Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25 - TRAKTIR

Assalamualaikum teman-teman semua. Selamat malam. Ada yang belum tidur belum?

SUDAH SIAP BACA CHAMOMILE PART 25 MALAM INI? 

SIAPA YANG PALING KALIAN TUNGGU DI PART INI? 

Nggak nyangka CHAMOMILE sudah sampai part 25 aja. Kayaknya baru kemarin aku nulis part 1-5. Makasih banyak buat teman-teman Pasukan Pembaca yang sudah bersedia baca dan setia baca CHAMOMILE. 

Boleh tau, nggak, apa yang buat kalian suka dan baca cerita CHAMOMILE? Tulis ya. Aku ingin baca jawaban kalian siapa tau buat aku semakin semangat nulis CHAMOMILE ^^ 

DAN, SELAMAT MEMBACA CHAMOMILE. SEMOGA SUKA ^^

****

Alen melangkahkan kakinya menuju Hallroom Jakarta Artdengan langkah gontai. Kejadian semalam di restoran 'Terserah' tidak bisa hilang dari pikirannya. Alen tak pernah menyangka Alan akan bertanya seperti itu. Namun, saat Alen masih terkejut dan berpikir keras untuk menjawab Alan, Aldo tiba-tiba sudah datang, membuat Alen mengurungkan niatnya untuk memberikan jawaban.

Alen menghela napas berat mencoba menenangkana perasaan dan pikirannya.

"Tenang Alen."

****

Hari kedua Lomba Madding akhirnya berlangsung, hari ini pula pengumuman juara lomba akan diumumkan pada malam hari. Selama acara berlangsung pengunjung hampir dua kali lipat yang datang, membuat Aldo, Alen dan Alan kualahan.

Alen bersyukur karena mereka semua sibuk, membuatnya tidak lagi memikirkan kejadian semalam. Bahkan, Alan pun tidak ada tanda-tanda membahasnya.

Alen tersenyum masam saat melihat orang tua-orang tua dari para peserta datang. Seperti orang tua Aldo yang keduanya datang dan terlihat begitu bangga dengan hasil karya Aldo.

"Nggak usah pasang wajah sedih."

Alen tersentak, ia menoleh ke samping sudah ada Alan di sampingnya. Cowok itu menjulurkan sebuah botol air kepadanya.

Alen pun menerimanya dengan ragu-ragu.

"Makasih Kak," ucap Alen seadanya.

Alan mengangguk singkat, kembali menatap ke depan.

"Nggak cuma orang tua lo yang nggak datang."

Alen tertegun mendengar ucapan Alan.

"Orang tua Kak Alan juga nggak datang?" tanya Alen memberanikan diri.

"Nggak."

"Kenapa?"

"Sibuk." Alan menoleh kembali ke Alen. "Mama lo sendiri kenapa nggak datang?"

"Sibuk juga."

Alan memberikan seringai kecil.

"Nggak tau harus bersyukur atau sedih ketika lihat orang tua sibuk untuk menghidupi anakanya tapi secara bersamaan mereka juga melupakan kasih sayang yang dibutuhkan anaknya."

Alen termenung kedua kalinya, cukup takjub mendengar sosok Alan yang berucap sepanjang itu.

"Kak Alan pilih mana?" tanya Alen lagi.

"Apa?"

"Orang tua yang berkecukupan tapi lupa memberikan kasih sayang ke anak atau orang tua yang penuh kasih sayang tapi kekurangan secara meterial?"

Alan lagi-lagi memeberikan sebuah seringai kecil di bibirnya.

"Orang tau yang berkecukupan dan memberikan banyak kasih sayang," jawab Alan santai dan beranjaka begitu saja dari hadapan Alen.

Alen mendesis pelan.

"Disuruh pilih malah jawab yang nggak ada dipilihan!" decak Alen tak puas dengan jawaban Alan.

Alen membuka botol air yang diberi Alan, meneguknya setengah. Setelah itu, Alen kembali fokus ke tugasnya.

*****

Alen, Aldo dan Alan baru bisa makan siang pukul tiga sore, hari ini hallroom sangat ramai. Bahkan udara yang semula dingin berubah panas sekejab. Aldo sampai membuka jaketnya dan memakai kaos saja.

"Menurut kalian kita bakalan menang atau enggak?" tanya Aldo mulai was-was.

"Apapun hasilnya kita sudah berusaha semaksimal mungkin," jawab Alan bijak.

Alen mengangguk-angguk sekaligus kagum mendengar jawaban Alan.

"Lo sendiri gimana, Len?" tanya Aldo ingin tau pendapat Alan.

"Gue juga sama seperti Kak Alan. Gue ngerasa puas dengan semua yang kita kerjakan dan menikmati prosesnya. Menurut gue itu yang paling penting."

Aldo tersenyum lebar, mendapatkan lagi energi semangat dari Alen dan Alan.

"Gue yakin kita pasti bisa menang!" seru Aldo berkobar.

"Pasti!" balas Alen dan Alan bersamaan.

Aldo mendekatkan tubuhnya ke Alan dan Alen.

"Kalau kita menang, kalian mau gunain apa uang hadiahnya? Kalau gue mau traktir Papa dan Mama. Karena di kemenangan kita pasti ada doa orang tua," ucap Aldo sungguh-sungguh.

Ucapan Aldo membuat Alen dan Alan tertegun, tak menyangka.

"Ternyata Abang Aldo ini sangatlah berbakti kepada orang tua," puji Alen takjub.

"Meskipun nggak pinter banget, nggak pernah banggain orang tua dan sering habisin uang orang tua setidaknya gue nggak jadi anak durhaka!" tajam Aldo.

Alen memberikan dua jempolnya untuk Aldo.

"Gue beli pouch kamera baru," seru Alan memberikan jawabannya.

Aldo mendecak pelan. "Bukannya pouch kamera lo masih baru, Kak? Apa nggak ada keinginan lain? Traktir siapa gitu?"

"Nggak ada. Temen gue udah kaya semua."

"Traktir gebetan atau pacar?"

"Nggak punya."

Aldo mengernyitkan kening, semakin tak puas dengan jawaban dingin dan singkat Alan.

"Kalau mantan, punya, kan?" goda Aldo sembari menaik-turunkan alisnya.

Alan bergumam pelan sembari mengangguk tanpa ragu. Sedangkan, Alen mulai was-was karena pertanyaan Aldo.

"Punya," jawab Alan.

Aldo tersenyum lebar, kali ini puas mendengarnya.

"Kalau gitu, traktir mantan lo Kak. Siapa tau lo bisa balikan."

Setelah mendengar saran dari Aldo, Alan langsung menoleh ke Alen dengan santainya.

"Lo mau gue traktir, nggak?"

Alen langsung terbatuk-batuk karena tersedak ludahnya sendiri. Alen sangat terkejut bukan main mendengarkan pertanyaan Alan yang tanpa beban bahkan terang-terangan di depan Aldo.

"Len, lo nggak apa-apa?" tanya Aldo khawatir. Langsung memberikan minuman ke Alen.

Alen mengangguk dan segera meneguknya sampai habis.

"Nggak apa-apa, Do. Makasih." Alen mengatur napasnya untuk berusaha tetap tenang.

Aldo menatap Alan dengan sebal karena sudah membuat teman paling cantiknya batuk-batuk.

"Gue suruh traktir mantan lo, bukan traktir Alen, Kak!" protes Aldo tak terima.

Alan kembali menghadap ke depan dengan bibir tersenyum kecil, seolah puas melihat reaksi terkejut Alen.

"Ayo cari makan," ajak Alan segera mengalihkan topik pembicaraan mereka.

Alen melihat Alan yang berjalan beranjak keluar dari hallroom, napas Alen masih tak teratur begitu juga dengan detakan jantungnya.

"Gue jadi penasaran sama sosok mantan Kak Alan," lirih Aldo tepat di sebelah Alen.

****

Acara Lomba Madding Nasional akhirnya berakhir, semua peserta berkumpul di depan stage karena sepuluh menit lagi pengumuman juara Lomba Madding akan segera dibacakan oleh panitia.

Siswa dan Siswi SMA Savana mulai gugup, mereka berdiri bersampingan dengan hati terus berdoa. Mereka sangat berharap tahun ini akan mempertahankan juara mereka kembali.

"Selamat malam semua siswa dan siswi. Sudah siap untuk mengetahui pemenang Lomba Madding 2D dan Lomba Madding 3D tahun ini?" seorang MC mulai memandu penutupan acara.

"SIAAP!!" Meskipun dicampuri perasaan gugup dan tak tenang, siswa dan siswi yang ada di lokasi menjawab dengan seruan semangat.

"Di tangan saya, sudah ada nama-nama pemang para Juara yang akan saya bacakan sebentar lagi. Kira-kira SMA mana yang akan jadi Juara Madding 2D dan 3D Nasional tahun ini?"

"SMA NASIONAL."

"SMA GARUDA."

"SMA GLOBAL."

"SMA SAVANA."

"SMA AKSARA."

"SMA SANTANA."

Dan, masih banyak lagi nama-nama SMA yang disebut dan mengguncang seisi hallroom membuat ketegangan bertambah.

"Baiklah, saya akan mulai membacakan Juara Lomba Madding 2D Nasional tahun ini terlebih dahulu. Di mulai dari Juara 3." Sang MC mulai membuka kartu di tangannya dan membacakannya. "Juara tiga lomba Madding 2D Nasional jatuh kepada..... SMA GARUDA."

Sorak-sorai dari ujung Hallroom terdengar keras. Beberapa siswa dan siswi merasa iri dengan para siswa SMA Garuda. Mendapatkan Juara tiga adalah sesuatu yang luar biasa, tentu saja banyak yang menginginkannya.

Tiga siswa dari SMA Garuda menaiki stage sebagai perwakilan untuk menerima plakat dan hadiah. Setelah itu, MC mulai memandu kembali.

"Selanjutnya, Juara dua lomba Madding 2D Nasional jatuh kepada..... SMA SA...."

Sang MC dengan sengaja menggantungkan ucapannya membuat siswa dan siswi berseru tak sabar. Apalagi Alen dan Aldo mereka bertiga berdiri dengan wajah pucat dan sangat gugup. Berbeda dengan Alan yang santai saja seolah tak terbebani berapapun juara mereka nanti.

"Selamat kepada SMA SANTANA."

Aldo dan Alen langsung memegangi dada mereka secara bersamaan. Keduanya saling berpandangan.

"Gue habis ini harus minum obat jantung, Len. Nggak kuat gue. Sumpah gugup banget," ungkap Aldo.

"Gue juga, Do. Gue minta obatnya," balas Alen tak kalah kualahan.

Aldo langsung merangkul bahu Alen.

"Kita harus yakin, Len. Kalau nama kita nggak disebut setelah ini, kelar nasib kita."

"Kita pasti bisa dapat juara pertama, Do."

"Pasti, Len."

Alan geleng-geleng melihat tingkah Aldo dan Alen yang menurutnya berlebihan. Setelah juara dua mendapatkan hadiah, pengumuman juara satu pun dimulai.

"Tinggal juara pertama yang belum diumumkan. Pasti jantung kalian semakin berdebar kencang seperti genderang mau perang, bukan?" tanya sang MC sengaja ingin menghidupkan acara penutupan.

"IYAAAA BUKAN GENDERANG LAGI INI TAPI GONG!!" teriak Aldo kencang membuat Alen dan Alan shock bukan main.

Alen langsung memukul pipi Aldo pelan.

"Malu-maluin, Do!" pekik Alen.

"Habisnya gue udah panik banget, Len."

Alen segera menundukan wajahnya dan sedikit menjauh dari Aldo. Namun, dengan cepat Aldo menarik tubuh Alen agar kembali mendekat dengannya.

"DAN, JUARA PERTAMA LOMBA MADDING 2D NASIONAL ADALAH...." Suara MC menggelegar semakin kencang.

Aldo dan Alen langsung memejamkan kedua mata mereka dengan bibir tak berhenti terus berdoa.

"SELAMAT KEPADA SMA SAVANA!!"

Aldo dan Alen langsung berteriak sekeras mungkin, begitu juga dengan siswa dan siswi SMA Savana lainnya. Dengan ini mereka menyabet juara pertama tiga kali berturut-turut.

"Kita menang, Len! Kita juara satu!!" teriak Aldo sangat bahagia. Aldo langsung memeluk Alen tanpa sadar.

Alen pun membalas pelukan Aldo, ia juga sama bahagianya hingga tak peduli dengan aksi pelukan keduanya. Sedangkan, Alan yang melihat kejadian itu segera mendekat dan melerai keduanya.

"Kita harus maju ke stage," ucap Alan mengingatkan.

Aldo dan Alen mengangguk cepat. Dan, ketiganya segera menuju ke stage. Mereka menerima plakat hadiah dan juga amplop berisakan uang kemenangan mereka. Siulan dan ucapan selamat ditujukan kepada ketiganya.

"Kita berhasil. Kita juara pertama," lirih Alen masih tak menyangka. Jantung Alen pun masih berdebar kencang. Alen merasa sangat bersyukur.

Kedua mata Alen mulai berkaca-kaca, untuk pertama kalinya dia maju ke stage untuk menerima hadiah. Alen tidak pernah merasakan hal seperti ini, mendapatkan juara.

"Jangan nangis," bisik Alan kepada Alen.

Alen mengangguk, menahan sekuat tenaga air matanya agar tidak jatuh.

***

Jam dinding hallroom menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Acara penutupan akhirnya selesai begitu juga dengan keseluruhan acara lomba Madding. SMA Savana berhasil membawa pulang tiga hadiah. Diantaranya Juara pertama Lomba Madding 2D Nasional, Juara tiga lomba Madding 3D Nasional dan terakhir Madding 2D paling populer.

Semua siswa dan siswi masih terharu dengan pencapaian yang mereka dapat. Begitu juga dengan Alen dan Aldo. Ucapan selamat pun tak kunjung habis untuk mereka.

"Selamat Alen, Aldo dan Alan. Kalian luar biasa. Bapak dari awal sangat yakin kalian bertiga pasti bisa mempertahankan juara pertama SMA kita," ucap Pak Selamet sangat bangga.

"Makasih, Pak," serempak Alen, Aldo dan Alan.

"Sesuai janji bapak di awal, uang hadiah semuanya milik kalian dan nilai pelajaran olahraga kalian bertiga akan bapak kasih sembilan puluh."

Alen dan Aldo tak bisa menyembunyikan kegembiraan mereka untuk kedua kalinya. Mereka sangat senang mendengarnya. Begitu juga dengan Alan, terlihat lega. Akhirnya perjuangan mereka selama sebulan berakhir dengan indah.

"Makasih Pak Selamet," ucap Aldo dan Alen penuh semangat.

"Makasih, Pak," tambah Alan.

"Kalian bertiga segera pulang dan beritahu orang tua kalian. Pasti mereka bangga."

"Iya, Pak."

Sepeninggal Pak Selamet, Alen, Aldo dan Alan memutuskan untuk segera mengemasi barang-barang mereka karena hari semakin malam.

****

Alan memerikasa kembali kameran dan perlengkapan miliknya yang lain, tak ingin ada yang tertinggal. Setelah selesai memeriksanya, Alan segera menutup tas besarnya.

"Alan, lo langsung pulang?" tanya Vanya yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Alan.

"Iya," jawab Alan singkat.

Vanya berjalan lebih dekat.

"Lo pulang sama siapa? Gue boleh bareng, nggak? Kan, kata Pak Selamet yang cowok-cowok harus antarkan para cewek pulang," pinta Vanya penuh harap.

Alan menegakkan tubuhnya sembari mengangkat tasnya yang cukup berat, Alan menatap Vanya dengan datar.

"Gue udah ada janji," ucap Alan.

Vanya mengerutkan kening.

"Janji sama siapa?" tanya Vanya ingin tau.

Alan berpikir sejenak, kata yang pas untuk dilontarkannya.

"Siapa, Lan?" tanya Vanya lagi karena Alan tak kunjung menjawab.

"Mantan gue."

Setelah itu Alan pergi begitu saja meninggalkan Vanya yang membeku di tempat, ia kaget mendengar jawaban Alan. Sedangkan, Alan berjalan santai menuju Aldo dan Alen yang masih sibuk membereskan barang-barang mereka.

****

"Lo nggak bawa motor, kan, Len?" tanya Aldo, membantu Alen menutup tasnya.

Alen mengangguk.

"Iya, nggak bawa."

"Pulang sama siapa?" tanya Aldo lagi.

"Nggak tau."

Aldo baru saja ingin membuka bibirnya kembali dan menawari Alen agar pulang bersamanya, tiba-tiba sosok Alan sudah berdiri di sampingnya.

"Gue yang anter pulang."

Alen dan Aldo menoleh ke Alan bersamaan.

"Lo mau anterin gue pulang, Kak? Gue udah bawa mobil," ucap Aldo dengan polosnya.

"Bukan lo," tajam Alan.

"Ah, kirain gue." Aldo terkekeh pelan, ia menoleh ke Alen yang masih tertegun. Sejenak, Aldo bisa merasakan sesuatu antara Alan dan Alen.

Alen menghela napas panjang, menepuk pundak Alen.

"Maaf, Alen. Sepertinya mobil gue nggak bisa dinaiki cewek cantik. Jadi, gue undur diri duluan."

Alen melebarkan kedua matanya saat melihat Aldo kabur begitu saja dengan tas besarnya. Ingin sekali Alen meneriaki nama Aldo dan menyusul cowok itu, namun kakinya mendadak tak bisa ia gerakan seolah memintanya untuk diam saja di tempat.

Jujur dibandingkan pulang diantar Alan yang bakalan membuat dia sangat gugup setengah mampus, Alen lebih baik memilih pulang bersama Aldo dengan tenang.

"Ayo pulang." Alan menyadarkan Alen.

Alen menoleh ke Alan yang terlihat menunggunya.

"I... Iya, Kak." Alen pun hanya bisa pasrah.

Alen dan Alan segera keluar dari hallroom dan menuju ke parkiran mobil.

****

Untuk kedua kalinya Alen berdua bersama Alan di mobil. Namun, kali ini bukan mobil orang lain melainkan mobil Alan sendiri.

Kondisi jalan raya masih cukup ramai meskipun tidak macet, maklum saja Jakarta. Mobil Alan membelah jalanan denga kecepatan sedang. Keduanya sama-sama saling diam sepanjang perjalanan.

Alen pun memilih menikmati jalan raya dari jendela mobil. Hanya itu yang bisa dilakukannya untuk mengurangi kegugupannya.

*****

Mobil Alan akhirnya sampai di depan rumah Alen. Dan, sepanjang perjalanan mereka berdua sungguh tak ada yang membuka suara satu kata pun. Alen bernapas lega, akhirnya ia bisa keluar dari kecanggungan antara dia dan Alan.

"Makasih Kak Alan sudah anterin," ucap Alen setelah melepaskan seatbelt. Alen bergegas menenteng tasnya dan bersiap membuka pintu mobil Alan.

"Alen," panggil Alan tiba-tiba.

Alen mengurungkan tangannya yang sudah menyentuh pintu mobil. Ia menoleh ke Alan.

"Iya, Kak?"

Alan terdiam sebentar, sebelum akhirnya membuka suara kembali.

"Gue serius dengan pertanyaan gue."

Alen mengerutkan kening, tak paham.

"Pertanyaan yang mana?"

"Mau gue traktir, nggak?"

Alen merasakan sekujur tubuhnya langsung membeku ditempat, bahkan tanpa sadar Alen menahan napasnya beberapa detik.

"Kapan Kak?" Hanya kata itu yang terbesit dipikiran Alen sekarang, isi otaknya mulai tak bisa diajak berpikir lurus.

"Besok, sepulang sekolah," jawab Alan.

Alen menatap Alan lebih lekat, cowok itu terlihat begitu tenang, tidak seperti dirinya. Namun, Alen sendiri tidak menemukan Alan sedang bercanda atau mengerjainya.

"Iya, Kak." Alen mengangguk setuju. Karena, untuk menolak pun dia bingung mengatakannya. Daripada dia dikatai mantan yang durhaka, Alen lebih memilih amannya saja dengan menerima tawaran Alan.

Alan mengangguk singkat.

"Besok nggak usah bawa motor."

"Iya, Kak," lagi-lagi Alen hanya mengangguk mengiyakan.

Alen tidak tau dia harus senang atau sedih. Dia akhirnya bisa kembali dekat dengan Alan. Namun di sisi lain, Alen takut jika hanya berdua dengan Alan, mereka akan canggung lagi.

"Len," panggil Alan kembali.

"Iya, Kak? Kenapa?" Alen kembali gugup.

"Lo sampai kapan mau di mobil gue?"

****

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA CHAMOMILE PART DUA PULUH LIMA? SUKA NGGAK?

SATU KATA UNTUK PART INI DARI KALIAN SEMUA ^^ 

KIRA-KIRA ALAN BAKALAN BAWA ALEN KEMANA? 

CHAMOMILE PART 26 MAU UPDATE HARI APA? BESOK ATAU LUSA?

 MANA SUARANYA YANG NGGAK SABAR BACA CHAMOMILE PART 26? 

JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^

Jangan lupa juga untuk pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^

MAKASIH BANYAK TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA. SELALU SAYANG KALIAN SEMUA. AKU SELALU BAHAGIA BACA SUPPORT DARI KALIAN SEMUA. JANGAN LUPA SELALU JAGA KESEHATAN YA ^^ 


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro