Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Time Danger

"Aku akan membuatmu bahagia dengan waktu yang tersisa."

-Ren-

❤️

Attention!

Ini adalah cerita fiksi di mana reader diharapkan bisa lebih bijak. Ambil baiknya, buang buruknya. Cerita ini diharapkan bisa menjadi hiburan sekaligus reader bisa menangkap pesan-pesan moral di dalamnya.

Thank you.

Oh, ya, jangan lupa ngemil popcorn, saya juga dikasih, ya, eh!

Selamat Membaca

( ╹▽╹ )

SUARA detak jam mengganggu pendengaran Ren. Lelaki kurus yang asyik makan es krim di depan mini market pun berinisiatif mencari sumber suara. Ia berjalan melalui gang sempit menembus ke belakang gedung. Matanya menangkap sebuah toko antik di sana.

"Sejak kapan toko itu ada?" Ren meneleng heran. Ia tidak ingat ada toko kecil dengan desain klasik. Namun, rasa penasarannya yang tinggi, membuatnya berjalan ke arah sana. Belum sampai menginjakkan kaki di toko itu, langkahnya terhenti.

"Apa ini?" Ren menginjak sesuatu. Ia memungutnya. Sebuah jam jaman pertengahan, bentuk bulat, warna emas, ada rantainya, dan dibuka dengan memencet tombol bagian bawah. Klik. Jam terbuka sekaligus ....

Cahaya putih bersinar terang. Ren terserap ke dalam jam.

Ren merasa tubuhnya melayang dan melewati lorong bercahaya. Ia tak sanggup membuka mata, kepalanya pun terasa pusing. Sampai akhirnya, ia merasa telah berhenti. Laki-laki tinggi itu membuka mata dan terbelalak.

Ren memindai tempat yang tengah dipijaknya. Sebuah kota yang dipenuhi oleh jam di mana-mana. Di setiap gedung, selalu terpasang jam besar di bagian atas. Mobil yang berlalu pun, di bagian kaca belakang ada jam yang menempel. Tiang, tempat sampah, meja restoran bahkan jalan aspal pun menempel jam. Ya, walaupun hologram untuk bagian aspal.

"Kota apa ini? Kenapa penuh dengan jam?"

"Selamat datang di Time City!"

Ren berbalik. Ia mendapati seorang gadis dengan potongan rambut sebahu dan disemir cokelat mengembangkan senyum yang manis. Jantung Ren berdegup tak stabil. Pertama kalinya ia jatuh cinta. Pandangan pertama tentunya.

"Oo-oh," gugup Ren. Namun, logikanya kembali menguasai. "Kamu siapa? Tempat apa ini?"

"Kamu pasti kaget. Ah, aku Nia. Aku dan lainnya mengalami hal yang sama sepertimu. Tempat ini namanya Time City alias kota penuh dengan jam." Ekspresi gadis itu tiba-tiba berubah suram. "Kita harus berjuang hidup di kota ini."

"Hah? Apa maksudnya?"

"Kita diculik alien, dan di kota ini kita hidup dengan permainan konyol seseorang," celetuk seorang pria keriting yang poninya panjang hampir menutupi sebelah wajah. Ren agak merinding melihatnya.

"Elvan, kamu nggak ke lantai lima belas?" sahut Nia.

"Masih ada waktu."

"Aku harap kamu beruntung."

Elvan tersenyum getir. Ren makin bingung dengan situasi ini. Nia yang menyadarinya kembali menjelaskan.

Entah siapa yang telah membawa mereka ke dunia yang asing ini. Masing-masing pernah menyentuh jam ajaib itu. Apakah ini adalah kota fantasi yang berada di dalam jam antik itu? Tak ada yang tahu jawabannya. Pastinya, mereka hanya bertahan hidup. Ya, di dalam kota itu memiliki sebuah peraturan.

Menebak waktu. Semacam permainan. Masing-masing orang akan diberi pertanyaan, dan akan meningkat kesulitannya per level. Atau jika di kota ini, mereka harus memasuki gedung utama yang berada di tengah kota. Lantai satu sama dengan level satu, dan seterusnya. Jika peserta lolos, mereka akan mendapat voucher makan, pakaian, dan tempat tinggal sesuai levelnya. Namun, jika gagal ....

Peserta itu akan mati di tempat!

"Apa? Mereka sudah gila? Permainan macam apa ini?" komentar Ren tak percaya.

"Sudah kubilang, kan? Mereka memang konyol," tandas Elvan yang bersandar di tiang.

"Mau bagaimana lagi? Kami semua terjebak di sini. Tidak ada jalan keluar yang lain. Aku maupun yang lain sudah pernah berkeliling kota untuk mencari jalan keluar, tetapi nihil. Hanya ini satu-satunya harapan. Kita harus bisa menang. Keluar dari sini hidup-hidup."

Melihat Nia yang agak emosional membuat mulut Ren terbungkam. Sebenarnya, cowok berwajah lonjong itu masih belum seratus persen percaya. Namun, ia memilih untuk percaya. Ren pun diantar ke gedung utama.

"Kapan pertama kali kamu bertengkar dengan temanmu?"

Ren tercengang. Ia tak menyangka bahwa pertanyaan yang diajukan tentang kehidupan pribadi. Terlebih harus mengandalkan memori. Syukurlah, Ren sangat ingat bagaimana ia bertengkar dengan teman di masa kecilnya.

"Saat aku masih SD kelas tiga. Tahun 2009."

"Selamat, Anda lolos! Silakan ambil voucher di mesin sebelah kanan."

Ren bernapas lega. Ia mulai berbaur dengan para peserta lainnya. Sedikit menikmati kehidupan di Time City.

"Ternyata IQ kamu tinggi juga, ya? Aku kira jatuh ke aspal tadi," celetuk Elvan menggoda.

"Bukannya celanamu tadi nyangkut di pohon?" Ren mengalihkan topik.

"Hah? Serius? Jatuh dari jemuran?" Elvan mendadak panik.

"Ternyata IQ kamu jatuh ke aspal tadi," canda Ren sambil menjulurkan lidah.

"Kampret, sini kamu!" Seketika keduanya saling mengejar dan bercanda. Peserta lain juga ikut tertawa. Tidak lama, Ren mulai dekat dengan orang-orang di sekitarnya.

Level permainan juga makin meningkat. Tidak hanya menanyakan memori masa lalu, tetapi juga masa depan. Seperti kapan menikah, kapan punya anak, kapan sukses, kapan cerai, dan banyak hal lain. Ini membuat Ren makin tegang menghadapinya. Beruntung, ada opsi yang memudahkan, juga faktor keberuntungan Ren cukup tinggi. Meski mengira-ngira, jawabannya benar.

"Yang bener aja? Aku bakal nikah di tahun 2039? Tua amat," gerutu Ren tatkala keluar dari gedung.

Terdengar suara tawa yang renyah. "Kalau gitu pacaran dulu. Sama aku."

Ren terpegun saat melihat Nia mengatakan hal itu. Ia benar-benar kebingungan.

"Aku serius. Kita nggak tahu kapan kita mati di sini. Kamu lihat sendiri, banyak banget peserta yang mati karena salah menebak. Kita juga nggak tahu kapan kita gagal."

Ren yang memang sudah jatuh hati pada gadis itu, meraih tangan Nia. "Kamu yakin mau bersama aku?"

"Setidaknya, aku ingin membuat beberapa kenangan yang baik selama tinggal di kota ini. Termasuk menyayangimu."

Seulas senyum pun terbit di wajah Ren. "Kalau begitu, aku akan membuatmu bahagia dengan waktu yang tersisa."

¯\_(ツ)_/¯

Ren dan Nia mulai menjalin hubungan, meski terjebak dalam kekacauan ini. Elvan pun menjadi teman baik Ren. Ketiganya sempat merasakan kebahagian dalam Time City. Sayang, itu tidak berlaku lama.

Elvan mulai meninggalkan dunia. Tangis dan rasa sakit pun membelenggu di antara peserta yang tersisa, terutama Ren dan Nia. Keduanya mengingat bagaimana sosok Elvan yang penampilannya cukup seram, tetapi sebenarnya sangat kocak. Beberapa peserta lain yang cukup dekat juga berguguran. Ren makin takut, tetapi ia masih berusaha berjuang.

Sampai akhirnya, Nia pun menjadi korban.

Ren menangis. "Kenapa kamu harus ninggalin aku, Nia?"

Histeris. Hanya Nia yang tersisa. Ya, seluruh peserta telah gugur. Kini, Nia juga harus pergi selamanya. Ren bisa melihat puluhan mayat di gedung utama, memang tidak ada yang menguburkan. Tidak diperbolehkan.

"Selamat! Karena tidak ada peserta lagi, Anda berhak hidup dengan normal."

"Apa? Kalian gila!" pekik Ren yang menoleh ke sembarang arah. Bahkan ia tidak tahu di mana letak loudspeaker-nya.

"Apa fungsinya kalian membuat permainan gila ini? Kembalikan mereka! Mereka ini punya nyawa yang berharga. Memangnya kalian mau dipermainkan seperti ini?"

Suara tawa pun menggema.

"Apa mau kalian? Jangan bilang hanya ingin bermain."

Suara tawa menghilang dan berganti geraman. "Ini ulah kalian sendiri. Apa kalian lupa dengan pertanyaan-pertanyaan yang aku ajukan? Ini adalah pertanyaan kalian sendiri."

Ren tertegun. Ia mulai mengingat bagaimana ia bermain media sosial. Bertanya pada teman-teman. Kapan menikah adalah hal lumrah yang dilontarkan.

"Kalian tidak tahu apa yang dirasakan oleh orang-orang yang kalian pertanyakan. Sakit hati, tertekan, bahkan parahnya hingga bunuh diri. Dan kalian tidak ada yang merasa bersalah? Sungguh tidak adil dengan apa yang aku lakukan pada kalian. Aku hanya sekadar mengembalikan pertanyaan yang sudah kalian lontarkan."

"Apa? Apa ini balas dendam?"

Suara itu tidak bicara lagi. Lantas, Ren kembali memeluk kekasihnya yang telah tiada. Setelahnya ia berjalan keluar gedung. Sepi. Sangat berbeda saat ia pertama datang ke kota itu. Ren hanya seorang diri di Time City. Haruskah ia menunggu peserta baru?

Ren kemudian tidur di ranjangnya.

¯\_(ツ)_/¯

"Ren! Ngapain tidur di jalan?"

Ren terbangun. Ia melihat ibunya berdiri di hadapan. Rasanya, ia seperti bermimpi sesuatu, tetapi ia tak ingat. Ia memindai tempat sekitar. Ren berada di belakang mini market, dan di seberang ada toko es krim. Ia menunjuk toko itu. "Ma, bukannya di sana toko ...."

Aneh. Ren tak mengingatnya.

"Ngomong apa kamu? Dari dulu juga itu toko es krim. Ayo pulang."

Ren pun mengikuti ibunya pulang ke rumah. Ia melihat seorang gadis bersurai pendek cokelat dan laki-laki keriting melewatinya. Entah mengapa ia merasa mengenali mereka, tetapi lagi-lagi tak ingat.

Sementara, seorang pria tua memungut jam antik di belakang minimarket. Ia menyeringai. "Siapa lagi yang akan menjadi ... pesertaku?"

"Aku?"

Pria itu menoleh dan mendapati lelaki bertudung. "Hei, apa yang kamu lakukan di sini, Drax?"

Tamat.

Dipublikasikan 3 September 2021

Nb: Story ini sebenarnya gagal saya kirimkan ke sebuah event penerbit. Jadi, saya pasang aja di sini. Kali aja ada yang mau baca :D

Hai, jangan lupa follow akun ini dan tinggalkan jejak, yaa! Silakan memberikan kritik dan saran dengan sopan, terima kasih banyak atas masukannya. Oh, ya, jangan lupa follow akun Instagram dan Tiktok Author juga di @yamashitaizumi4

🌹Arigatou gozaimasu ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro