Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17 - WAWANCARA

Assalamualaikum teman-teman semua. Bagaimana kabarnya? Semoga sehat selalu ya. 

SUDAH SIAP BACA CHAMOMILE PART 17?

Semoga teman-teman selalu suka CHAMOMILE dan selalu baca CHAMOMILE ya. Amin. 

Dan, selamat membaca CHAMOMILE ^^

****

Alen memilih kembali menunggu di depan teras rumah Ara setelah menyapa Ara dan juga Mama Ara, pandangan Alen tak lepas menengok ke gerbang rumah Ara, berharap Alan segera datang.

Alen bukannya mengkhawatirkan motornya tidak kembali atau di bawah kabur Alan, Alen hanya merasa tidak enak sudah merepotkan Alan.

"Alen," panggil Aldo.

Alen terkejut dan langsung membalikkan badan.

"Iya, Do?"

"Ayo wawancara sekarang, Mamanya Ara sudah siap," ajak Aldo.

Alen langsung mengangguk cepat, sebelum ia benar-benar kembali masuk ke dalam rumah Ara, Alen menyempatkan untuk mengecek sekali lagi apakah ada tanda-tanda kedatangan Alan.

"Semoga Kak Alan nggak marah sama gue."

*****

Alen berusaha untuk fokus, di hadapanya sekarang sudah ada seorang wanita paruh baya yang memiliki paras sangat cantik, wanita itu bernama Anya. Alen tersenyum melihat Anya yang juga tengah tersenyum kepadanya.

Bagi Alen, Anya seperti seorang malaikat dan semua anak pasti ingin memiliki Mama seperti Anya, begitu juga dengan Alen.

"Tante sudah siap?" tanya Alen hendak memulai wawancara, tangannya sudah ada kertas pertanyaan.

"Siap Alen."

Alen menoleh ke Aldo, memberi kode untuk memulai merekam. Alen menghembuskan napasnya perlahan, berusaha untuk fokus meskipun sebagian pikirannya masih di dominasi oleh Alan.

Alen menatap Anya lekat.

"Apa yang Tante rasakan ketika Ara hadir pertama kali ditengah-tengah kehidupan Tante?"

Anya tersenyum hangat mendengar pertanyaan dari Alen.

"Sempurna. Tante merasa kehidupan dan keluarga kecil Tante lebih sempurna sejak kehadiran Ara. Kebahagiaan pun terasa lebih sempurna."

Tidak hanya Alen yang merasa terharu dengan jawaban dari Anya, Alen menoleh ke Ara yang sedari tadi berdiri di sampingnya. Gadis itu terlihat terenyuh sembari memberikan tanda love di kedua jarinya untuk sang Mama.

"Apa keinginan Tante pertama kali saat Ara lahir?"

"Keinginan pertama kali?" tanya Anya memastikan.

Alen mengangguk.

"Tentu saja Tante ingin melihat Ara hidup dengan sehat dan bahagia. Bukankah semua orang tua menginginkan hal itu kepada anak-anaknya?"

Alen tersenyum tipis, merasa ragu dengan pertanyaan Anya.

"Mungkin."

Alen hanya bisa menjawab dalam hati. Ia memfokuskan dirinya kembali, membaca pertanyaan selanjutnya untuk Anya.

"Tante ingin Ara tumbuh seperti apa?"

"Tumbuh menjadi gadis yang baik, memberi banyak cinta dan menerima banyak cinta dari semua orang. Serta gadis yang berani mengambil keputusan untuk hidupnya sendiri."

Alen tidak kaget mendengar jawaban Anya, karena sosok Ara memang tumbuh seperti itu. Gadis yang sangat pemberani.

"Pertanyaan terakhir Tante..."

"Udah terakhir aja?" kaget Anya seolah masih ingin mendapatkan banyak pertanyaan.

"Iya Tante, karena banyak narasumber jadi Alen tidak memberikan banyak pertanyaan. Biar referensi yang Alen butuhkan tidak melebar kemana-mana," jelas Alen.

"Oke, apa pertanyaan terakhirnya?"

Alen membaca pertanyaan yang ada di kertasnya, tatapanya seketika hampa.

"Alen?" panggil Anya karena Alen masih menunduk diam.

Alen tersentak kaget, ia langsung mendongakkan kepalanya.

"Maaf Tante," ucap Alen merasa bersalah.

"Kamu nggak apa-apa."

Alen menggeleng cepat.

"Nggak apa-apa Tante. Alen bacakan pertanyaannya ya."

"Iya."

Alen memaksakan senyumnya dan segera membacakan pertanyaan kepada Anya.

"Harapan Tante untuk sosok Ara saat ini apa?" tanya Alen.

Anya tak langsung menjawab seperti tadi, Anya terlihat berpikir lebih keras untuk pertanyaan kali ini. Detik berikutnya, Anya tersenyum dan bersiap menjawab.

"Semua orang tua pasti menginginkan anak mereka pandai dalam sekolah, berperilaku baik dan membanggakan. Tidak bisa Tante pungkiri, Tante juga memiliki harapan seperti itu untuk anak Tante. Namun, harapan yang paling penting bagi Tante untuk Ara..." Anya menatap Ara sekilas, senyum hangat sang anak memberikan semangat lebih bagi Anya.

Anya kembali menatap Alen dan meneruskan jawabannya.

"Tante ingin Ara selalu bahagia dan memilih jalan hidup yang diinginkannya."

Ara tak bisa lagi menahan rasa harunya, ia menghambur mendekati Mamanya dan memeluk Anya erat. Tak peduli kamera Aldo masih merekam.

Aldo dan Alen membiarkan saja, hati mereka juga ikut tersentuh melihat kehangatan Anya dan Ara.

Tatapan Alen perlahan berubah hampa, satu jawaban Anya tiba-tiba terngiang di kepala Alen.

Bukankah semua orang tua menginginkan anaknya bahagia?

*****

Alen memasukan barang-barangnya ke dalam tas setelah berpamitan dengan Anya. Setelah selesai wawancara Anya langsung beranjak kembali ke rumah sakit. Alen merasa sangat berterima kasih kepada Ara dan Mamanya yang mau membantunya untuk lomba madding kali ini.

"Woi anaknya Ibu Tiri," panggil Ara dengan tak berdosanya.

Alen menoleh ke Ara, memberikan tatapan tak enak.

"Lo manggil gue?" tanya Alen memastikan.

Ara mendekati Alen.

"Jelaslah, siapa lagi di sini yang punya emak macem Ibu Tiri kalau nggak lo."

Alen hanya bisa melengos pasrah, kenyataan yang tak bisa ia bantah.

"Kenapa manggil?"

"Gimana wawancaranya tadi? Oke, kan? Terharu nggak lo dengar jawaban menyentuh Mama Anya?" sombong Ara.

Alen menahan kesabarannya.

"Kenapa lo masih mempertanyakan hal yang sudah jelas jawabannya?"

"Pamer aja. Kan, gue suka pamer sama lo," jawab Ara enteng.

Alen ingin sekali menarik mulut api sahabatnya ini. Namun, mengingat kembali kebaikan Ara yang bersedia menjadi narasumbernya bersama sang Mama, Alen lagi-lagi berusaha untuk sabar.

"Terserah lo!"

Ara tertawa puas melihat Alen yang semakin kesal. Ara merangkul bahu Alen, kemudian melihat ke kanan dan ke kiri, seolah mencari seseorang.

"Mana mantan lo?" bisik Ara pelan agar tak terdengar Aldo yang masih sibuk membereskan kamera-kameranya.

Pertanyaan Ara berhasil membuat Alen membeku. Gara-gara wawancara dengan Anya, membuat Alen kehilangan fokus dan melupakan sosok Alan.

Alen langsung membalikan tubuhnya ke arah pintu rumah Ara, tidak ada tanda-tanda sosok Alan di sana.

"Kenapa lo?" tanya Ara ikut menatap ke pintu.

Alen menunjuk ke arah pintu.

"Itu... Itu Ra..."

"Itu apa? Lo nunjuk apa? Jangan nakut-nakutin, Len!" Ara begidik ngeri karena Alen menunjuk ke pintu dengan tatapan gelisah.

Namun, belum sempat Alen menjawab, pintu rumah Ara langsung terbuka membuat Alen dan Ara terpelonjat kaget.

"Astaghfirullah..." nyebut Ara cepat.

Berbeda dengan Alen, ia bernapas lega akhirnya bisa melihat Alan. Alen sangat khawatir dengan Alan.

"Dari mana Kak Alan? Kok baru datang?" tanya Ara tak ada santun-santunnya menyambut Alan.

Alan tidak menjawab pertanyaan Ara, ia semakin mendekati Alen dan berhenti tepat di hadapan gadis itu.

"Kunci motor lo," ucap Alan menyodorkan kunci motor Alen.

Alen menerimanya dengan perasaan takut sekaligus segan.

"Makasih banyak Kak, maaf ngerepotin."

"Hm, ban motor lo gue ganti juga karena sudah tipis. Bahaya."

"Iya Kak nggak apa-apa. Untuk semua biayanya berapa, Kak? Biar gue ganti ha..."

"Nggak perlu," tolak Alan.

"Tapi Kak Alan udah..."

"Kunci motor gue?" pinta Alan memotong ucapan Alen.

Dengan cepat Alen menyerahkan kunci motor Alan, tak ingin membuat cowok itu marah. Alan segera menerimanya dan berlalu begitu saja dari hadapan Alen.

Alen mengikuti kepergian Alan, cowok itu mulai sibuk membantu Aldo. Seolah kejadian antara dia dan Alan bukanlah hal besar. Padahal, Alen sudah gelisah berat karena hal itu.

"Alen..." suara Ara akhirnya terdengar kembali setelah membeku karena terkejut dengan yang dilihatnya antara Alen dan Alan.

"Hm?" balas Alen menatap kunci motornya hampa.

"Apa yang gue lihat tadi, Len?"

Alen menatap ke Ara.

"Apa?"

Ara menunjuk ke arah Alen dan Alan bergantian.

"Antara lo, Kak Alan dan kunci motor? Apa yang sudah terjadi?"

"Entahlah," jawab Alen masih malas untuk menceritakan.

Sedangkan, Ara terlihat tak sabar.

"Lo harus cerita setelah ini. Lo nggak boleh pulang dulu sebelum lo cerita ke gue! Ngerti?" tajam Ara tepat di telinga Alen.

Alen segera menjauhkan kepalanya dari Ara, menatap Ara dengan ngeri.

"Iya, iya Aira!" pasrah Alen.

Ara mengangkat jempolnya puas dengan jawaban Alen. Ia semakin tidak sabar untuk mengetahui lebih jelas apa yang telah terjadi antara Alan dan Alen.

*****

Setelah kepergian Alan dan Aldo, Ara langsung menyeret Alen masuk kembali ke rumahnya dan membawa gadis itu ke kamarnya. Ara sudah tak bisa menunggu lama lagi. Rasa penasarannya telah mencapai ubun-ubun.

Ara mendudukan Alen di pinggir kasurnya.

"Buruan cerita!" paksa Ara.

"Gue napas dulu, Ra."

"Oke, buruan napasnya."

"Minum dulu juga boleh?"

"Nggak ada! Lo minum dan nggak minum nggak ada bedanya. Lo tetap nggak pinter."

Alen langsung melotot tak terima.

"Gue pulang nih!" ancam Alen.

Ara menangkupkan kedua tangannya cepat sembari melebarkan senyumnya.

"Bercanda Alen. Semua orang di dunia ini juga tau lo bukannya nggak pinter, cuma rendah IQ-nya aja."

"Aira!!!"

"Sori, kelepasan Len."

Alen menghela napas panjang, berusaha sabar. Ia pun mulai untuk cerita.

"Jadi, waktu gue berangkat dari sekolah...."

Alen mulai menceritakannya dari awal hingga akhir, sedangkan Ara mendengar dengan antusias. Setiap reaksi heboh Ara membuat Alen kewalahan sendiri.

"Gila Len! Seriusan Kak Alan yang nyamperin lo? Kak Alan mau nukar motornya? Kak Alan rela perbaiki motor lo?"

Alen mengangguk lemah.

"Iya, tapi gue ngerasa Kak Alan hanya kasihan sama gue."

"Kasian embah lo! Mana ada gitu kasihan Alen!"

"Embah gue udah nggak ada, Ra."

"Astaghfirullah. Eyang kakung dan Eyang utinya Alen, Ara minta maaf." Dengan cepat Ara segera menyesali kesalahannya.

"Terus kalau nggak kasihan apa?"

Ara menatap Alen dengan gemas.

"Tentu saja perhatian Alen! Itu tandanya Kak Alan peduli sama lo! Dan, mungkin saja Kak Alan masih ada rasa sama lo!"

Alen menggeleng cepat.

"Nggak mungkin Ra. Kak Alan jelas-jelas masih dingin sama gue. Kalau dia peduli sama gue, pasti dia nggak nolak waktu gue nawarin diri buat temenin dia ke bengkel," ucap Alen tak setuju.

Ara menaruh kedua tanganya di bahu Alen, menatap sahabatnya lebih lekat.

"Alen, karena Kak Alan peduli banget sama lo makanya lo nggak diajak dan Kak Alan nyuruh lo pakai motor dia. Biar lo nggak kecapean."

Alen seketika termenung, jawaban Ara sangat masuk akal. Alen sama sekali tak terpikirkan sampai ke sana.

"Giu ya Ra?"

"Iya, gitu Alen!"

"Kak Alan beneran masih peduli sama gue?"

Ara mengangguk sangat yakin.

"Sembilan puluh sembilan persen masih peduli Alen!"

"Kenapa nggak seratus persen, Ra?" protes Alen.

Ara mengembangkan senyumnya dengan senyum malu-malu.

"Karena yang seratus persen hanyalah perasaan Ara untuk Kak Alfin."

Alen mendecak kesal, padahal dia bertanya sangat serius. Alen dengan cepat menepis kedua tangan Ara dari bahunya.

"Gue nggak ngerepotin Kak Alan banget, kan, Ra tadi? Kak Alan nggak kelihatan marah kan karena benerin motor gue?" tanya Alan masih sedikit gelisah.

Ara menggeleng.

"Nggaklah. Kan, dia yang nawarin sendiri. Beda lagi kalau lo yang minta tolong."

Alen mengangguk-angguk, lagi-lagi Ara menjawab dengan logis. Orang pintar memang beda pemikirannya.

Tanpa sadar bibir Alen mengembang tipis, memikirkan ucapan Ara barusan membuatnya bahagia. Alan masih peduli dengannya?

"Ngapain lo senyum-senyum?" tanya Ara curiga.

"Nggak ada," elak Alen cepat.

Ara medesis kecil, tentu saja dia sudah tau jawabannya.

"Alen, lo nggak boleh diam aja sekarang. Ini kesempatan emas buat lo," ucap Ara.

"Kesempatan emas?" bingung Alen.

"Iya. Lo harus beraksi!"

Alen mengerutkan kening, tak paham.

"Beraksi apa?"

Ara menghela napas panjang, mencoba menjelaskan pelan-pelan kepada sahabatnya yang bodoh ini.

"Dengerin gue Alen. Kak Alan sudah berbaik hati bantuin lo, bahkan menurut gue yang dilakukan Kak Alan itu luar biasa banget. Dan, lo cuma ucapin makasih aja ke Kak Alan?"

"Gue tadi mau bayar biaya servis motornya tapi Kak Alan nggak mau," ucap Alen masih tak paham.

"Bukan itu maksud gue Alen!" pekik Ara mulai kehilangan kesabaran.

"Terus apa?"

"Maksud gue, lo harus siapkan hadiah spesial sebagai rasa terima kasih lo ke Kak Alan. Dan, besok lo kasihkan ke Kak Alan."

Alen langsung melotot kaget.

"Hadiah spesial? Kasih ke Kak Alan?"

"Iya. Sebagai rasa terima kasih. Dan, siapa tau dengan menerima hadiah lo, Kak Alan tersentuh dan mau maafin lo. Akhirnya, Kak Alan mau pergi ke Dies Natalis sekolah bareng lo," jelas Ara panjang lebar.

Alen termenung, memikirkan ide pintar Ara. Alen mempertimbangkan baik-baik ucapan Ara.

"Seriusan gue kasih hadiah ke Kak Alan?" tanya Alen memastikan.

"Serius Alen!"

Alen mengangguk lemah, tak ada salahnya juga melakukan saran dari Ara. Siapa tau ucapan Ara itu benar dan menjadi kenyataan.

"Gue harus kasih hadiah apa untuk Kak Alan?" tanya Alen meminta saran.

Ara tersenyum sumringah, Alen mau menuruti sarannya. Ara segera mengambil kursi di depan meja belajar dan menaruh dihadapan Alen. Ara mendudukinya dan bersiap memberikan saran terbaiknya untuk Alen.

"Gue ada ide, Len."

"Apa?" tanya Alen penasaran.

Ara mendekatkan wajahnya ke Alen.

"Gimana kalau lo kasih bunga Chamomile kesukaan lo ke Kak Alan?"

"Masa bunga, Ra. Nanti gue dikira nyatain cinta ke Kak Alan!" protes Alen langsung tak setuju.

Ara mengangguk-angguk, kali ini setuju dengan penolakan Alen.

"Benar juga."

"Ada ide lain, nggak?" tanya Alen penuh harap.

Ara bergumam panjang, memikirkan hadiah yang menurutnya cocok untuk Alan. Detik berikutnya, senyum Ara kembali mengembang lebar.

"Kak Alan kan suka fotografi ya, Len."

"Iya, terus?"

"Berarti Kak Alan suka sesuatu yang indah, yang cantik dan menawan."

"Bener. Terus?"

Ara mendekatkan wajahnya ke Alen, matanya menyorot ke Alen dengan penuh keyakinan.

"Gimana kalau lo kasih Kak Alan hadiah foto lo yang paling cantik?"

***

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA CHAMOMILE PART TUJUH BELAS? SUKA NGGAK?

Kira-kira Alen bakalan kasih hadiah apa untuk Alan? Ada yang bisa nebak? 

CHAMOMILE PART 18 MAU UPDATE HARI APA? 

JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT YA. SELALU PALING DITUNGGU DARI TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA ^^

Jangan lupa juga untuk pantengin info-info tentang cerita Chamomile di Instagram luluk_hf dan lulukhf_stories yaa ^^

MAKASIH BANYAK SEMUANYA. SELALU SAYANG KALIAN SEMUA DAN SELALU JAGA KESEHATAN YAA ^^


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro