Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

23 - IKAT RAMBUT

Assalamualaikum semuanyaa. Aku update lagi dong. 

SIAPA YANG BAHAGIA MELIHAT CHAMOMILE UPDATE LAGI? TUNJUKANA EMOJI FLOWER KALIAN ^^ 

SIAP UNTUK BACA CHAMOMILE PART 23? 

Sebelumnya mau tanya nih. Kalian pengin CHAMOMILE sampai berapa part? 

DAN, SELAMAT MEMBACA TEMAN-TEMAN PASUKAN. SEMOGA SUKA ^^

*****

Alen melototkan matanya lebar-lebar, hari ini dia tidak boleh tumbang atau pun lelah. Karena hari ini akan menjadi hari paling sibuknya sebagai manusia. Persiapan lomba madding yang tinggal dua hari lagi, membuat Alen dan Tim Jurnalistik sibuk bukan main.

Hari ini juga semua tim Jurnalistik yang mengikuti lomba Madding akan menginap di sekolah untuk menyelesaikan madding mereka.

"Ya ampun Alen, akhirnya lo minggat juga dari rumah? Lo pasti nggak tahan, kan, hidup sama Mama kandung yang kayak Mama tiri seperti Mama Kanara?" Alen kesulitan bernapas karena pelukan Ara yang begitu kuat. Gadis itu datang-datang sudah heboh taka jelas.

Alen segera melepaskan pelukan Ara.

"Apaan sih?!"

Ara tersenyum lebar sambil menunjuk ke koper kecil Alen yang ada di sebelah meja.

"Koper ini apa? Ngapain lo bawa koper ke sekolah? Pasti lo kabur kan dari rumah?"

"Bukan, Ra."

Senyum Ara langsung menghilang, kecewa tebakannya salah.

"Lo diusir Mama tiri lo dari rumah? Mama Kanara akhirnya sadar kalau punya anak seperti lo adalah sebuah beban?"

Alen mendesis tajam, tangannya ingin sekali menampol kepala Ara saat ini juga.

"Gue harus lembur dan nginap di sekolah untuk kerjain Madding. Lombanya tinggal dua hari lagi!"

Ah! Ara manggut-manggut dengan mulut setengah terbuka. Ternyata dugaanya benar-benar salah total.

"Mama Kanara yang kejam izinin lo?" tanya Ara sembari duduk di kursinya.

"Izinin, dengan syarat tentunya."

Ara tidak perlu bertanya lagi untuk syarat tersebut, karena dia sudah sangat tahu. Ara menatap Alen yang sedang sibuk memeriksa puisi-puisi untuk lomba madding di macbooknya.

"Gimana?" tanya Ara tiba-tiba.

"Apa?"

"Lo dan Kak Alan. Ada perkembangan, nggak?"

Alen terdiam sebentar, kemudian menutup macbooknya. Topik yang dibuka Ara pagi ini terasa lebih menarik. Sedari kemarin, Alen memang belum menceritakan sama sekali kepada Ara maupun Sanda tentang kejadian di perpustakaan. Alen pun mulai menceritakan kejadian di café saat Alan menyuruhnya makan, saat Alan membawakannya makan di perpustakaan dan kejadian legend hari air gratis sedunia. 

"Menurut lo gimana? Perkembangan bagus apa enggak, Ra?" tanya Alen setelah menceritakan semuanya ke Ara.

Bukannya menjawab, Ara malah berdiri sambil bertepuk tangan, seolah cerita Alen barusan adalah hidayah yang luar biasa di pagi ini.

"Itu bukan lagi perkembangan Alen. Itu kemajuan yang sangat pesat sekalii!!"

"Kemajuan pesat?"

Ara buru-buru kembali duduk, sedikit mendekatkan wajahnya ke Alen.

"Gue yakin Kak Alan masih ada perasaan sama lo."

"Nggak mungkin, Ra."

"Mungkin Len. Kalau nggak ada perasaan sama lo, kenapa dia masih peduli banget?"

Alen menghela napas panjang.

"Gue kemarin sudah tanya Kak Alan."

"Tanya apa?" Ara semakin penasaran.

"Dia benci apa enggak sama gue."

"Terus jawabannya apa?"

"Dia benci sama gue," jawab Alen kedua kalinya bahkan lebih enteng.

Ara melongo sesaat, tak menduga. Ara menggaruk pipi kanannya yang mendadak gatal.

"Benci sama lo?" tanya Ara sekali lagi memastikan.

"Iya. Dan, gue ngerasa Kak Alan emang beneran benci sama gue. Mungkin Kak Alan kemarin peduli karena dia kasihan sama gue."

Ara manggut-manggut kecil.

"Lo tau nggak kepanjangan dari benci?"

"Emang ada kepanjangannya?" bingung Alen.

"Ada!"

"Apa?"

Ara tersenyum penuh arti, kembali mendekati Alen dan membisikannya.

"Benar-benar cinta!"

****

Entah sudah berapa kalinya Alen mencuri-curi pandang ke Alan yang tengah sibuk menata foto-foto di papan Madding. Ucapan Ara tadi pagi terus berputar di otaknya. Pikirannya seketika terpecah menjadi kubu.

Kubu yang meyakini Alan memang membencinya dan kubu satunya, meyakini bahwa Alan masih menyukainya.

"Lama-lama gue jadi penulis aja dari pada buat puisi! Biar semua kehaluan Ara bisa gue tulis di cerita gue! Judulnya aku dan mantanku belum move on!" gerutu Alen mulai sebal sendiri karena tak bisa fokus.

"Siapa Len yang nggak bisa move on?"

Alen terkejut bukan main mendapatkan pertanyaan tersebut. Suara cowok itu bahkan cukup lantang sehingga semua orang yang ada di ruangan jurnalistik bisa mendengar dan menoleh ke arahnya.

"Sial! Alfin!"umpat Alen dalam hati saat melihat sosok Alfin-lah yang melemparkan pertanyaan tersebut.

Alen memaksakan senyumnya sembari menggeleng.

"Nggak ada, Kak," jawab Alen bohong.

Alfin terkekeh sambil geleng-geleng, seolah tau bahwa Alen sedang berbohong kepadanya. Kemudian, Alfin kembali melangkah berjalan menghampiri Alan yang juga tengah menatapnya.

"Tan, lo juga belummoveon?" teriak Alfin tak berdosanya ke Alan.

Alen segera mendunduk sembari memaki Alfin sebanyak mungkin dalam hati. Cowok itu memang sangat menyebalkan.

Sedangkan Alan hanya menatap Alfin dengan bingung.

"Lo ngomong sama gue?" tanya Alan tak paham.

Alfin mengernyitkan kening.

"Gue kira nama lo Atan," ucap Alfin sok dramatis.

"Nggak jelas lo. Mana kamera gue?" tanya Alan, siang tadi dia memang meminta Alfin membawakan kameranya yang dipinjam untuk acara robotik.

Alfin langsung menyerahkan kamera berseta pouchnya ke Alan.

"Thanks,Lan."

Alan mengangguk singkat.

"Langsung balik?" tanya Alan.

"Kenapa? Pengin gue temenin?"

"Najis!"

Alfin terkekeh puas melihat wajah kesal Alan.

"Gue balik dulu. Harus nemenin adik gue ke toko buku."

Alan mengangkat jempolnya.

"Oke, hati-hati."

Alfin melambaikan tangan dan segera melangkah menjauhi Alan. Namun, lagi-lagi langkah Alfin terhenti saat melihat Alen. Gadis itu menunduk lebih dalam seolah tau kehadirannya. Alfin menahan tawanya.

"Len," panggil Alfin iseng.

"Apa?" balas Alen ketus tanpa mau menatap Alfin. Alen pura-pura sibuk dengan macbooknya.

"Manggil aja, siapa tau mau nitip salam ke mantan."

Alen langsung mendongakkan kepalanya dan memberikan pelototan tajam ke Alfin. Namun, cowok itu malah langsung kabur pergi. Semakin puas melihat Alen yang malu dan kesal.

Alen mengepalkan kedua tangannya, emosinya masih dipuncak.

"Gue doian Kak Alfin bakalan bertemu cewek yang buat dia kualahan!!"

****

Langit semakin menggelap, jam dinding ruang jurnalistik telah menunjukkan pukul tujuh malam. Namun, semua tim jurnalistik masih di posisi sibuknya. Sedari tadi tak ada jedah untuk istirahat, begitu juga dengan Alen.

Setelah memeriksa semua puisi-puisi buatannya sudah aman, Alen harus membantu Aldo menempelkan hasil foto-foto yang dibidik oleh Alan ke Papan madding.

Alen menoleh ke belakang, melihat Aldo yang asik membuat ornamen-ornamen berbentuk kupu-kupu dan bunga untuk hiasan papan madding mereka.

"Wah, keren," puji Alen. Jiwa seni Aldo memang tak bisa dirugikan.

Aldo yang mendengar pujian Alen langsung tersenyum senang.

"Kagum, kan, lo sama gue?"

Alen mengangguk tanpa malu.

"Kapan-kapan ajarin ya."

"Buat ornamen seperti ini?"

"Iya."

"Bayarannya apa kalau gue mau ajarin lo?"

"Lo maunya apa?"

Aldo menggumam pelan, berpikir sesaat. Detik berikutnya senyum Aldo mengembang lebih lebar.

"Mana tega gue minta bayaran sama cewek cantik," goda Aldo.

"Ngardus lo!" pekik Alen merasa geli mendengar ucapan Aldo.

Alen pun segera kembali menghadap ke depan, melanjutkan pekerjaannya. Menempelkan foto-foto.

*****

Alen mendecak kesal karena rambutnya terus saja menutupi matanya. Ia lupa tidak menguncir saat mulai menempelkan foto-foto. Sedangkan, dua tangan Alen sudah dipenuhi dengan lem.

"Do, boleh minta tolong nggak?" tanya Alen, beberapa kali menggerakan-gerakan kepalanya ke kanan dan kiri agar rambutnya tidak menyerang wajahnya.

Panggilan Alen tak terjawab.

"Do, bantu ikatin rambut gue. Dari tadi rambut gue kena mata terus. Ganggu banget. Kuncir rambut gue ada di pergelangan tangan gue," lanjut Alen.

Namun, masih tak ada jawaban dari Aldo.

"Do, bentar aja," rengek Alen sembari mengangkat tangan kanannya, menunjukkan ikat rambutnya.

Detik berikutnya sebuah tangan mengambil ikat rambut Alen dari belakang. Alen tersenyum senang, merasa tertolong.

"Dari tadi, kek, Do. Makasih ba..."

Mulut Alen langsung merapat, tak bisa meneruskan kata-katanya saat ia menoleh ke belakang. Bukannya Aldo yang dia lihat melainkan Alan. Cowok itu sudah berdiri di belakangnya sembari memegang ikat rambutnya.

"Kak Alan..." lirih Alen bingung harus berucap apa.

"Hadap depan," suruh Alan.

"Hah?"

"Gue ikatin rambut lo."

Alen mengangguk pasrah, ia tak berani menolak saat ini. Alen pun perlahan kembali menghadap ke belakang. Jantung Alen seketika berdetak cepat ketika tangan Alan mulai menyentuh rambutnya dan mengikatnya.

"Sudah."

Alen memberanikan diri membalikkan badanya, saling berhadapan dengan Alan.

"Makasih banyak Kak," ucap Alen merasa terbantu.

Alan mengernyitkan kening, melihat Alen dengan heran.

"Lo sakit?" tanya Alan.

Alen menggeleng.

"Nggak, Kak."

"Demam?"

Alen menggeleng lagi, lebih cepat.

"Nggak, gue baik-baik aja."

Alan menunjuk ke arah wajah Alen.

"Pipi lo merah banget."

Alen seketika langsung menangkupkan kedua tangannya cukup keras ke pipinya. Kaget bukan main saat Alan berkata seperti itu. Alen seperti baru saja tertangkap basah karena salah tingkah dengan sikap manis Alan barusan.

"Gue permisi, Kak. Mau ambil minum." Alen memilih kabur secepat mungkin. Ia tak ingin Alan semakin menanyainya aneh-aneh. Sumpah, Alen sangat malu saat ini.

Alan menatap kepergian Alen dengan bingung. Perlahan Alan memegangi pipinya sendiri, dingin.

"Apa dia kedinginan seperti gue?"

****

Aldo menghela napas panjang, sangat lega melihat papan maddingya sudah hampir selesai. Tinggal menambahkan detail-detail di beberapa pinggiran dan foto.

Aldo memegangi perutnya, sejak tadi siang dia belum makan. Bagi Aldo makan adalah segalanya. Aldo segera mendekati Alan dan Alen yang tengah mendiskusikan tata letak foto dan ornamen apakah sudah pas atau belum.

"Kak Alan, Alen," panggil Aldo.

Alan dan Alen langsung menghentikan diskusi mereka dan menatap Aldo.

"Kenapa?" tanya Alan mewakili.

Aldo memberikan wajah melas.

"Ayo makan, Kak. Gue lapar banget. Perut gue butuh kasih sayang," jawab Aldo ngaco.

Alan melirik jam tangannya, kaget ternyata sudah pukul setengah sembilan malam. Dia juga sampai tidak sadar belum makan malam.

"Boleh."

"Makan di luar aja ya. Sekalian hirup udara malam yang segar."

"Oke."

Aldo tersenyum senang mendengar jawaban Alan. Aldo beralih ke Alen yang sedari tadi diam saja.

"Len, lo harus ikut makan juga!" paksa Aldo.

"Tapi gue nggak lapar, Do."

"Nggak ada alasan Alen. Kalau lo nggak makan, gue akan obrak-abrik papan maddingnya. Lo mau?"

Alen menggeleng cepat. Ancaman Aldo cukup menakutkan.

"Gue ikut tapi nggak makan. Minum aja."

Aldo mengangguk cepat, mengiyakan saja. Toh, nanti saat di restoran dia akan memaksa Alen lagi.

"Ayo berangkat sekarang," seru Aldo tak sabar.

Aldo, Alen dan Alan pun segera membereskan barang-barang mereka terlebih dahulu, kemudian berjalan bersama-sama menuju parkiran mobil. Untung saja Aldo membawa mobil hari ini. Alasannya biar bisa tidur di mobil kalau dia nggak betah tidur di aula bersama banyak orang.

*****

Aldo, Alen dan Alan sampai di parkiran. Namun, saat mereka akan masuk mobil tiba-tiba Vanya datang dengan motornya. Gadis itu buru-buru turun dari motor dan mendekat.

"Kalian mau kemana? Mau makan ya?" tanya Vanya seolah bisa menebak tujuan Aldo, Alen dan Alan.

"Iya, Kak," jawab Aldo mewakili.

"Gue boleh ikut, nggak? Gue juga belum beli makan," pinta Vanya.

Alen mengernyitkan kening bingung, pasalnya jelas-jelas dia melihat di gantungan motor Vanya saat ini ada lima box makanan.

"Di motor lo itu apa?"

Semua mata langsung tertuju ke Alan. Suara dingin Alan terasa mendominasi sekitar. Ternyata bukan Alen saja yang menyadarinya namun Alan juga.

Vanya seketika terlihat kebingungan.

"Itu makanan titipan Riko dan lainnya. Gue lupa nggak beli."

Mana ada lupa nggak beli? Yang namanya orang beli makanan pasti yang diutamakan punya sendiri!batin Alen meronta-ronta ingin sekali mengatai Vanya. Namun, Alen berusaha tetap diam saja. Tak ingin cari masalah dengan sang kakak kelas.

"Van, lo dicariin Pak Selamet. Buruan ke ruang jurnalistik!" suara teriakan Riko dari lapangan sekolah terdengar hingga parkiran.

Semua mata tertuju kepada Riko yang berjalan mendekati mereka semua.

"Gue dipanggil sekarang?" tanya Vanya memastikan saat Riko sudah berdiri di depannya.

"Iya, Pak Selamet mau tanya anggaran yang kemarin lo ajuin lagi."

Vanya menghela napas berat, padahal dia sudah bahagia bisa ikut makan bersama Alan malam ini.

"Oke, gue kesana sekarang."

"Makanannya mana? Udah lo beli?"

Vanya menunjuk motornya dengan malas. Riko pun segera mengambil kresek makanan di motor Vanya.

"Lo beli banyak banget Van? Buat siapa aja? Kan yang nitip cuma gue, Kinan sama Fahri," heran Riko.

Vanya dibuat mati kutu kedua kalinya. Ia baru saja tertangkap basah berbohong di hadapan Alan. Sangat memalukan.

"Bu... buat lo sama Fahri, lah. Kan lo berdua biasanya suka nambah. Makanya gue belikan lebih."

Ah! Riko manggut-manggut percaya.

"Ayo kita ke ruang Jurnalistik. Pak Selamet pasti sudah nungguin," ajak Vanya mengalihkan secepat mungkin.

"Oke."

Vanya tersenyum kaku kepada Aldo, Alen apalagi Alan.

"Gue balik dulu. Sori, gue nggak bisa jadi ikut. Kalian hati-hati di jalan, ya."

Vanya segera beranjak bersama Riko dari parkiran. Sedangkan Aldo, Alen dan Alan hanya bisa tertegun dengan kejadian barusan.

"Kita mau makan di mana? Restoran seafood mau, nggak?" tanya Aldo menyadarkan semua.

"Janganseafood," tolak Alan cepat.

"Kenapa Kak? Lo ada alergi seafood?" tanya Aldo lagi.

Alan menggeleng, jarinya perlahan menunjuk ke Alen.

"Alen yang alergi."

*****

#CuapCuapAuthor

SIAPA SIH YANG NGGAK BAPER KALAU TAHU MANTAN MASIH PEDULU ^^ 

GIMANA CHAMOMILE PART 23-NYA? SUKA NGGAK? ^^ 

CHAMOMILE PART 24 MAU UPDATE HARI APA NIH?

JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^

Jangan lupa juga untuk pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^

MAKASIH BANYAK TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA SEMUA. SELALU SAYANG KALIAN SEMUANYA. JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN YAA ^^


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro