Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

I'm sorry..

Kisah ini adalah event yang Rai buat di grup Cursed Kingdom. Beberapa member mengikuti event ini.

Dazai x Fem!Raivin x Chuuya
Genre : Romance, Angst.

Selamat membaca~

★Next★

Siang itu seorang wanita berambut merah, berjalan menjauh dari seorang pria yang sejak tadi terus saja mengikutinya. Ia nampak tak ingin pria itu berada di sekitarnya lagi.

"Vin!" panggil pria itu dengan nada tegas. Sesaat wanita itu berhenti tanpa menoleh sedikit pun.

"Sudah kukatakan untuk menjauh dariku." Vin pun berbalik dan menatap tajam pada pria tersebut dengan mata heterekomnya, "Apa sekarang kau mulai kehilangan otak cerdasmu itu, Dazai?"

"Ada apa denganmu? Kenapa tiba-tiba kau menjauhiku?"

"Itu bukan urusanmu. Kau tidak punya hak bertanya padaku." Raivin kembali berbalik dan berusaha meninggalkan Dazai, tapi Dazai mencengkram kuat tangan kanan wanita itu dan menariknya.

"Tentu aku punya. Aku adalah kekasihmu, kita sudah bersama selama satu tahun. Apa kau tidak ingat?"

"Heh.. Jangan terlalu percaya diri, Dazai. Aku memang tinggal bersamamu selama setahun ini dan menjadi bonekamu. Tapi bukan berarti aku mencintaimu,"

"Kau yakin dengan hal itu?" sesaat wanita itu terdiam. Ia mengepal kuat tangan kirinya lalu menarik napas perlahan,
"Ya. Aku tak pernah mencintaimu. Dan hal itu tak akan pernah terjadi. Karena aku.. Aku mencintai orang lain," jawabnya seraya memandang ke arah lain.

"Kalau begitu katakan padaku. Siapa orang itu?" tanya Dazai lagi. Vin tahu, Dazai tak akan melepaskannya sampai pria itu mendapatkan jawaban yang ia cari.

"Pria itu.." Lagi lagi Vin memalingkan pandangannya.

"Lihat mataku, Vin. Jangan bicara dengan mengalihkan pandanganmu." Dengan perasaan kesal, wanita itu mengikuti perkataan Dazai dan menatapnya dengan penuh keyakinan. Vin tak memerlukan topeng untuk menutupi perasannya. Karena ia akan selalu bisa menutupi semua itu, bahkan dari Dazai sekalipun.

"Aku mencintai Chuuya. Kau dengar? Aku mencintai Chuuya. Selama ini dialah yang kucintai,"

"Kau berbohong,"

"Heh.. Kau pikir aku berbohong? Dasar bodoh, aku tak pernah berbohong! Itu hanya karena kau tak mau menerima jawaban yang kuberikan!" tukas Vin seraya menusuk bahu Dazai dengan jari telunjuknya.

"Sekarang lepaskan tanganku! Aku tak pernah mengizinkanmu menyentuhku lagi." Walau Vin sudah memperingatkannya, Dazai tetap diam dengan memegang erat pergelangan tangannya. "SUDAH KUKATAKAN LEPASKAN AKU!" Wanita itu menarik lengannya dengan semburan api yang keluar dari tangannya. Tentu hal itu tak berpengaruh pada Dazai yang memiliki kemampuan peneteral.

Hanya saja, setidaknya Vin bisa melepaskan cengkraman itu. Ia pun berbalik dan berkata, "Jangan pernah muncul lagi di hadapanku. Aku akan memulai kehidupanku, bersama dengan Chuuya,"

Dan saat itulah, hubungan mereka berdua berakhir. Tanpa penyesalan sedikit pun di hati Vin. Karena ia tahu, itu adalah keputusan yang harus dia ambil.

★Next★

Malam harinya, Vin terduduk di sebuah restoran mewah yang ada di tengah kota Yokohama. Ia mengenakan dress pendek dengan rambut pendek yang terurai. Seperti biasa, ia akan mengenakan sarung tangan hitam untuk menutupi tangannya.

Matanya yang berwarna merah dan biru, melihat ke sekeliling. Menunggu seseorang untuk datang dan menemaninya. Sesaat ia melirik cincin yang selalu ia kenakan, ia lupa untuk melepasnya. Cincin itu, pemberian seseorang yang berharga baginya. Tapi tanpa perasaan sedikit pun, ia membuang orang itu begitu saja.

☆Flashback☆

Vin berjalan di sebuah pabrik kosong, mencari seseorang yang menjadi target berikutnya. Dengan jaket mint dan topeng yang selalu dikenakannya, ia mengendap endap masuk menelusuri pabrik tersebut. Dengan secarik foto di tangannya, ia melihat satu persatu orang yang ada di sana.

Matanya pun tertuju pada seorang pria dengan jas abu abu yang tengah merokok, "Furukawa Junto. Aku menemukanmu,"

Setelah menemukan waktu yang tepat, Vin menghampiri pria itu yang berdiri sendirian di luar pabrik. "Sedang menikmati waktu sendirian, Furukawa?"

"Siapa kau?!"

"Kau tidak berhak bertanya seperti itu padaku. Aku kemari hanya untuk mendapatkan bayaranku," jawab Vin seraya duduk di atas potongan besi yang menumpuk. Ia menyamar sebagai seorang pria, dengan celana panjang putih dan rambut yang ia tutup dengan tudung. Agar tak ada yang mengenali identitas aslinya.

"K-kau.. Jangan jangan--"

Vin tersenyum dari balik topengnya, "Sepertinya kau sudah tahu. Waktumu telah tiba," ia melompat turun dan berjalan mendekati Furukawa.

"Tidak.. Kau.. Kau tidak bisa membunuhku!"

"Sudahlah.. Kau tahu aku tak pernah gagal dalam setiap tugasku, bukan? Aku akan mengakhirinya sekarang." Percikan api yang muncul dari tangan kanan Vin mulai membesar dan siap menbakar siapapun di hadapannya.

"Sayonara, Furukawa Junto!"

WOOOSSHHHH

Pria tersebut langsung terbakar oleh api yang membara. Tubuhnya mulai mengelupas sedikit demi sedikit. Vin hanya terdiam memperhatikan dan mendengarkan jeritan yang keluar dari mulut Furukawa.

"Aahhh!! Panaaasss!! Tolong aku! Tolooonggg!!" Vin selalu menyebut jeritan para targetnya dengan Jeritan Neraka.

Karena keributan yang disebabkan teriakan Furukawa, para pengawal dan pegawainya keluar dari dalam pabrik. Mereka berhamburan keluar dan terkejut dengan apa yang mereka temukan.

Tapi mereka tak menemukan orang lain selain Furukawa yang terbakar. Seorang pengawal menemukan kartu nama dengan cap bergambar topeng yang sangat mereka takuti. Seorang pembunuh bayaran yang dikenal tak akan mengampuni siapapun yang menjadi targetnya.

Ternyata Vin sebenarnya menyeburkan dirinya ke sebuah sungai yang bisa menghubungkannya ke tempat persembunyiannya. Ia hanya perlu mengikuti arusnya saja. Namun, ketika ia tengah mengikuti arus di sungai tersebut, ia melihat sebuah mayat mengambang.

"Pembunuhan? Dibuang di sungai ini? Haa.. Jika ia terus terbawa arus seperti itu, ia bisa berada sampai di basecampku dan polisi kan menyelidiki tempat di sekitar sana." Terpaksa ia menangkap mayat itu dan membawanya ke tepi sungai agar tak terus seperti itu.

Karena terlalu lelah membawa pria itu ke tepian, Vin terbaring tepat di atas tubuh pria itu. Perlahan ia mendengar jantung orang itu masih berdetak, "Dia masih hidup rupanya. Kenapa dia bisa terapung apung di sungai?"

Malam sudah semakin larut, angin malam membuat wanita itu kedinginan. Pakaiannya pun sudah basah sekali. Beruntung mereka ada di bawah jembatan, tak ada yang melihatnya seperti itu.

Dengan mengumpulkan sampah sampah, ia membakar semuanya dan menjadikannya sebagai penghangat.

Karena pria itu tak kunjung bangun, Vin berpikir akan lebih aman seperti itu. Perlahan ia melepas topeng dan jaketnya. Ia mengibas rambut panjangnya dan meremasnya perlahan agar air yang membasahi rambutnya mulai mengalir. Terlihat ia hanya mengenakan kaus hitam tanpa lengan di balik jaketnya.

Sudah hampir dua puluh menit, pria itu tak kunjung bangun. Vin pun mulai mendekatinya dan melihat pria tersebut dari dekat, pria itu berambut cokelat gelap dengan coat panjang yang membalut tubuhnya. Ia bahkan melilitkan banyak perban di tubuhnya, "Dia ini mumi atau manusia?"

Ia pun perlahan mencoba untuk menyentuh wajah orang itu dengan tangannya. Namun, tiba-tiba saja pria itu langsung menangkap tangannya dan terbangun, "Apa yang--"

Karena terlalu cepat, Vin terjatuh dengan tangan masih dalam genggaman pria itu. "Apa aku sudah berada di surga?" ujarnya seraya melihat Vin jatuh di hadapannya.

Tanpa pikir panjang, ia langsung mengaktifkan kemampuan apinya. Tapi sayangnya, ia tak bisa melakukannya. "Kemampuan penetral, huh?"

"Kemampuan api untuk malaikat  sepertimu. Kurasa itu akan menjadi daya tarik yang menarik,"

"Benar juga, aku ini malaikat. Malaikat maut,"

Wanita berambut merah itu langsung menarik lengannya. Setelah terlepas dari genggaman itu, Vin mengambil jaket dan mengenakan topengnya kembali, lalu pergi tanpa mengatakan apapun lagi.

Sejak hari itu, mereka kembali bertemu. Karena pria itulah satu satunya orang yang mengetahui wajah di balik topeng yang Vin kenakan.

.

.

.

"Agensi Detektif Bersenjata?"

"Ya. Aku salah satu dari mereka," jawab pria yang ternyata adalah Dazai Osamu.

"Kudengar kelompok itu menangkap para penjahat yang tak bisa ditangani oleh polisi biasa. Kalau mereka sampai mencium rekam jejakku, mereka pasti juga akan mencariku. Tapi jika aku mengikuti permainan bodoh pria ini, aku mungkin bisa terhindar dari semua hal itu," pikir Vin.

"Begitu rupanya, kurasa itu pekerjaan yang hebat. Terlebih untuk pria cerdas sepertimu,"

"Kau pikir begitu?"

"Ya. Sungguh sebuah keberuntungan untuk bisa selalu bersama denganmu, Dazai.."

"Begitu juga denganku.."

"Vin. Kau bisa memanggilku begitu," jawab Vin seraya tersenyum manis pada Dazai.

"Apa teman temanmu memanggilmu seperti itu?"

"Ya. Jika aku punya."

.

.

.

Pada awalnya Vin hanya berniat memanfaatkan Dazai. Hanya saja, semakin lama ia hidup bersama pria itu. Ia sadar, ia mulai lupa dengan tujuan awalnya. Ia mulai jatuh cinta pada Dazai dan bahkan melakukan hal bodoh hanya untuk Dazai.

Ia bahkan rela meninggalkan pekerjaannya, hanya karena Dazai memintanya berhenti untuk melakukan hal itu.

☆Flashback End☆

Senyuman tipis terlukis di wajah wanita berumur 20 tahun tersebut. Ia mengingat masa lalu yang seharusnya sudah ia lupakan.

"Lama menunggu?" ia pun tersentak ketika mendengar suara seorang pria yang tiba-tiba duduk di kursi yang ada di hadapannya saat ini. Cepat cepat ia melepas cincin itu dan meletakkannya di dalam tasnya.

"Kau terlambat 10 menit 12 detik, Nakahara Chuuya. Kau pikir aku punya banyak waktu? Dalam waktu 10 menit, aku bisa menghabisi 5 orang, kau tahu?"

"Ya ya.. Aku terjebak macet di jalan karena banyak orang aneh menghalangi jalanku kemari. Jadi sebenarnya, apa yang kau inginkan dariku?"

"Berkencanlah denganku,"

"Hah?!" kejut Chuuya.

"Haruskah kau terkejut seperti itu? Haa.. Dengar, Chuuya. Aku hanya membutuhkanmu satu hari saja,"

"Tapi kenapa harus aku? Tidakkah kau dan Dazai--"

"Aku berpisah dengannya. Dan seperti yang kau tahu, Dazai tak akan melepaskanku begitu saja. Sama seperti saat ia melihat mangsanya,"

"Lalu kau mau menggunakanku agar Dazai menjauh darimu?"

"Tepat sekali. Aku tahu kau lebih cerdas dari yang kupikirkan, hanya otakmu jarang kau gunakan saja,"

"Kau--!!"

"Kita pernah bertaruh sebelumnya. Dan kau kalah dariku, ingat? Sekarang kau harus membayar untuk hal itu,"

Chuuya teringat saat mereka minum alkohol dan bertaruh siapa yang bisa minum lebih banyak, dialah yang menang. Vin memenangkan hal tersebut. "Baiklah baiklah. Jika hal itu bisa membuatmu diam,"

"Jangan khawatir. Setelah rencana ini selesai dan sukses. Kau tak akan pernah mendengar tentangku lagi. Tapi jika kau melanggar perjanjian kita, aku akan terus menghantuimu."

"Ke mana kau akan pergi?" tanya Chuuya seraya mengangkat gelas winenya. Vin memutar mutar gelas berisi wine, lalu melihat pantulan dirinya pada merahnya wine, "London."

"London? Kau akan pergi sejauh itu?"

"Ya. Dazai tak akan menemukanku di sana jika aku bisa pergi tanpa pengawasannya. Aku akan mengganti identitasku dan kembali pada pekerjaan lamaku,"

"Begitu rupanya. Jadi itu jalan yang kau pilih,"

Vin tersenyum, "Sudah saatnya aku kembali. Tidak ada tempat untukku di dunia ini selain kembali pada pekerjaan lamaku,"

"Kalau begitu, untuk rencana besok. Kita akan pergi berkencan di hadapan Dazai?"

"Ya. Aku tahu tempat tempat yang mungkin akan Dazai datangi. Kemungkinan dia akan melihat kita dan di sanalah kau mulai peranmu,"

"Membuatnya tersiksa dengan hal itu? Tidak buruk," jawab Chuuya.

"Kalau begitu kita bersulang, untuk rencana esok hari," Vin mengangkat gelas winenya lalu bersulang dengan milik Chuuya.

★Next★

Keesokan paginya, mereka berdua benar benar pergi berkencan. Vin sudah menyiapkan dirinya dengan pakaian yang indah untuk menjaga imagenya.

Mereka berdua bertemu di depan sebuah taman. "Kau siap?"

"Ya. Aku merasa aneh mengenakan pakaian seperti ini," ujar Chuuya ketika ia mengenakan jaket seperti saat ia masih berumur 15 tahun.

"Apa kau tidak pernah pergi berkencan sebelumnya?"

"Uh.. Tidak,"

Vin menghela napas panjang lalu menarik tangan Chuuya, "Aku harus menjalankan rencana sambil mengajari anak anak berkencan,"

"Hei!" tukas Chuuya.

"Sudahlah, ada tempat yang harus kita kunjungi,"

Mereka berdua pergi ke tempat di mana orang orang biasa berkencan. Seperti pinggir danau, taman rekreasi dan tempat lainnya. Chuuya terus memperhatikan tangannya yang berada dalam genggaman tangan Vin.

"Vin?" Wanita itu tersentak saat ia mendengar suara yang sangat ia kenali. Mereka berdua berbalik dan mendapati Dazai berdiri di belakang mereka. "Sudah kukatakan untuk tidak pernah muncul di hadapanku lagi, bukan?"

"Jadi kau benar-benar pergi dengan si pendek ini?"

"Dazai, kau--!!" Ketika Chuuya hendak memukulnya, Vin menarik Chuuya dan menahan pria itu.

"Benar. Aku dan Chuuya sudah saling mencintai sejak lama. Dan kau hanya kumanfaatkan saja. Aku lelah dengan semua permainan bodoh itu,"

"Benarkah? Aku tak melihat perasaan cinta kalian," ledek Dazai. Mendengar hal itu, Raivin hanya bisa diam dan tak mengatakan sepatah kata pun.

Tak lama setelah itu, seorang wanita berambut cokelat berlari mendekati Dazai.

"Mitsuketta~ Dazai-san ke mana saja kau? Aku mencarimu ke mana-mana," ujar wanita itu.

Vin dapat melihat wanita itu memeluk lengan Dazai. Ia mencoba tak mempedulikan hal tersebut dan semakin erat menggenggam tangan Chuuya. Chuuya yang menyadari hal itu, langsung membuka mulutnya.

"Kau mau bukti?" Vin refleks menoleh pada Chuuya. Entah apa yang ada di pikiran pria itu, ia menarik Vin dalam ciumannya. Tepat di depan mata Dazai.

"Kita pergi." Chuuya menarik lengan Vin menjauh dari kedua makhluk itu.

Dazai masih saja terdiam di tempatnya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Sedangkan wanita yang di sebelahnya berusaha mengajaknya pergi, "Tch, siapa wanita jelek itu? Dazai-san? Dazai-san! Kenapa kau diam saja? Bagaimana kalau hari ini kita--"

Tiba-tiba Dazai menarik tangannya dengan paksa dan menatap dingin wanita itu, "Jangan pernah menemuiku lagi, kau mengerti?"

Wanita itu nampak ketakutan dan gemetar melihat Dazai, "I-iya.."

Sementara itu, Chuuya terus menarik lengan Vin sampai akhirnya Vin sadar dan membakar tangan Chuuya, "Apa yang kau lakukan?!" pria bertopi itu melepaskan tangannya.

"Aku tidak pernah memintamu menciumku! Kenapa kau melakukannya?!"

"Lalu apa aku harus membiarkanmu mematung seperti orang bodoh di hadapannya? Bukankah kau ingin dia pergi darimu? Tapi kelihatannya kau yang tidak mau dia pergi,"

Vin memalingkan wajahnya, "Terima kasih," ia pun mengulurkan tangannya pada Chuuya, "Berikan tanganmu!"

Chuuya menunjukkan telapak tangannya yang terbakar, Vin mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan mengoleskan sesuatu. "Krim ini sangat mahal tapi akan sangat cepat menyerap luka bakarmu. Besok pagi lukamu akan segera hilang," Chuuya memperhatikan ekspresi serius Vin ketika tengah mengolesi krim tersebut di tangannya, "Maafkan aku.. Seharusnya aku tak tersulut amarah,"

"Ya. Aku tahu itu,"

Setelah selesai memberi krim, Vin memakaikan sarung tangan hitam di tangan pria itu, "Sarung ini tahan dari panas. Dan akan terasa dingin di bagian dalamnya. Itu bisa sedikit meredakan rasa perihnya,"

"Apa ini yang selalu kau pakai?"

"Ya." Ia pun kembali memasukkan krim tersebut ke dalam tasnya dan berbalik pergi. Tapi Chuuya kembali menahannya.

"Kau mau ke mana?"

"Pulang, tugas kita sudah selesai." jawab Vin.

"Masih terlalu awal untuk pulang. Bagaimana kalau kita habiskan saja hari ini?"

Sesaat wanita itu terdiam, lalu ia kembali menjawab "Baiklah. Kau yang bayar,"

"Apa?"

Mereka berdua pergi ke toko cake. Di sana Vin makan banyak sekali cake. Ketika ia merasa stress, ia akan menghabiskan banyak potongan cake. Terlebih cake rasa blueberry dan cokelat.

Setelahnya, mereka berdua berjalan jalan ke tempat toy machine. Vin berusaha mengambil boneka yang ia inginkan, tapi gagal. Sedangkan Chuuya akhirnya kembali setelah membeli es krim yang Vin minta.

"Masih gagal, huh?" tanya Chuuya dengan nada meledek.

"Memangnya kau bisa?"

"Lihat saja." Vin mundur ke belakang dan Chuuyalah yang memegang mesin itu. "Kau mau yang mana?"

"Boneka rubah yang di sana,"

Chuuya tersenyum lalu mulai menyentuh mesin itu. Tiba-tiba semua boneka yang ada di dalam sana berterbangan dan boneka rubah berhasil di dapatkannya. Tanpa harus memasukkan koin. "Lihat?"

"Tidak heran kau mengatakannya mudah." Vin menerima boneka tersebut. Ia tersenyum tipis saat memeluknya. Chuuya sedikit terpana saat melihat senyuman itu.

"OII!! KALIAN BERDUA, JANGAN CURANG MEMAINKANNYA!!" teriak seorang pria.

"Saatnya pergi!"

"T-tunggu!!" Chuuya langsung mengangkat tubuh wanita di hadapannya dengan pose bride style dan mereka terbang ke udara.

Ketika terbang, Vin terus menutup matanya. Chuuya menyadari hal itu dan bertanya, "Kenapa kau menutup matamu? Pemandangan di atas sini terlihat bagus,"

"A-aku tidak.."

Pria itu kini bisa merasakan kedua tangan Vin yang gemetaran, wajahnya cukup memucat karena ketakutan. "Vin.. Lihat aku,"

"Chuuya aku.."

"Dengarkan aku!" Perlahan Vin membuka matanya dan menatap kedua mata Chuuya, "Aku tak akan menjatuhkanmu. Kau tak perlu takut akan hal itu,"

Ia terus menatap kedua mata Chuuya, sampai akhirnya mereka mendarat di sebuah tempat. Vin langsung melompat turun dan menarik diri. "Ekhem.. Tidak seharusnya kita terbang,"

"Aku tahu. Tapi kita tak mungkin berlari hanya untuk menghindari pria bodoh itu. Dan sekarang sudah saatnya makan malam. Kau mau ikut?"

"Makan malam?" Vin memandang ke langit dan ternyata hari sudah malam, "Sudah malam rupanya,"

"Ya. Kita makan lalu aku akan mengantarmu pulang,"

Chuuya dan Vin masuk ke sebuah restoran untuk makan malam. Setelahnya Chuuya mengantar Vin ke sebuah hotel di mana Vin menginap sementara sebelum akhirnya ia pergi ke London.

"Terima kasih untuk hari ini, Chuuya. Kurasa ini hari terakhirku di Yokohama. Dan kau sudah mengajakku berkeliling sebelum akhirnya aku pergi,"

"Sebelum itu, bisa aku bertanya sesuatu?"

"Tentu. Anggap saja aku akan menjawabnya sebagai ucapan terima kasih. Tanyakan saja apapun,"

"Apa niatmu sebenarnya, meninggalkan Dazai?"

"Chuuya, kenapa kau--?"

"Jawab saja. Aku tak butuh alasan lain,"

Vin menghela napas panjang lalu berkata, "Dazai adalah detektif. Aku adalah penjahat. Dia hidup dalam cahaya, aku hidup dalam kegelapan. Orang sepertiku, tak pantas hidup di tengah tengah masyarakat bersamanya. Kriminal sepertiku, lebih baik hidup dan mati tanpa harus merasakan cahaya dan harapan sedikit pun,"

"Itukah alasanmu untuk pergi?"

"Benar. Tak seharusnya aku muncul di hadapannya. Tak seharusnya aku menyelamatkannya dua tahun lalu. Semua itu hanyalah kesalahan bodoh, yang harus dihentikan saat ini juga." Vin berbalik dan berniat memasuki pintu hotel, tapi Chuuya kembali memanggilnya.

"Kalau begitu tinggallah bersamaku." Refleks Vin berbalik dan melihat ke arah Chuuya. "Kau tak perlu melihat cahaya. Kita bekerja untuk sisi yang lain darinya. Kau pernah bekerja untuk bos sebagai pembunuh bayarannya, bukan?"

Vin tahu, mungkin bekerja sebagai mafia adalau hal yang bagus untuk keberlangsungan hidupnya. Ditambah Mori pernah menawarkan pekerjaan itu untuknya. Tapi selama Dazai masih ada di Yokohama, ia tak bisa tetap berada di Yokohama lebih lama lagi. "Maaf Chuuya, aku sudah membuat keputusanku. Selamat tinggal,"

Ia meninggalkan Chuuya dan masuk ke dalam hotel. Di dalam lift, ia terus memikirkan perkataan Chuuya. Pria itu meminta dirinya untuk tinggal bersamanya, "Mungkinkah dia--"

Ting

Pintu lift terbuka dan Vin berjalan menuju kamarnya di nomor 512. Ketika ia menyalakan lampu dan berjalan menuju tempat tidurnya, kedua matanya terbelak ketika mendapati seorang pria telah duduk menunggunya di tempat tidur.

"Kau sudah kembali? Bagaimana kencanmu bersama si pendek itu? Lebih menyenangkan dariku?"

"Dazai.. Apa yang kau--"

Dazai mengangkat kepalanya. Vin dapat melihat ekspresi dingin nan mengerikan keluar dari kedua mata Dazai. "Pergi dari sini, Dazai. Atau aku akan--"

"Kau akan apa? Membakarku hidup hidup?"

Dazai menarik wajah Vin agar melihat ke arahnya. Tapi lagi lagi Vin membuang wajahnya agar tak melihat wajah pria itu, "Kau membiarkannya menciummu di depanku. Tidakkah kau berpikir itu membuatku tersiksa, Vin?"

"Tersiksa? Pria sepertimu? Heh.. Sungguh menggelikan, Dazai. Aku tahu di mana tempatku, yaitu bersama dengan Chuuya. Dan seharusnya kau tahu di mana tempatmu!"

"Benarkah? Kau yakin dengan hal itu? Apa setelah aku menciummu, kau akan mengatakan hal yang berbeda?"

"Dazai, jangan maca--" Dengan paksaan, Dazai menangkap wajah Vin dan menariknya ke dalam ciuman. Vin terus menolak dan mendorong Dazai sekuat tenaga.

Dazai terhempas tapi pria itu justru tersenyum, "Apa kau menyukainya?"

"Kkhh.. Kau benar benar menjijikan," ujar Vin dengan air mata yang berlinang. Ia tak pernah melihat Dazai semengerikan ini sebelumnya. Ia seperti, melihat iblis dalam wujud Dazai.

Tiba-tiba saja Dazai mendorongnya ke tempat tidur dan mengunci kedua tangannya ke atas, "Tidakkah kau ingat kita pernah melakukan ini sebelumnya?"

"Lepaskan aku! Dasar maniak perban! Aku sangat membencimu!"

Tapi Dazai tak mengatakan apapun, matanya terus menatap tajam ke arah Vin. Vin yang tak tahan langsung menendang perut Dazai. Ketika pria itu terjatuh, ia membakar tempat tidur itu dengan apinya.

Ia mungkin tak dapat menyerang Dazai secara langsung. Tapi membuat pria itu terjebak dalam api, bukanlah ide yang buruk. Vin mengambil kopernya lalu melemparnya keluar kamar melalui balkon.

"Kau mau pergi ke mana? Aku tahu kau sangat takut pada ketinggian,"

Vin melihat tingginya lantai ia berada. Kamarnya berada di lantai 5 dan tak mungkin ia melompat. Melihat ke bawah saja dia tak berani. Tapi karena tak ingin Dazai kembali menangkapnya, ia menutup kedua mata lalu melompat dari balkon.

Namun, saat ia membuka kedua matanya. Dirinya sudah berada di pelukkan Chuuya. Ternyata sejak tadi, Chuuya masih berdiri di sekitar hotel. Ketika ia mendengar sesuatu jatuh dari atas. Ia langsung mendekati asal suara. Dan begitu ia lihat ke atas, ia menemukan Vin tengah melompat turun dari kamarnya.

Melihat Vin ketakutan, Chuuya langsung membawanya pergi menuju apartementnya. "Dazai ada di sana?!"

Vin mengangguk pelan, "Dia gila! Dia benar benar gila!" tukas Vin seraya melempar segelas air yang Chuuya berikan untuknya.

Melihat Vin tak dapat mengendalikan emosinya, Chuuya menyuruh wanita itu untuk pergi tidur di kamarnya. Sedangkan ia memilih untuk tidur di sofa ruang tamu. Sebenarnya ia juga merasa sangat kesal karena Dazai mencoba untuk menggunakan cara kotor untuk mendapatkan Vin kembali. Beruntung Chuuya masih berada di sana untuk menyelamatkan wanita itu.

Keesokan paginya, Chuuya tak dapat menemukan Vin di mana pun. Ia hanya menemukan secarik kertas bertuliskan

Baker Street 248B

Vin

Chuuya mengerti, Vin ingin dirinya untuk datang mencarinya suatu hari nanti di alamat yang tertulis di sana. "Ya. Aku akan mencarimu ke mana pun kau pergi. Karena aku sudah melanggar perjanjian kita."

Lima tahun berlalu, Vin mengubah namanya menjadi Rai Holmes. Hidup dengan identitas baru dan selalu berpenampilan seperti seorang pria. Menurutnya, lebih baik ia seperti itu. Agar tak ada pria yang berniat mendekatinya lagi. Ia tak ingin kembali menyukai seseorang. Dengan menutup hatinya rapat rapat. Ia sudah lelah dengan semua itu, kini pembunuhan sudah seperti kekasihnya sendiri.

Hingga suatu hari, ia mendapatkan sebuah email untuk target yang berikutnya.

Pengirim : [           ]

Unknown,
Aku secara pribadi ingin mengundangmu dalam sebuah pertemuan rahasia. Aku memiliki tugas untukmu dengan bayaran yang sangat tinggi. Jika kau berhasil melakukannya, aku akan memberikan benda yang paling berharga yang kumiliki.

Aku tahu kau tak akan mengecewakanku. Datanglah ke titik yang kukirim padamu. Dan kau akan mendapatkan target dariku.

Black Eye

"Black Eye? Sepertinya dia pelanggan baru. Tapi apa benda yang paling berharga yang dia miliki?"

Tanpa memikirkan hal itu lagi, Vin menyiapkan kostumnya.

Ia menggunakan perban untuk dililitkan di dadanya. Mengenakan kaos hitam dan jaket mint. Mengikat ke atas rambut pendeknya dan mengenakan sarung tangan. Tak lupa ia memakai pita di lehernya, yang sebenarnya adalah pengubah suara. Benda itu membantunya mengubah suara aslinya menjadi suara pria.

Dan yang terakhir, topeng yang selalu ia kenakan. Vin pun siap untuk menuju tempat tujuannya.

Sesampainya di sana, ia tak menemukan siapapun. Hanya gudang luas yang kosong. Vin melirik jam tangannya, waktu telah menujukkan pukul sebelas malam.

Ia harus ekstra berhati-hati pada polisi yang berpatroli di sekitar sana. "Kau akhirnya tiba. Sudah lama aku menunggumu. Akan kunaikan harga untuk kali ini karena kau sudah membuatku menunggu." Vin berbalik dan melihat seorang pria berpakaian serba hitam berdiri di belakangnya.

Ia masih belum bisa melihat wajah pria itu karena tertutup oleh bayangan gelap malam. Tapi Vin bisa merasakan, aura mencekam yang keluar dari pria tersebut. Di belakang pria itu, terdapat orang lain yang mengenakan jaket hijau.

"Lama tidak berjumpa ya.." Kedua mata Vin terbelak ketika ia mendengar suara pria itu.

Cahaya bulan mulai bersinar masuk melalui celah celah yang ada di gudang. Kini ia bisa melihat jelas wajah pria dengan perban yang menutupi mata kanannya.

Begitu pula pria berambut putih keabuan yang berdiri, menatap tajam di belakangnya.

"..Vin."

.

.

.

"Dazai..?"

Tamat

Ya. Ini hanya side story? Story mini aja. Buat mereka yang ikut event jadi semangat.

Jangan anggap serius setiap adegan di sini...

Ya.. Ya begitulah..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro