[Life] Partners
[PESERTA PERTAMA EVENT MINI CURSED KINGDOM]
Nama : Maiko Zavira
Nama Wattpad : maikozv
Chara : FemRaivin x Chuuya Nakahara
Genre : Romance (wajib), Action
Alasan memilih karakter :
Alasanku adalah..
Karena sifat Rai-san yg tenang dan strategis cocok untuk digabungkan dgn Chuuya yg temperamen dan ceroboh. Belum lagi kemampuan kalian sama" ofensif dan defensif, sehingga memudahkan kalian bertarung bersamaan, dengan begitu walau bertemu dgn musuh yg sulit dikalahkan, maka Chuuya tdk perlu bergantung dgn Dazai saat ia perlu menggunakan Corruption karena kalian bis mengkombinasikan kemampuan kalian.
★★★★★
BOOOOOMM!
Sebuah suara ledakan menggemparkan semua orang, seorang wanita dengan surai merah menyala juga ikut mendengar suara tersebut, ia menyeringai senang dan terkekeh kecil. Ia memakai hoodie bewarna mint, kaus hitam, celana putih dan sepatu hitam, terdapat beberapa noda darah yang sudah mengering di pakaiannya. Walaupun kondisinya sekarang sedang terborgol didalam sebuah ruangan bawah tanah yang lembab dan dingin disertakan dengan beberapa luka yang mulai mengering, ia tampak cukup tenang saat mendengar ledakan itu.
"Pada akhirnya.." Ucapnya pelan.
BRAKKK!
Pintu ruangan itu terpental hampir mengenai wanita itu jika ia tidak sedikit mengelak. "Oi Vin! Kau masih hidup kan?!" Pekik seorang pria bertopi fedora dengan surai merah jahe memasuki ruangan.
"Hmph! Aku sudah bosan menunggu. Kau lama sekali kupikir aku harus menghanguskan gedung ini untuk melarikan diri." Ucap wanita yang dipanggil Vin itu. Borgol yang mengekang tangannya perlahan meleleh dan berubah menjadi abu. Melihat itu pria tadi menampang wajah kesal, "Seharusnya kau bisa melarikan diri sendiri."
"Yah.. Sayangnya aku ingin sedikit bersantai dan kuserahkan tugas itu padamu, Chuuya." balas Vin enteng. "Tch! Kau hanya menyusahkanku!" Ucapanya geram. "Lho? Partner itu harus saling membantu satu sama lain." Vin tampak senang saat melihat wajah kesal Chuuya.
Chuuya menatapnya tajam seakan dapat mencekiknya hingga mati sekarang, "Haah.. Jika ini bukan perintah bos aku pasti sudah membiarkanmu terperangkap disini."
"Yah.. Sayangnya itu tidak terjadi Ahahaha." Vin tertawa keras melihat orang yang disebut nya partner itu terlihat kesal. Jiwa Chuuya sudah berapi-api melihat tingkah Vin padanya namun ia lebih memilih untuk memadamkannya. "Haaah ya sudahlah ayo pergi." Chuuya menghela nafas berat lalu berbalik pergi. Vin mengikutinya dari belakang, "Apa ada yang kau lupakan?". Chuuya berbalik, terdiam sebentar lalu menyadari sesuatu, "Oh ini milikmu." Chuuya mengeluarkan sebuah topeng dan melemparkannya pada Vin. "Terima kasih." Ucapnya sambil menangkap topeng itu. Topeng itu memiliki 2 wajah setengahnya bewarna jingga dengan wajah tersenyum dan setengahnya bewarna biru gelap dengan wajah menangis, perpotongan mereka membentuk zig zag sehingga mulut sisi topeng yang bersedih tertutupi oleh sisi topeng yang tersenyum.
Vin kemudian memasang topeng itu diwajahnya, "Ayo kita pergi."
Seminggu yang lalu..
"HAAAAAAA?!" Sebuah teriakan kebingungan menggemakan seluruh Gedung Port Mafia, seorang wanita bersurai merah menyala hanya menutup telinganya untuk menghindari efek samping teriakan tersebut dan menatap pria yang meneriakinya dengan tatapan datar. "Sudah kubilang kita akan menyelinap dalam pesta lalu diam-diam mengambil data penyelundupan kita yang tercuri itu lalu menghancurkan mereka." Ucap Vin datar dan pelan.
"Kenapa kita harus melakukannya?!" Pekik Chuuya bertanya-tanya. Vin hanya bisa terus menutup telinganya berusaha menyaring pekikan Chuuya agar tidak menyakiti gendang telinga. "Itu perintah dari bos tentu saja." Jawab Vin datar, mulai kesal karna daritadi sudah dihujani oleh teriakan partnernya itu. "Aku tidak mau!" Tolaknya tegas. Vin hanya menatapnya datar lalu menghela nafas, "Harus, ini misi kita berdua." "Tidak!" Chuuya memukulkan tangannya ke meja membuat suara yang cukup keras.
"Kenapa memangnya?" Tanya Vin datar.
"Terakhir kali kau membuatku memakai yukatta untuk wanita dan menghias rambutku!" Pekiknya kali ini dia langsung berdiri dan membanting kedua tangannya ke meja dengan keras. Vin tetap tenang menghadapi pria tempramen yang berada di hadapannya itu."Yah... Saat itu misiku adalah menyusup untuk mencuri informasi dari pemimpin organisasi lain." Balasnya datar.
"Tapi tenang saja kali ini kujamin tidak akan membuatmu seperti itu lagi. Jadi bantulah aku." Bujuk Vin. Chuuya masih menatap tajam wanita itu lalu ia menghela nafas kasar, "Baiklah.." Chuuya dengan berat hati menyetujui usul partnernya itu. "Terima kasih~" Vin tersenyum senang. "Ya, tapi aku tidak akan memafkanmu kalau kau mempermainkanku." Ucapnya kesal lalu duduk kembali ke kursinya. "Ya tenang saja." Vin menyadarkan tubuhnya ke sandaran kursi dan menghela nafas lelah. Chuuya yang mendengarnya menjadi sedikit khawatir, "Kau lelah?" "Ng? Kau menghkawatirkanku? Wah~ Baiknya~" Vin menegakkan tubuhnya dan mulai menggoda Chuuya.
"Tch! Ngga mungkin. Aku hanya bingung mendengarmu menghela nafas, karena biasanya kau tidak pernah melakukanya." Chuuya berusaha mengelak. Vin hanya menatap datar mendengar alasan asal partnernya itu, "Jika aku tidak menghela nafas, bagaimana aku bisa bernapas?"
Keesokannya ...
Didalam sebuah ruangan remang-remang tampak seorang pria sedang duduk di sebuah kursi mewah dan menopang tubuhnya dengan kedua tangannya yg diletakkan di atas meja yang tampak serasi dengan kursi tersebut. Di depannya tak jauh terdapat seorang wanita, Vin sedang berdiri santai.
"Jadi bagaimana perkembangan misimu?" ucap pria itu membuka percakapan. Pria itu adalah Mori Ougai, sang bos Port Mafia. Port Mafia merupakan organisasi dunia bawah berkemampuan khusus yang banyak ditakuti oleh orang-orang, Vin memanglah seorang anggota didalam organisasi itu bersama dengan Chuuya.
"Semua berjalan lancar." Jawabnya singkat, padat dan jelas. Mori hanya menatap bingung anggotanya yang baru saja menjawab pertanyaannya sesingkat-singkatnya, ia terkekeh kecil. "Ada masalah?" tanya Vin datar.
"Holmes Raivin, seorang anggota Port Mafia yang bekerja sebagai rekannya Nakahara Chuuya si eksekutif untuk menggantikan Dazai Osamu si eksekutif yang sudah melarikan diri dari Port Mafia sejak 4 tahun yang lalu." Raivin hanya diam mendengarkan basa basi atasannya tersebut dengan tatapan malas. "Dari dahulu sampai sekarang kau tidak berubahya?" Mori menopangkan kepala ke tangan kirinya yang berdiri tegak di atas meja.
"Maksudmu itu apa?"
"Hmm.. Yah begitu. Menyimpan idemu untuk diri sendiri lalu mengeluarkannya saat kau pikir sudah waktunya. Membuat orang-orang penasaran saja." Mori tersenyum dan menatap lembut kepadanya. Raivin hanya diam menatap atasannya itu dengan tatapan datar lalu tersenyum, "Kalau tidak begitu rencanaku tidak sesuai dengan yang kuinginkan."
"Hn? Yah sudahlah. Kamu boleh pergi." Mendengar ucapan itu Raivin langsung berbalik dan berjalan pergi meninggalkan ruangan. Raivin memasuki lift dan menekan tombol menuju lantai paling bawah, saat lift berjalan turun tanpa menghiraukan pemandangan kota Yokohama dari sana ia menekan sebuah nomor di teleponnya. Nada tunggu telepon pun berbunyi tanpa selang waktu yang lama orang yang berada diseberang mengangkat teleponnya.
"Moshi moshi, Nakahara Chuuya desu."
"Chuuya."
"Ada apa?"
"Apa kau bisa bertemu denganku di sini? Alamatnya akan kukirim segera."
"Disini itu dimana?"
"Sudah, tunggu aja ini alamatnya sedang kukirim."
Ping!
"Oh, aku sudah mendapatkannya."
"Kutunggu kau disana sekitar.. 30 menit lagi."
"Baiklah. Aku akan segera berangkat."
"Aku juga sedang kesana. Sampai jumpa."
"Sampai jumpa."
Percakapan pun berakhir tepat saat lift berhenti dan pintunya terbuka. Raivin berjalan dengan cepat menuju parkiran Gedung Port Mafia itu, ia memakai helm lalu mulai menghidupkan sepeda motor moge miliknya itu. Ia lalu menaiki sepeda motornya dan menancap gas pergi menuju alamat yang ia kirim pada Chuuya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Raivin berdiri sambil bersandar di sepeda motornya menunggu pria itu datang, ia melihat kejalanan dan sekali-kali ia menguap bosan. "Kenapa dia lama sekali." Raivin melihat jam tangannya lalu menghela nafas berat. Tak berapa lama sebuah sepeda motor Ducatti bewarna merah menyala melintas melewati Raivin dan berhenti. Rambut Raivin yang terhembus angin dari sepeda motor tersebut sekilas melambai-lambai di udara. Seorang pria turun dari sepeda motornya lalu melepas helm merahnya, "Kenapa kau memintaku kesini?" Tanyanya langsung menghampiri Raivin. "Karena disinal kita mulai menyusup." Raivin memberikan seringai liciknya pada Chuuya, hal itu cukup untuk membuat sang eksekutif ini merinding. "Aku punya perasaan yang tidak mengenakkan." Batin Chuuya.
Mereka memasuki sebuah hotel yang tampak mewah dari luar dan dalamnya tidak kalah indahnya eksterior yang mereka lihat tadi. Mereka berjalan memasuki ruangan yang bertuliskan 'Staffs Only'. "Oh Vin-san sudah disini?" Seorang pegawai berseragam pelayan hotel menghampiri mereka. Chuuya memasang wajah kebingungan. "Oh Hikari-chan, ya aku sudah datang dengan bantuan yang siap diberikan." Raivin tersenyum dan menunjuk Chuuya yang berada di belakangnya. "Ooh, dia bisa membantu kita? Pekerjaan kita banyak." Tanya Hikari sambil melirik Chuuya yang kebingungan. "Ya, fiisiknya cukup bagus." Raivin tersenyum bangga. "Ooh baiklah kalau begitu, sebaiknya kalain bersiap-siap nanti malam pesta nya dimulai." Ujar Hikari lega. "Tentu saja."
***
"Oi Vin!" Bisik Chuuya keras sambil membawa sebuah kardus besar di tangannya, Ia juga memakai seragam pelayan hotel yang sama seperti Hikari dan Raivin, topinya ia simpan agar tidak hilang atau jatuh. "Hm? Ya?" Raivin yang sibuk meja menoleh. "Kau tidak memberi tahuku tentang ini sedikit pun!" Chuuya berbisik dengan nada marah. "Kan sudah kubilang kita akan menyelinap kedalam pesta." Bisik Vin pelan sambil sibuk menata meja, ia memberikan senyuman senang pada Chuuya. "Kau tidak bilang kalau kita menjadi pelayan hotelnya!" Bisik Chuuya lagi. "Memangnya yang kau harapkan saat menyusup kedalam pesta seperti apa hm? Aku menggunakan gaun dan kau dengan setelan jas lalu kita berdua muncul layaknya pasangan dalam pesta~" Goda Raivin tetap berbisik, ia berjalan menuju meja yang lain Chuuya tergopoh-gopoh mengikutinya karena keberatan memegang kardus besar itu. "I-Iya.." Bisik Chuuya pelan, terdapat rona merah kecil di kedua pipi pria tersebut. Raivin tersenyum licik melihat rekannya termakan godaannya, "Sudah kuduga kau akan seperti itu." "Hmph!" Chuuya tampak kesal sedangkan Raivin tampak senang sambil terekekeh kecil. "Sudahlah~ Lanjutkan pekerjaanmu sana~" Ucap Raivin mengelus kepala Chuuya yang memang lebih pendek sekitar 5 cm dari nya. "Jangan menyentuh kepalaku!" "Kenapa memangnya? Merasa pendek?" Goda Raivin lagi. "Aku-" Belum sempat Chuuya melanjutkan omongannya Raivin sudah memotongnya dahulu. "Mau bilang masih tumbuh? Ingat umur ya~ Udah melewati masa pertumbuhan." Chuuya semakin kesal perasaannya sudah berapi-api melihat tingkah rekannya ini.
"Nakamori-san bawa kardusnya kesini." Panggil Hikari yang berada di pojok ruangan. Nakamori adalah nama samara yang diberikan Raivin pada Chuuya mengingat nama aslinya sudah tercap sebagai 'Ekesekutif Port Mafia Pengendali Gravitasi'. "Ah! Baiklah." Balas Chuuya mengahampiri Hikari.
Malamnya...
Suasana tampak ramai dengan berbagai orang-orang ternama berada disana. Raivin dan Chuuya berada disana melayani para tamu, tak berapa lama mereka berudua berkumpul di sebuah meja kosong. "Siapa target kita?" Ucap Chuuya, ia tidak perlu takut untuk bersuara karna sudah pasti suaranya akan tenggelam diantara seluruh keramaian ini. "Itu, yang sedang berjalan mengambil minuman dengan jas silver dan dasi biru metallic." Jawab Raivin sambil memandangi jam tangannya. Saat mendengar deskripsi dari Raivin, Chuuya refleks mencari orang yang disebutkan. "Jangan menatapnya, yang kita butuhkan saat ini adalah informasi yang dicuri bukan orangnya." Tegur Raivin pelan membuat Chuuya langsung mengalihkan pandangannya ke wajah Raivin.
"Oh sebaiknya kita pergi." Raivin menegakkan tubuhnya yang tadi bersandar di meja. "Kemana?" Chuuya ikut bangkit dari kursinya. "Tentu saja ke tempat dimana informasi itu menunggu kita untuk dipulangkan." Raivin terseyum sambil mengedipkan sebelah matanya. Chuuya hanya terdiam dalam kebingungan. Mereka berjalan keluar dari ruangan pesta menuju koridor kamar hotel. Raivin mengecek satu per satu nomor ruangan itu sedangkan Chuuya hanya mengikutinya dalam diam. Sebuah pintu kamar hotel tampak membuat Raivin tertarik, ia kemudian mendekati pintu tersebut dan mengeluarkan sekumpulan kunci yang dikumpulkan dengan satu gantungan kunci.
"Darimana kau mendapatkan itu?" Chuuya bertanya-tanya. Raivin menoleh kebelakang dan tersenyum tipis, "Inilah alasanku untuk menyusup sebagai pelayan hotel." Chuuya hanya melongo kagum melihat seluruh rencana yang telah disiapkan oleh Raivin. Raivin memasukkan sebuah kunci kedalam lubang kunci pintu tersebut lalu membukanya.
KLIK!
"Nah terbuka." Raivin mensematkan senyuman bangga di wajahnya. Ia berjalan masuk diikuti Chuuya, mata mereka berdua langsung menjelajahi seluruh ruangan. "Vin, disana." Ucap Chuuuya menunjuk sebuah meja dengan laptop diatasnya. Raivin langsung mendatangi meja tersebut dan mengambil sebuah flashdisk yang melekat pada benda itu. "Hmm.." Raivin menelusuri flashdisk tersebut. "Ada apa?" Tanya Chuuya. "Lebih baik kita bawa sekalian saja laptopnya untuk berjaga-jaga." Ujarnya. "Baiklah." Chuuya langsung menyetujuinya. "Mari kita pergi dari sini sekarang."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Ini data kita yang tercuri." Chuuya meletakkan laptop dan flashdisk tersebut di atas meja sang Bos Port Mafia, Mori Ougai. "Wah, kalian cukup cepat menyelesaikan tugas seperti ini." Puji Mori terkesan. "Terima kasih. Kalau begitu kami izin pergi dahulu." Balas Raivin lalu berbalik. "Ya, baiklah asal kau memberikanku laporan penyelesaian misinya." "Iya, tentu saja."
"Oi, Vin." Panggil Chuuya. "Ya?" "Kau bahkan bisa menyelesaikan misi itu tanpaku, jadi untuk apa kau mengajakku?" Tanya Chuuya bingung. "Kau berguna kok." Jawabnya enteng. "Eh?" Chuuya bertanya-tanya dalam diri. "Oh iya ini." Raivin memberikan sebuah gantungan kunci berbentuk gelas wine pada Chuuya. "Untuk apa ini?" "Sebagai hadiah karena membantuku. Aku juga punya yang sama kok." Raivin mengeluarkan sebuah gantungan kunci yang sama persis dengan yang diberikannya pada Chuuya. "Terkadang kau cukup aneh ya. Terima kasih." "Yah begitulah aku. Tidak perlu berterima kasih kaulah yang akan membantuku." "Hm?" Chuuya agak merasa aneh dengan kalimat yang terakhir diucapkan Raivin.
"Oh iya, ini ponselmu." Raivin memberikan sebuah smartphone pada Chuuya. "Eh? Sejak kapan kau mengambil ponselku?!" Chuuya terkejut mendapati ponselnya ada di genggaman rekannya, tanpa aba-aba ia langsung mengambil ponselnya itu. "Itu mudah." Raivin memberikan senyum tak terjamah kepada Chuuya. "Kau.." Chuuya berusaha untuk menahan amarahnya. "Oh iya aku menambahkan fitur baru disana. Gunakan dengan bijak~" Raivin berjalan pergi meninggalkan Chuuya. "Oi Teme! Kembali!"
3 hari kemudian...
"Boss, apa benar sampai sekarang Vin tidak memberi kabar sama sekali?" Tanya Chuuya saat menghadap pada Mori. "Jika kau rekannya saja tidak mendapatkan kabar apapun dari Raivin semenjak 2 hari yang lalu bagaimana pula denganku?" Mori membalas pertanyaan Chuuya dengan pertanyaan lain membuat si eksekutif itu terdiam dalam kekhawatiran tentang rekannya yang sudah menghilang dalam 2 hari.
"Kau kemana saja Vin.." batinnya.
4 tahun yang lalu...
"Kenapa anda memanggil saya Bos?" Tanya Chuuya penuh penasaran, belum lagi ia baru saja mengalami hal yang benar-benar tidak ia duga. Mobilnya baru saja meledak, padahal baru saja sehari rekannya, Dazai Osamu melarikan diri dari Port Mafia. "Ini mungkin terlalu cepat tapi aku akan memperkenalkan rekan barumu mengingat Dazai-kun telah melarikan diri." Jelas Mori santai.
"Rekan baru?"
Seseorang dengan sebuah topeng masuk dari pintu yang berada di belakang Chuuya refleks membuatnya langsung menoleh kebelakang. "Senang bertemu denganmu Aku Holmes Raivin, awalnya aku hanyalah anggota bagian informasi. Semoga kita dapat menjadi rekan yang baik." Ia kemudian membuka topengnya. "Se-seorang wanita?!" "Menurutmu?" Raivin memberikan senyuman misterius pada Chuuya. "Aku harap kalian bisa lebih akrab." Ujar Mori. "Senang menjadi rekanmu Nakahara Chuuya-san." Raivin mengulurkan tangannya untuk berjabatan tangan. "Huh? Ya senang menjadi rekanmu juga." Chuuya menjabat tangan Raivin dengan beribu pertanyaan yang masih menghantui pikirannya.
4 tahun kemudian..
"Tch! Kau bahkan tidak meninggalkan satu petunjuk pun! Bahkan ponselmu mati! Bagaimana aku bisa menemukanmu?!!" Chuuya kesal sendiri didalam kantornya, terkadang ia berteriak asal sampai seluruh penghuni Gedung Port Mafia tidak berani untuk mendekat sesenti pun ke kantor Chuuya.
Chuuya mengotak-atik ponselnya, ia berusaha kembali menelpon Raivin namun tetap saja ponselnya mati. "Tch!Sialan!" Gerutu nya lagi. Ia kemudian menyadari sesuatu yang seharusnya tidak ada di ponselnya.
"Aplikasi apa ini? Oh mungkin ini fitur yang ditambahkan Vin?" Ia membuka aplikasi itu dengan cepat. "Eh ini.."
***
"Hoamm.." Raivin membuka mata biru di kanan dan merah dikiri miliknya. "Lama sekali Chuuya datang." Ujarnya bosan. "Apa dia tidak tahu berdiri dengan seluruh luka ini ditambah ditahan borgol itu membosankan?" Ucapnya menggerutu sendiri. "Yah.. Kenapa mereka tidak membunuhku saja yah? Oh iya karena mereka perlu informasi dariku." Ia kembali berbicara sendiri. "Hoamm... Lama-lama aku semakin mengantuk saja. Mereka tidak kembali mendatangiku, apa Chuuya sudah menyerang? Yah sudahlah nanti aku juga akan tahu sendiri."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Bos!" Chuuya berlari membuka pintu ruangan bos Port Mafia. "Chuuya-kun? Ada informasi dari Raivin?" Tanya Mori sedikit terkejut. "Vin! Ternyata memasang aplikasi pelacak pada smartphone ku! Ia membawa alat yang dilacak oleh aplikasi ini!" Jawab Chuuya cepat. "Kalau begitu cepat kerahkan anggotamu, pasti organisasi itu yang menculik Raivin. Saat sudah disana bawalah kembali rekanmu dan hancurkan markas mereka." Perintah Mori cepat. "Baiklah!" Chuuya langsung berbalik dan pergi. "Jangan sampai aku menemukan tubuhmu saja!" Gerutu Chuuya sendiri.
.
.
.
.
.
.
Kembali ke masa sekarang...
"Ayo Vin!" Seru Chuuya sambil menoleh kebelakang, terdapat Raivin yang tengah berlari mengikuti Chuuya. "Sabar..Hahh..Tubuhku...Hahh..." balasnya terengah-engah, ia berhenti dan berusaha mengatur nafasnya, ia juga melepas topengnya agar mendapat lebih banyak udara. Melihat hal itu Chuuya ikut berhenti, ia menghampiri Raivin lalu menggendongnya dengan gaya pemadam kebakaran yang menyelamatkan korban dan mulai kembali berlari. "Hei jangan menggendong ku seperti ini." Protes Raivin. "Ha? Jadi mau bagaimana?" Balas Chuuya. "Mana kutahu, jika kau menggendongku seperti ini aku terguncang-guncang." Mendengar itu Chuuya langsung memutar posisi Raivin agar ia dapat menggendongnya dengan bridal style. Ia pun kembali berlari dengan Raivin ada di genggamannya.
"I-Ini membuatku semakin terguncang!" Protes Raivin lagi. "Diam! Kau berat!" Chuuya melayangkan protesnya juga pada Raivin, membuat Raivin hanya dapat mengela nafas berat.
DORR!
Sebuah tembakan melesat ke mereka namun dengan mudah Chuuya melompat dan menendang peluru itu kembali kepada penembaknya. Ia kembali berlari beberapa kali mereka dihadang oleh anggota organisasi itu dan berkali-kali mereka juga dikalahkan oleh duo itu, mereka bergantian dalam menyerang belum lagi kemampuan mereka sesama ofensif dan defensif membuatnya lebih mudah. Mereka telah berhasil keluar dari gedung tersebut.
Swooosh~
Sebuah hempasan angin yang kuat menahan Chuuya untuk maju abu bekas ledakan ikut bertebangan akibat hempasan angin itu. Seorang gadis dengan tudung hitam menutupi seluruh tubuhnya muncul dari balik abu dan asap yang bertebangan. Ia membuka tudung yang menutupi kepalanya "Hai~ Aku Sakuragawa Maiko, dari divisi kemampuan khusus. Aku ditugaskan untuk menangkap kalian dari awal, jadi yoroshiku onegaishimasu~" Ucapnya sambil melambaikan tangan dan memberikan senyuman.
"Kau menghalagiku minggir!" Chuuya melayangkan sebuah tendangan kearah muka Maiko. "Tendanganmu cukup tinggi." Puji Maiko, dengan hitungan detik Chuuya terhempas mundur. Hempasan itu membuat eksekutif itu harus mencium tanah. "Sial.." Umpat Chuuya kesal sambil berusaha bangkit, ia menurunkan Raivin agar pergerakannya lebih leluasa, ia juga melepas jas panjangnya. "Kau ingin mencoba rasanya dihancurkan oleh gravitasi?" Ancam Chuuya. Maiko menatap Chuuya dan memberikan seringainya, "Bagaimana kalau kau belajar Fisika tentang tekanan dahulu?" gumamnya pelan.
Chuuya kembali melayangkan tendangan dan ia pun kembali terhempas. "Kau pengguna kemampuan pengontrol angin?!" Ujar Chuuya terkejut setelah beberapa kali terhempas oleh angin. "Hnn... Bukankah tadi sudah kubilang?" Maiko menjawab dengan pertanyaan lain membuat Chuuya bertanya-tanya. Tanpa disadari, sebuah sambaran api melesat menuju Maiko. "Wah hampir saja." Sebelum api itu menyentuh sehelai pun rambut Maiko, api itu sudah lenyap tak berbekas. "Kau adalah pengguna kemampuan yang mengontrol tekanan bukan?" Ucap Raivin yakin. Maiko memberikan senyuman bangga padanya, "Wah artinya kau mendengarkanku tadi. Yup, tepat sekali!" Ucapnya girang. "Karena sudah ketahuan aku akan bermain serius." Tambahnya.
"Kalau begitu kami juga harus serius." Raivin membangkitkan tubuhnya dan berjalan medekati Chuuya dan membantunya berdiri. "Ya, aku tidak keberatan. Lagipula kalian saling melengkapi, kuanggap sebagai 1 lawan 1 saja." Balasnya enteng. "Yah kalau begitu kau tidak keberatan jika kami mengalahkanmu?" Tantang Chuuya. "Tebak saja sendiri."
Chuuya menerbangkan dirinya dan melesat menuju Maiko. "Kau tidak pernah belajar yah?" Maiko kembali menghempaskan Chuuya kembali mengudara, namun di saat yang sama Raivin mengaktifkan kemampuannya berusaha membakar Maiko. Dengan mudah Maiko memadamkan api tersebut. "Sedikit pengetahuan, tanpa oksigen api tidak bisa hidup." Ujar Maiko, nafasnya sedikit terengah-engah. "Ooh jadi begitu." Raivin seakan mendapat ide untuk mengalahkan gadis itu. Raivin kembali memantikkan api di tempat Maiko berdiri dan Maiko kembali memadamkannya dengan lebih cepat. "Mau mencoba membuatku mati kehabisan oksigen?" tantangnya, "Sayangnya itu akan sulit."
Dalam hitungan detik, sebuah angin menghempaskan kedua wanita itu melayang terbang. "Jadi ini rasanya seperti si Pengendali Garivitasi?" Maiko berbicara sendiri lalu mereka berdua kembali tertarik gravitasi. Raivin terdiam kaku mendapati dirinya sedang terjun bebas. "Vin!" Chuuya langsung mengaktifkan kemampuannya dan melesat menangkap Raivin. Maiko yang masih terjun bebas kembali menghempaskan diri lalu mengeluarkan pistolnya, "Tepat sasaran." Chuuya yang terlalu fokus menangkap Raivin melupakan keberadaan Maiko yang sedang akan menembaknya.
"Chuuya!" Pekik Raivin dalam hati dengan panik, ia terlalu takut sampai tidak bisa mengeluarkan suara.
Dziiing!
Sebuah peluru suntik bius melayang dan menancap di bahu Chuuya. "Apa yang-" Dalam hitungan detik Chuuya kehilangan kesadarannya dan ikut terjun bebas. Maiko menghempaskan dirinya dan menangkap Raivin yang terpaku, "Nah sekarang tinggal lebih mudah." Gumamnya. Saat hampir menyentuh tanah, Maiko menghempaskan mereka sedikit lebih tinggi dan akhirnya mendarat dengan pelan. Saat kembali menyentuh tanah Raivin langsung berlari kearah Chuuya yang telah mendarat menghantam tanah sebelum mereka.
"Chuuya!" Panggilnya panik. Namun orang yang dipanggil tidak memberikan balasan apapun. "Menurutku dia belum mati, mungkin hanya ada beberapa tulang yang patah dan beberapa luka lembam, oh lebih baik nanti periksa juga kepalanya." Saran Maiko sambil berjalan mendekat. Sebuah sambaran api hampir menyambar Maiko namun ia langsung menghindar. "Kau berani mengucapkan itu setelah apa yang kau lakukan padanya." Balas Raivin dingin. "Aku hanya berusaha membantu." Ucap Maiko lemah. "Setelah kau hampir membunuhnya lalu kau ingin membantunya?!" Raivin melayangkan sebuah tinju yang tak terduga ke wajah Maiko yang membuatnya terbanting ke tanah. Maiko terlihat cukup terkejut, "Yah, begitulah." Raivin menatanya tajam.
Bzzzzzt! Bzzzzzzt!
"Hng? Ini dari ponselku." Maiko mengeluarkan ponselnya yang bergetar. "Tetap fokus! Musuhmu ada didepanmu." Raivin berusaha melayangakan tinju berapinya namun kali ini Maiko berhasil mengelak. Ia mengangkat teleponnya, "Ada apa Ango-san?" Ia menghiraukan Raivin yang berusaha membunuhnya. Sebuah api berusaha menyambar Maiko namun tetap saja api itu tidak menyentuhnya. "Eh? Kembali?" Maiko tetap fokus pada teleponnya dan tidak mengindahkan apapun yang dilakukan Raivin untuk membunuhnya. "Baik, baik aku akan kembali." Maiko menutup teleponnya lalu menyentuh bahu kiri Raivin, "Maaf yah, tapi sepertinya bawahan kalian bisa menyelamatkan kalian nanti." Setelah selesai berbicara, Raivin terjatuh tak sadarkan diri. Melihat itu Maiko langsung beranjak pergi, "Ughh.."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Nggh-" Chuuya membuka matanya, ia mendapati dirinya memakai baju rumah sakit dengan balutan perban dimana-mana dan beberapa tubuhnya di gips. "Chuuya-kun?" Suara lembut itu mengingatkan Chuuya pada Raivin. "Vin!" Ia langsung menoleh ke asal suara tersebut dan mendapati Koyou yang sedang duduk di samping kasurnya. Chuuya tampak sedikit kecewa melihat orang yang berada di samping kasurnya bukanlah yang ia harapkan, "Ane-san.. Vin..?" Mendengar itu Koyou memasang wajah sendu saat mendengar itu. "Apa Vin.." Chuuya berusaha menolak apa kemungkinan tentang nasib Raivin di dalam kepalanya.
"Maafkan aku Chuuya-kun.. Vin sudah.."
"Ti-tidak mungkin.. Vin.. padahal aku belum sempat mengatakan kalau ku mencintainya. Dia sungguh bodoh ketakutan pada ketinggian, membuatnya jadi kehilangan nyawanya sendiri. Dasar bodoh!" Chuuya berusaha meluapkan seluruh kekesalan dicampur kesedihannya itu. Air mata perlahan mengalir dari kedua manik mata azure milik pria itu.
"Ya maaf deh kalau aku ini acrophobia." Sebuah suara yang terdengar familiar oleh Chuuya kembali terdengar. Chuuya segera menoleh kearah suara itu. "Vin?!" Wanita itu juga memakai pakaian rumah sakit dengan beberapa perban dan plester menutupi luka-lukanya. Ia memegang sebuah handycam dengan lampu tanda merekam yang berkedap-kedip, tanda bahwa kamera itu sedang merekam. "Apa kabar?" Tanya Raivin dengan senyuman manis.
"Ka-kau kupikir kau.." Chuuya berusaha untuk mencerna apa yang sedang terjadi. "Pffft- Chuuya-kun kau sungguh mudah terkecoh." Koyou terkekeh kecil melihat tingkah Chuuya. "Ane-san! Teganya membohongiku!" Koyou hanya semakin berusaha menahan tawa melihat reaksinya. "Ane-san tidak berbohong kok, hanya saja kau yang terlalu cepat berasumsi. Video ini akan kutunjukkan pada Bos yah~" Balas Raivin dengan senyuman kemenangan.
"Hapus video itu!"
"Tidak akan~ Ini dokumentasi penting."
"Hapus!"
"Tidak~"
"HAPUSSS!"
"Tidaak~"
"Hapuuuus!"
"Tidak akan~"
Raivin duduk dikasur Chuuya dengan santainya. "Kalau begitu aku keluar dahulu ya~" Ucap Koyou sambil berjalan keluar kamar. "Hapus itu." Perintah Chuuya kembali. "Tidak." Raivin tidak mau kalah. Suasana kamar itu berubah dari sangat ramai akibat perdebatan menjadi hening.
.
.
.
.
"Omong-omong Vin.." Chuuya kembali membuka pembicaraan. "Hm?" Raivin yang masih sibuk dengan handycamnya itu menoleh kearah Chuuya.
"Te-tentang tadi itu, bagaimana perasaanmu?" Tanya Chuuya, ia memalingkan wajahnya agar rona merah di wajahnya tidak terlihat oleh wanita itu. Raivin awalnya hanya menatapnya bingung lalu tersenyum.
Chuu~ ❤
Raivin mengecup pipi Chuuya lembut. Chuuya langsung membalikkan wajahnya mengahadap Raivin, rona merah di pipi nya semakin tebal. "Apa itu sudah menjawabnya?" Tanya Raivin sambil memberikan kedipan sebelah mata. "I-iya." Jawab Chuuya singkat.
The end
AN: Mungkin Rai akan agak bingung dengan kemampuannnya Maiko. Kemampuan Maiko dapat membuatnya mengontrol tekanan pada suatu hal. Untuk hempasan angin yang kuat, ia menaikkan tekanan udara pada satu titik dan membuat nya mengisi ruang yang bertekanan udara rendah. Kalau sentuhan bahunya ke Raivin itu, ia menyentuh titik vital yang jika ditekan kuat maka orang itu akan kehilangan kesadaran, Maiko memberikan tekanan kuat pada gengamannya untuk itu. Semoga Rai-san mengerti.
Sekian selamat menikmati
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro