN PARTNYA BAPER ATAU BAPER BANGET MALAM INI?
SUDAH SIAP BACA CHAMOMILE PART 31?
Dan, selamat membaca CHAMOMILE. Semoga suka ^^
*****
"Dua tahun yang lalu, gue juga bahagia bisa jadi pacar lo."
Alen tidak bisa berhenti senyum-senyum sendiri, kedua tangannya langsung memegang kedua pipinya yang terasa panas. Kalimat Alan terus saja terngiang di pikirannya saat ini.
Bahkan, Alen tak berniat beranjak dari kursinya. Sejak kepergian Alan lima belas menit yang lalu, Alen masih membeku di tempat. Alan berhasil membuat debaran jantungnya berkali lipat.
Alen menoleh ke luar jendela saat mendengar rintikan hujan. Benar saja, detik berikutnya hujan turun cukup deras. Alen mendesah berat.
"Akhirnya hujan juga."
Tidak ada penyesalan dalam hati Alen. Dia sangat lega telah mengungkapkan alasan jujurnya ke Alan dan Alen juga senang Alan menerima alasannya bahkan tidak marah kepadanya.
Alen tidak sabar untuk menceritakannya ke Ara dan Sanda.
****
Alen menutup buku fisikanya dengan cepat, padahal dia sudah semangat untuk mengerjakan tugas tersebut. Namun, baru membaca soal nomer satu saja Alen sudah langsung menyerah.
"Kenapa gue harus disuruh cari kecepatan pesawat? Cita-cita gue bukan menjadi pilot. Jadi...." Alen mengelus-elus kepalanya. "Tidak perlu membuat kepala panas, cukup besok salin jawaban Ara."
Alen segera memasukan buku-bukunya ke dalam tas. Namun, pandanganya tertuju ke sebuah botol minuman yang masih ada setengah isinya. Alen mengeluarkan botol tersebut, ingatannya kembali saat Alan menghampirinya di perpustakaan dan memberikannya minum karena khawatir kepadanya.
Alen menghela napas panjang sembari meletakkan botol itu di atas meja. Pandangan Alen berubah hampa. Pikirannya berputar akan semua perhatian Alan kepadanya selama ini.
"Kak Alan beneran benci sama gue atau peduli sama gue?"
Tangan kanan Alen menyentuh dadanya, ada debaran aneh yang bisa Alen rasakan di sana. Alen mendadak gelisah.
"Kenapa gue jadi deg-degan gini?"
Alen semakin sadar jika dia berada di dekat Alan, detakan jantungnya tidak akan normal. Bahkan ada desiran aneh yang tak bisa Alen jabarkan, namun yang dapat Alen yakini dia selalu merasa bahagia jika berada di dekat Alan.
"Perasaan apa ini?"
Alen mengigit bibir bawahnya, bertambah gusar.
"Gue masih suka sama Kak Alan?"
****
Matahari bersinar begitu cerah di langit, seperti perasaan Alen sama-sama cerah dan bahagianya. Hati Alen merasa sangat bahagia dan tenang, seolah tak ada yang perlu dia khawatirkan.
"Ngapain nih bocah senyum-senyum terus dari tadi?" cibir Ara.
"Uang jajannya penuh, mungkin," jawab Sanda asal.
Ara memercikan es jeruknya dengan sedotan ke wajah Alen, membuat gadis itu terkejut.
"Ara wajah gue basah!" protes Alen langsung mengusapi wajahnya.
"Mama tiri lo ngasih uang jajan penuh?" tanya Ara penasaran.
Alen mengangguk cepat.
"Iya, minggu ini timbangan gue berkurang sekilo. Mama gue bahagia sekali," jawab Alen bangga.
Ara mengerutkan kening, merasa masih belum puas.
"Kalau hanya uang jajan penuh nggak mungkin dia sampai senyum-senyum terus. Pasti ada alasan lainnya."
"Lo lupa? Kemarin dia sudah baikan sama mantannya," sahut Sanda mengingatkan.
Ah! Ara manggut-manggut baru ingat bagaimana hebohnya Alen menceritakan kejadian di Chamolato bersama Alan.
"Kalau gitu jawabannya nggak bisa didebat lagi," serah Ara.
"Mending kita makan dari pada ngurusin bocah kasmaran," ajak Sanda.
Ara mengangguk cepat. Ia dan Sanda pun segera kembali fokus menghabiskan bakso mereka sebelum bel masuk bunyi. Sedangkan pandangan Alen mulai beralih ke meja paling ujung di kantin. Alen dapat melihat Alan tengah makan bersama sahabat-sahabatnya.
"Sudah ganteng, pintar, punya banyak teman pula."
Alen tertegun dengan ucapannya sendiri. Ia langsung menepuk-nepuk mulutnya yang tak sengaja memuji Alan.
"Bener banget. Dari pada lo, sudah bodoh, teman cuma dua, untung cantik," sindir Ara tajam.
Alen mendecak sebal, berusaha tak mempedulikan ucapan Ara. Alen kembali ingin melihat Alan. Namun, saat Alen menoleh, kedua matanya langsung berpapasan dengan Alan. Cowok itu juga tengah menatapnya.
Dengan cepat Alen segera membuang muka dan mendekatkan duduknya ke Sanda. Alen salah tingkah bukan main. Ia sangat malu kepergok oleh Alan.
"Mampus gue!"
Ara dan Sanda menghentikan aktivitas makan mereka, menatap Alen binggung.
"Lo kenapa Len?" tanya Sanda kaget karena Alen tiba-tiba menarik minumannya.
Alen memberikan kode tajam ke Sanda dan Ara.
"Kak Alan masih lihatin gue, nggak?" bisik Alen.
Ara dan Sanda sontak menatap ke meja paling ujung.
"Lihatnya jangan terlalu jelas! Lirik aja!" gemas Alen melihat Ara dan Sanda begitu santainya menoleh ke arah meja Alan.
"Katanya disuruh periksa, gimana sih?" protes Ara.
"Ya udah, Kak Alan masih lihat gue?"
Ara dan Sanda menoleh cepat.
"Nggak, dia fokus makan."
Alen menghela napas lega, perlahan ia mengembalikan minuman Sanda yang direbutnya.
"Lo gugup dilihatin Kak Alan?" tanya Sanda dengan senyum menggoda.
Alen menggeleng cepat, berusaha tidak salah tingkah.
"Gugup dia San. Lihat aja pipinya merah."
Alen dengan cepat menutupi kedua pipinya.
"Gue nggak gugup."
"Bohong banget!" serempak Ara dan Sanda.
Ara dan Sanda mendekatkan tubuh mereka ke Alen.
"Alena Chamomile," panggil Sanda dan Ara bersamaan.
Alen merasakan was-was apalagi kedua sahabatnya ini memanggilnya dengan nama lengkap.
"A... Apa?"
"Lo masih suka sama Kak Alan?"
*****
Alen tak langsung pulang, setelah bel pulang berbunyi ia segera ke ruang wakil kepala sekolah. Pak Selamet memanggil para pemenang lomba Madding 2D Nasional.
Alen melihat Alan berdiri di samping ruang guru, bersandar pada tembok sembari memainkan ponselnya.
"Kak Alan," panggil Alen.
Alan menoleh ke Alen.
"Baru keluar kelas?"
Alen mengangguk.
"Tadi jam terakhir pelajaran Pak Rudi, makanya agak lama. Kak Alan kenapa nggak masuk?"
"Nungguin lo."
Alen terkejut mendengarnya, jawaban Alan sangat berhasil membuat jantungnya menari-nari indah.
"Aldo belum datang, Kak?" tanya Alen berusaha mengurangi kegugupannya.
"Dia nggak masuk, ada acara keluarga."
"Kalau gitu, ayo kita masuk Kak."
Alen dan Alan pun masuk ke ruang wakil kepala sekolah. Pak Selamet pun sedari tadi sudah menunggu mereka. Pak Selamet meminta keduanya segera duduk.
"Bagaimana pengalaman ikut lomba Madding kemarin? Menyenangkan bukan?" Pak Selamet langsung memberikan berbondong pertanyaan ke Alen dan Alan.
"Iya, Pak," jawab mereka berdua.
"Nggak nyesel, kan?"
Alen dan Alan sama-sama menggeleng.
"Nggak, Pak." Tentu saja Alen tidak menyesal, karena lomba madding juga hubungannya dengan Alan membaik sangat cepat. Bahkan mereka bisa baikan.
Pak Selamet tersenyum lega, beliau segera mengeluarkan tiga amplop dari map birunya. Menyerahkan dua amplop ke Alan dan satu amplop ke Alen.
"Apa ini, Pak?" tanya Alen binggung.
"Ini bonus hadiah dari saya karena sangat berterima kasih ke kalian bertiga sudah mempertahankan kemenangan juara pertama SMA Savana. Bahkan, saya dengar dari yang lainnya karena lomba madding kalian bertiga sering pulang malam juga. Maka dari itu, bapak kasih tambahan hadiah."
Alen melongo sesaat, tak menyangka akan mendapatkan hadiah tambahan. Senyumnya mengembang tak bisa ia sembunyikan kebahagiannya. Alen dapat merasakan amplop yang diterimanya seperti lembaran uang.
"Makasih, Pak," ucap Alan dan Alen bersamaan.
Pak Selamet menunjuk ke amplop Alan.
"Nitip punya Aldo juga ya Lan. Besok kamu serahkan ke dia."
"Iya, Pak."
Pak Selamet memberikan kedua jempolnya sembari tersenyum lebar.
"Kalian anak-anak berbakat. Bapak doakan untuk kesuksesan kalian. Jangan malas belajar dan semangat mengejar impian kalian."
*****
Setelah mendapatkan hadiah dan secercah ceramah dari Pak Selamet, Alen dan Alan keluar dari ruangan. Langkah mereka terhenti di ambang pintu saat melihat hujan yang cukup deras.
"Yah, hujan. Mana nggak bawa jas hujan lagi," gerutu Alen. Padahal hari ini dia sangat ingin menonton drama korea.
"Kita tunggu aja hujan reda di perpustakaan," ajak Alan.
"Kak Alan nggak bawa jas hujan?" tanya Alen.
Namun Alan tak menjawab, cowok itu sudah beranjak duluan. Alen pun mau tak mau segera mengikuti Alan, mengejar langkah cepatnya.
****
Alan dan Alen memilih duduk di bangku panjang depan perpustakaan sembari menikmati hujan yang deras dan angin yang cukup dingin menerpa keduanya. Suasana sekolah pun sangat sepi, mungkin karena mendung banyak siswa dan siswi memilih pulang lebih cepat agar tidak kehujanan.
Alen merogoh saku bajunya, ia menemukan dua permen lolipop marble kesukaannya. Alen menoleh ke Alan, cowok itu sedang memainkan ponselnya.
Dengan perasaan sedikit ragu-ragu, Alen menyerahkan satu permen lolipopnya ke Alan.
"Mau, Kak?" tawar Alen.
Alan menatap ke Alen sebentar kemudian beralih ke lolipop yang ada di tangan Alen. Senyum Alan mengembang tipis.
"Ternyata lo masih suka makan lolipop ini," ucap Alan sembari mengambil lolipop yang ditawarkan Alen.
Alen tersenyum senang karena Alan menerimanya.
"Iya, gue masih suka. Kadang karena sering nahan lapar, jalan satu-satunya biar mood tetap bagus dan teralihkan dari lapar adalah lolipop ini," jawab Alen.
Alan mengangguk-angguk kecil.
"Mama lo masih obsessive banget sama lo?"
"Ya gitu."
Alan menatap Alen lebih lekat.
"Lo tau nggak alasan kenapa Mama lo bersikap seperti itu?"
"Maksudnya?" tanya Alen masih tak mengerti.
"Kenapa Mama lo sangat mengatur berat badan lo, paksa lo diet dan segalanya," perjelas Alan.
Alen mengangkat kedua bahunya.
"Entahlah, dari kecil gue sudah dipaksa seperti itu. Jadi, gue ngerasa mungkin sikap Mama memang seperti itu."
Alan terdiam sejenak, mengamati ekspresi Alen.
"Lo nggak apa-apa hidup seperti itu?"
"Diatur sama Mama?"
"Iya."
"Tentu aja berat dan gue ingin lepas. Tapi, gue belum ada keberanian buat protes ke Mama."
Alan mengerutkan kening, mencerna baik-baik kalimat yang baru saja diucapkan oleh Alen.
"Berarti kalau Mama lo minta lo putus lagi dari orang yang lo suka, lo akan turutin lagi?"
Deg! Alen merasa tertohok dengan pertanyaan Alan barusan. Rasa bersalah kembali menyerangnya. Alen dengan cepat mencari jawaban yang paling aman.
"Kalau itu gue akan coba perjuangin. Gue nggak mau menyesal untuk kedua kalinya karena Mama," jawab Alen sangat cepat, terlihat sekali dia kelabakan karena pertanyaan Alan.
Alan tersenyum melihat Alen yang mendadak panik. Kedua matanya menyorot lebih lekat ke Alen.
"Jadi, lo menyesal putus dari gue?"
Double kill! Alan berhasil memporak porandakan hati Alen saat ini. Kedua kalinya Alen dibuat jantungan karena pertanyaan Alan. Dan kali ini, Alen kesusahan untuk menjawab. Pikirannya sudah lagi tak bisa dibuat mencari jawaban.
Alen memberanikan diri menoleh ke Alan dengan senyum lebar.
"Kak Alan udah makan belum? Mau ke kantin, nggak?" tanya Alen dengan tak tak malunya. Alen terlihat berusaha menghindari pertanyaan Alan.
Alan tak bisa menahan tawanya. Ia terkekeh mendengar raut wajah kelimpungan Alen.
"Gue udah makan dan gue masih mau di sini."
"Oke, kirain lapar."
Alen berdecak pelan, merasa strateginya tak berhasil. Alen kembali menatap ke depan dengan pasrah.
Alan geleng-geleng, tak ada yang berubah dari seorang Alen, masih sama seperti dua tahun yang lalu. Cepat salah tingkah dan panik.
"Besok lo ada acara nggak, Len?" tanya Alan tiba-tiba.
"Ada," jawab Alen pasrah.
"Apa?"
"Sekolah," jawab Alen dengan polosnya.
"Besok tanggal merah, Len."
Alen mengangguk-angguk lemah.
"Berarti nggak ada."
"Besok gue ada tanding basket. Mau nonton?"
Tubuh Alen seketika membeku di tempat. Telinga dan otaknya masih berusaha men-singkronkan pertanyaan Alan barusan. Perlahan, Alen menoleh ke Alan, tatapan pasrah dan lemasnya seketika sirna.
"Kak Alan ajak gue nonton basket?" tanya Alen memastikan.
"Iya. Mau?"
Alen mengangguk tanpa ragu. Anggukanya kali ini terlihat sangat semangat.
"Mau, Kak."
"Oke, gue jemput besok."
"Hah?" kaget Alen.
"Kenapa?" bingung Alan.
"Kak Alan bilang apa barusan?"
"Gue jemput besok."
Kedua mata Alen terbuka lebih lebar. Lagi-lagi telinga dan otaknya memproses cepat.
"Kak Alan mau jemput gue?" Alen memang sangat kebiasaan memastikan dan menanyakan kembali pertanyaan lawan bicaranya.
"Iya. Nggak mau?"
Lagi-lagi Alen mengangguk, seperti kucing yang menurut ke pemiliknya.
"Mau, Kak," Alen dapat merasakan kedua pipinya mulai memanas, rasa gugupnya pun bertambah dua kali lipat.
Alen mengalihkan pandangannya ke depan, jantungnya memang tak aman jika terlalu berbincang berdua dengan Alen. Bahkan, Alen tak sadar sedari tadi lolipop kesukaannya belum ia makan.
"Sepertinya hujan udah reda," ucap Alan.
Alen mengangkat kepalanya dan benar ucapan Alan. Hujan sudah reda, hanya tinggal gerimis kecil.
"Iya, bentar lagi pasti berhenti."
"Mau pulang sekarang?"
"Iya, Kak."
Keduanya pun segera berdiri, melangkah bersamaan menuju parkiran. Tak banyak yang mereka bicarakan dan jujur baik Alan maupun Alen masih ada rasa canggung jika hanya berdua seperti ini.
*****
"Gue pulang dulu Kak Alan," pamit Alen sembari menjalankan motornya. Alen meninggalkan Alan duluan yang masih memilih di parkiran.
Setelah memastikan Alen sudah keluar dari gerbang sekolah, Alan bergegas naik ke motornya dan menyalakan mesin motornya.
"Baru pulang?"
Alen menoleh, ia melihat Alfin berjalan ke arah motornya.
"Iya, nunggu hujan," jawab Alan.
"Lo nggak bawa jas hujan?"
"Bawa," jawab Alan enteng.
"Terus kenapa nggak lo pakai?"
"Males aja."
Alfin mengerutkan kening sembari geleng-geleng.
"Aneh lo."
Alan terkekeh pelan.
"Lo besok datang, kan?" tanya Alan mengingatkan.
"Basket?"
"Hm."
"Datanglah. Besok jemput gue bisa?" pinta Alfin.
"Lo nggak bawa motor sendiri?"
"Nggak. Males aja," jawab Alfin membalas ucapan Alan yang menyebalkan.
Alan mendecak pelan.
"Gue nggak bisa jemput," tolak Alan cepat.
Kening Alfin kembali mengerut, tak biasanya Alan menolak permintaannya.
"Kenapa nggak bisa?" tanya Alfin tak terima.
Bukannya menjawab, Alan malah memberikan senyuman tipis sembari mengenakan helmnya, membuat Alfin semakin penasaran.
"Besok sudah ada yang harus gue jemput," jawab Alan tanpa ragu.
"Siapa?"
Alan menepuk pelan bahu Alfin.
"Depannya M belakangnya N."
Belum sempat Alfin tanya lagi, Alan sudah pergi duluan meninggalkan Alfin yang masih bingung.
"Siapa depannya M belakangnya N?"
Alfin bertambah penasaran. Ia berusaha berpikir keras memikirkan jawaban tersebut.
"Mumun atau Minten, ya?"
*****
#CuapCuapAuthor
BAGAIMANA CHAMOMILE TIGA PULIH SATU? SUKA NGGAK??
SATU KATA DONG UNTUK SI ALFIN!!!
SATU KATA UNTUK ALAN JUGA!!!
KIRA-KIRA BESOK TANDING BASKET BAKALAN ADA KEJADIAN APA YA?
CHAMOMILE PART 32 MAU UPDATE HARI APA NIH? SELASA ATAU RABU?
JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^
Jangan lupa juga untuk pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^
Aku juga buat chat-chat gemas CHAMOMILE di instagram luluk_hf dan lulukhf_stories. Yuk pantengin biar lihat kegemasan para tokoh CHAMOMILE ^^
MAKASIH BANYAK TEMAN-TEMAN PASUKAN SEMUA. SELALU SAYANG KALIAN SEMUA. JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN YAA. SAMPAI JUMPA DI CHAMOMILE PART BERIKUTNYA ^^
Salam,
Luluk HF
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro