Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20 - CANTIK

Assalamualaikum teman-teman Pasukan pembaca semua. Bagaimana kabarnya? Semoga sehat selalu ya ^^

Karena ini hari Jumat, aku mau ucapin HAPPY CHAMOMILE'S DAY ^^ 

SIAP UNTUK BACA CHAMOMILE PART 20? 

Sebelumnya, aku nggak nyangka banget Alhamdulillah CHAMOMILE sudah sampai part 20. Semoga teman-teman Pasukan pembaca selalu suka CHAMOMILE, selalu baca CHAMOMILE dan selalu support CHAMOMILE ya ^^

Dan, selamat membaca CHAMOMILE ^^

*****

Hari sabtu sore Alen, Aldo dan Alan janjian untuk berkumpul di rumah Aldo. Mereka akan mengerjakan tugas lombba madding mereka yang tinggal sepuluh hari lagi. Waktu berjalan begitu cepat.

"Habis basket, Kak?" tanya Aldo saat melihat Alan baru datang dan turun dari motornya mengenakan baju basket yang sudah ditutupi dengan kaos putih.

Alan mengangguk, menghampiri Aldo dan Alen yang sudah duduk di balkon teras rumah Aldo.

"Iya, tanding sama SMA sebelah," jawab Alan.

Alan menoleh ke Alen, gadis itu terlihat sibuk memeriksa satu persatu foto yang sudah dicetak oleh Aldo, sampai tak menyadari kedetangannya.

"Len, Kak Alan udah datang," ucap Aldo memberitahu.

Alen langsung mendongak dan menoleh ke Alan, Alen sedikit kaget karena baru menyadari kedatangan Alan.

"Kapan datang Kak?" tanya Alen seperti orang bodoh.

Alan tersenyum kecil.

"Baru aja."

"Maaf ya Kak, gue tadi masih fokus cek hasil foto-fotonya," ucap Alen tidak enak.

"Nggak apa-apa, lanjutin," suruh Alan.

Alen mengangguk, kembali fokus dengan tugasnya. Alan pun memilih membantu Aldo untuk mencari template madding mereka.

****

Alen memeriksa kembali ringkasan puisi yang sudah dibuatnya, meskipun belum semuanya tapi Alen cukup puas dengan puisi-puisi yang dibuatnya.

Alen melihat ke Aldo dan Alan yang tengah sibuk berdiskusi. Alen mendekati mereka berdua.

"Do, Kak Alan, bisa periksa puisi gue nggak? Udah bagus atau belum?" pinta Alen.

Alan dan Aldo mengangguk.

"Boleh."

Alen tersenyum senang, ia segera menyerahkan hasil karyanya kepada dua cowok itu, membiarkan mereka mulai fokus membaca puisi-puisinya.

"Wah, lo emang keren banget Len, bisa buat puisi sedalam ini," takjub Aldo.

"Beneran keren?" tanya Alen memastikan, jujur ia kadang tidak percaya diri.

"Keren banget. Gue aja nggak akan bisa buat puisi seindah ini. Tanya Kak Alan coba."

Alen menatap Alan yang juga tengah menatapnya.

"Gimana menurut Kak Alan?" tanaya Alen gugup.

Alan tak langsung menjawab dengan sorot mata yang lebih dalam.

"Cantik."

"Hah?" kaget Alen mendengar ucapan Alan.

"Puisinya cantik," tambah Alan memperjelas ucapannya.

Alen menghela napas panjang, hampir saja dia salah paham.

"Makasih Kak, gue akan segera selesaikan semua puisinya."

Alen pun buru-buru kembali ke tempatnya, tak sanggup jika harus berdiri terlalu lama di dekat Alen. Perkataan Alan tadi saja berhasil membuat jantungya berdetak cepat. Pikiran Alen pun kembali teringat dengan kejadian di café setelah mewawancarai Mamanya.

"Lo udah tumbuh menjadi gadis cantik."

Gila! Gila! Karena ucapan Alan itu, Alen hampir tidak bisa tidur semalaman.

*****

Alen merentangkan kedua tangannya, sejak pukul tiga sore sampai jam tujuh malam, akhirnya selesai juga tugas mereka untuk hari ini.

"Makan dulu yuk," ajak Aldo.

"Di mana?" balas Alan.

Aldo langsung menunjuk ke arah pintu masuk perumahannya.

"Di dekat pintu masuk perumahan ada restoran pasta baru. Katanya enak. Mau cobain bareng?" tanya Aldo.

"Boleh." Alan langsung menyetujui tanpa pikir panjang.

Sedangkan Alen bingung tak tau harus menjawab apa. Pasalnya dia tidak bisa untuk makan malam. Namun, Alen juga takut untuk menolak. Alen pun memutuskan untuk ikut saja.

"Alen lo setuju, kan?" tanya Aldo sekali lagi memastikan.

Alen menganggu pasrah.

"Iya, setuju."

Setelah membereskan semua barang-barang dan perlengkapan, mereka bertiga segera pergi ke restoran pasta tersebut dengan menggunakan motor masing-masing.

****

Alen menganga takjub melihat banyaknya makanan yang dipesan oleh Aldo. Alen memang tau hobi Aldo adalah makan, namun tak menyangka cowok itu akan membeli sebanyak ini.

"Do, semua ini siapa yang mau makan?" tanya Alen masih takjub.

"Kita semua."

Alen tersenyum canggung sembari geleng-geleng, tak bisa berkata lagi.

"Ayo makan," seru Aldo langsung memakan pastanya.

Alan juga segera memakan pasta di piringnya, ia memang sudah lapar sejak tadi sore. Sedangkan, Alen hanya diam, tak berani menyentuh satu pun makanan di sana.

Alen memilih untuk meminum botol air mineralnya. Aldo dan Alan tak menyadari Alen yang tidak makan, mereka berdua terlalu fokus menghabiskan makannya.

****

"Akhirnya kenyang juga!!!" seru Aldo sangat lega.

Aldo menyenderkan tubuhnya di kursi, menatap tiga porsi pasta yang dihabiskannya. Aldo menatap Alan yang juga telah selesai makan. Pandangan Aldo beralih ke pasta di piring Alen yang masih utuh dan sama sekali tak tersentuh.

Aldo langsung menegakkan tubuhnya, menatap Alen bingung.

"Lo nggak makan Len?" tanya Aldo.

Pertanyaan Aldo membuat Alan pun ikut melihat ke arah Alen.

"Nggak, gue nggak lapar," jawab Alen berbohong. Padahal sedari tadi perutnya terus meronta-ronta ingin mencicipi pasta enak di hadapannya. Alen berusaha menahan sekuat mungkin daripada dia diamuk habis-habisan oleh Mamanya.

"Nggak lapar? Lo belum makan dari tadi sore."

"Beneran gue nggaka lapar."

Aldo mengerutkan kening, curiga.

"Lo lagi diet?" tebak Aldo.

Alen bergumam pelan.

"Ya, gitu."

Kedua mata Aldo langsung terbuka lebar, kaget mendengar jawaban Alen.

"Lo mau diet kayak gimana lagi Len? Lo udah kurus banget!" heboh Aldo.

"Cu... Cuma nurunin satu kilo aja Do," kilah Alen tak ingin membuat Aldo lebih heboh.

Aldo segera menghadapkan tubuhnya ke Alen.

"Alen, lo nggak perlu diet pun lo udah cantik. Coba tanya Kak Alan."

Aldo dan Alen langsung menoleh ke Alan yang sedari tadi diam saja. Alan tertegun beberapa detik.

"Apa?" bingung Alan karena tiba-tiba ditatap oleh Aldo dan Alen.

"Alen tanpa diet pun sudah cantik kan Kak?" tanya Aldo mengulangi.

"Iya," jawab Alan langsung setuju.

Aldo tersenyum lebar, puas dengan jawaban Alan. Ia kembali menatap Alen.

"Denger, kan? Jadi, lo nggak usah diet ya. Sekarang makan pasta lo. Kita tungguin."

Alen menghela napas pelan, bingung harus menolak bagaimana lagi. Namun, dia benar-benar tidak bisa untuk makan saat ini. Bayangan wajah murka Mamanya mulai menghantui pikirannya.

"Maaf banget Do. Gue beneran masih kenyang."

"Kalau gitu, gue bungkusin, siapa tau lo tiba-tiba lapar di malam hari. Oke?"

"Nggak perlu Do. Nanti nggak ada yang makan. Sayang pastanya."

Aldo mengerucutkan bibirnya dengan tatapan iba ke Alen.

"Seriusan lo nggak makan? Nggak apa-apa?" tanya Aldo mulai kehabisan ide untuk membujuk Alen.

Alen mengembangkan senyumnya.

"Iya, Do. Gue nggak apa-apa."

"Kalau gitu pasta punya lo gue bungkus pulang ya."

"Iya, makan aja."

Alen terkekeh melihat Aldo yang kembali semangat karena mendapatkan tambahan pasta. Alen mengalihkan pandangannya, tak sengaja saling bertatapan dengan Alan.

Alen tidak tau sejak kapan Alen terus menatapnya seperti itu, bukan tatapan kasihan atau pun iba, melainkan seperti tatapan orang yang sedang khawatir.

Alen segera berpura-pura melihat ke jam tangannya.

"Sudah jam delapan. Ayo kita pulang," ajak Alen.

Aldo mengangguk setuju. Mereka pun segera berdiri. Namun, saat mereka akan beranjak keluar, Alan tiba-tiba berhenti melangkah.

"Kalian duluan aja ke parkiran," ucap Alan menyuruh Aldo dan Alen.

Sebelum Aldo atau pun Alen bertanya, Alan sudah pergi duluan ke arah toilet.

"Ayo Len. Kak Alan sepertinya mau ke toilet dulu," ucap Aldo mengajak Alen.

Alen pun mengangguk saja dan mengikuti Aldo keluar duluan dari restoran.

*****

Aldo dan Alen menghentikan pembicaraan mereka saat melihat Alan keluar. Mereka segera mendekati motor masing-masing.

"Makasih untuk hari ini semuanya. Gue balik dulu ya," pamit Aldo. Seperti biasanya, cowok itu pasti akan kabur duluan meninggalkan Alen dan Alan berdua.

Alen berusaha untuk tidak gugup, ia memberanikan diri menatap ke arah Alan dengan tangan memegangi helmnya.

"Guep pulang dulu, Kak," pamit Alen bersiap memakai helmnya.

"Bentar." Alan tiba-tiba mencegah Alen, membuat Alen tak jadi memakai helmnya.

Alen menatap Alan dengan bingung.

"Kenapa Kak?"

Alan menyerahkan sebuah paper bag yang ada lambang restoran. Alen memandangi paper bag tersebut semakin bingung.

"Makan ini," suruh Alan.

Alen kaget beberapa saat.

"Kenapa Kak Alan beliin gue pasta?" tanya Alen.

"Nggak usah diet."

"Tapi, Kak..."

"Mama lo masih suka ngatur penampilan lo?"

Alen langsung terdiam, tak berani menjawab. Karena pertanyaan tersebut memang benar adanya.

"Jawab Len," paksa Alan.

Mau tak mau Alen mengangguk pasrah. Percuma saja jika dia berbohong. Alan pasti akan langsung mengetahuinya.

"Ikut gue."

Alen sangat terkejut saat tangan Alan menarik lengannya. Alen mengikuti Alan dari belakang, hingga akhirnya Alan mendudukannya di sebuah kursi yang ada di luar restoran.

Alen menatap Alan dengan bingung.

"Ke... Kenapa kita duduk di sini Kak?"

"Makan dulu," suruh Alan, ia langsung mengeluarkan satu kotak pasta dari paperbag dan menyerahkannya secara paksa ke tangan Alen. Dan, mau tak mau Alen menerimanya.

Alen menatap pasta tersebut dengan perasaan bimbang. Ia ingin menolak tapi Alan pasti akan terus memaksanya.

"Kak, gue nggak..."

"Gue yang akan tanggung jawab kalau Mama lo marah."

Alen mendongakkan kepalanya untuk bisa melihat Alan lebih jelas. Alen bisa menangkap keseriusan Alan terhadap ucapannya.

"Makan pastanya, Alen." Suara Alan terdengar begitu lembut. Untuk pertama kalinya bagi Alen setelah perpisahan mereka mendengar suara Alan selembut ini, membuat Alen melemah seketika dan tak bisa menolak lagi.

Alen dapat merasakan debaran jantungnya meningkat berlipat-lipat.

"Iya, Kak," lirih Alen pasrah.

Alen pun segera memakan pasta yang dibelikan oleh Alan. Sedangkan, Alan menunggu dan mengawasi Alen makan, berdiri di samping Alen dengan sabar.

"Enak pastanya," ucap Alen, merasa senang bisa mencoba pasta di restoran ini. Entah sudah berapa lama Alen bisa merasakan makanan seenak ini.

Alan tak membalas apapun, hanya senyum tipis yang mengembang di bibirnya, seolah lega melihat Alen akhirnya makan. Alan memang sempat membelikannya saat Aldo dan Alen ia suruh keluar duluan.

Alen menatap Alan lagi, ia mulai merasa kenyang sedangkan pastanya masih ada banyak.

"Kak, kalau nggak gue habisin nggak apa-apa?" tanya Alen penuh harap.

"Nggak apa-apa."

"Siapa yang habisin sisanya? Kasihan kalau dibuang."

"Gue yang akan habisin."

Alen tertegun sekaligus kaget. Jangan tanya bagaiamana kabar jantung Alen saat ini. kecepatan detakannya meningkat tiga kali lipat. Alen langsung tertunduk dan melanjutkan makannya dengan senyum yang ia sembunyikan.

"Kak Alan mau makan sisa pasta yang gue makan?"

*****

Alen tak bisa menghilangkan senyum di wajahnya. Hari sabtu yang begitu indah baginya. Alen tidak pernah menyangka akan melawatkan malam minggunya bersama Alan dan mendapatkan perhatian manis dari Alan.

Alen membuka pintu rumahnya, langkahnya langsung terhenti saaat melihat Mamanya yang duduk di kursi ruang tamu dengan pandangan tajam ke arahnya dan kedua tangan terlipat. Sudah mirip sekali dengan Ibu Tiri yang selalu disebut-sebut oleh Ara.

"Dari mana baru pulang jam segini?" tanya Kanara.

"Kerjain madding untuk lomba, Ma. Tadi Alen sudah chat ke Mama," jelas Alen berusaha tidak takut.

"Sampai malam?"

"Iya, Ma. Maaf."

Kanara berdiri dan menghamiri putrinya. Kanara memeriksa baju Alen.

"Kamau habis makan?"

Alen meneguk ludahnya susah payah, tubuhnya seketika menegang. Alen tidak menduga Mamanya akan langsung tau.

"Alen... Alen..."

"Makan berapa banyak kamu? Bukannya Mama sudah bilang berulang kali jangan makan lebih dari jam enam!"

Alen tertunduk, mulai takut.

"Maaf, Ma."

Kanara langsung mengambil timbangan, menaruhnya tepat di hadapan Alen tanpa memikirkan sang putri sudah kelelahan.

"Naik timbangan!" suruh Kanara tanpa ampun.

"Iya, Ma." Alen tidak punya pilihan lain selain menuruti.

Alen segera menaiki timbangan di hadapannya dengan berdoa dalam hati agar berat badannya tidak naik. Namun, harapan Alen sia-sia belaka, bukannya beratnya menetap atau berkurang, angka lima muncul jelas di belakang angka empat.

"ALEN APA-APAN INI!"

Tamatlah riwayat Alen! Alen tidak berani bergerak sedikit pun bahkan untuk menatap Mamanya saja Alen tak mampu. Suara teriakan Mamanya menggelegar seisi ruang tamu.

"Turun kamu dari timbanagan. Mama nggak sanggup lihatnya!"

Alen segera turun, memundurkan sedikit langkahnya agar tidak dekat-dekat dengan Mamanya.

"Kamu habis makan apa? Kamu lihat kan akibat dari kamu makan malam? Kamu nggak dengerin perkataan Mama untuk nurunin berat badan kamu? Kamu mau seenaknya sendiri sekarang? Hah?"

Alen meremas jemarinya, sangat takut. Mamanya terlihat begitu murka.

"Maaf Ma. Alen janji ini terakhir kalinya."

"Janji? Sejak bulan lalu kamu janji turunin berat badan kamu! Tapi apa hasilnya? Berat badan kamu menyentuh 45 Alen!"

"Alen janji akan turunin lagi Ma."

"Tentu saja kamu harus turunin! Mama nggak mau tau, bulan ini berat badan kamu harus di angka 43! Mengerti?!"

Alen mengangguk pasrah, kedua matanya mulai terasa panas. Alen menahan sekuat mungkin agar tidak menangis.

"Mengerti Ma."

Kanara menghela napas berat, mendinginkan kepalanya sejenak.

"Mulai besok tidak ada sarapan dan tidak ada makan nasi, Alen! Sampai berat badan kamu bisa kembali 43!"

"Iya, Ma."

Kanara menunjuk ke arah kamar Alen.

"Masuk kamar kamu sekarang dan langsung tidur!"

Lagi-lagi Alen hanya bisa pasrah menuruti semua perintah Mamanya. Alen melangkah dengan gontai menuju kamarnya. Perasaan sedih dan takut meluap menjadi satu di tubuhnya.

Alen langsung menutup pintu kamarnya, saat itu juga air matanya terjatuh satu persatu tak dapat lagi ditahannya. Alen terduduk di belakang pintu dan menangis sejadinya.

"Sampai kapan Mama terus bersikap seperti ini?"

*****

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA CHAMOMILE PART DUA PULUH? SUKA NGGAK?

DUA KATA UNTUK PART INI? 

CHAMOMILE PART 21 MAU UPDATE HARI APA?

JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^

Jangan lupa juga untuk pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^

MAKASIH BANYAK TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA SEMUA. SAYANG KALIAN SEMUA.  JANGAN LUPA SELALU JAGA KESEHATAN YA. 


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro