Surrender
By : Kinomitsu
***
Hijirikawa Masato x Aoyama Riku
***
(20)
Whenever you ready.
"Menyerahlah, Hijirikawa." Pemuda bersurai oranye itu menatap sendu sahabat karibnya. Pria yang dinasehati tersebut hanya terdiam, dengan tatapan kosong dan senyum hampa. Ia yang sedari tadi menunduk kini menaikkah pandangannya, menatap sahabat oranye- nya tersebut. "Aku belum siap," jawabnya lirih. Pemuda bernama Jinguji Ren didepannya itu menghela nafas. Lalu menangkup pipi Hijirakawa, menghapus air mata yang mulai turun dari pelupuk mata sahabatnya tersebut, "Menyerahlah, kau tau dia tak baik untukmu.." ujar Ren. Masato hanya terdiam, lalu melepas tangan Ren dari wajahnya. "Apapun yang terjadi, aku tak akan menyerah sekarang."
My love, where are you?
(17)
I'm running to your side.
"Aku pulang," Masato membuka pintu rumahnya pelan. Sekilas matanya mengadar ke seluruh sudut ruangan. Sepi. Gelap. Tak ada siapa siapa. Masato menghela nafasnya pelan, lalu ia mengulas senyum terbaiknya. "Aku pulang, Riku" Dari arah dapur, muncul gadis perawakan tubuh kecil, memakai apron, tersenyum kea rah Masato. Rambut coklatnya yang panjang ia ikat agar tak mengganggu pekerjaannya. "Selamat datang, Masa!" pekik gadis tersebut riang.
Masato membuka jas yang ia kenakan, lalu meletakkannya di sofa rumahnya. Ia melangkahkan kakinya, mendatangi gadis tersebut, dan memeluknya erat. "Aku merindukanmu.." gumam Masato pelan sambil mengecupi pucuk kepala gadis tersebut. Gadis tersebut hanya terkekeh riang, membalas pelukan kekasihnya. "Aku tadi coba masak macaroni, tapi sepertinya gagal hehe," Kekeh gadis tersebut sambil menggaruk rambutnya, tersenyum polos tanpa dosa. Masato melongo, lalu mengela tipis. "Kan sudah kubilang, kamu gak usah masak sayang." Ujar Masato sambil memandangi dapurnya yang sudah berantakan. "Ya maaf, kan aku juga pengen masak buat kamuuu" keluh gadis tersebut sambil memajukan bibirnya, ngambek. Masato gemas, lalu mengacak rambut gadis tersebut, "Iya deh, kita delivery saja ya?"
Makanan sudah tiba, mereka duduk berdua di depan tv lebar, saling pandang dalam sunyi. "Hei..Masa.." gumam gadis tersebut. Si empunya nama menoleh, "Ya?" Gadis tersebut terdiam sejenak, lalu menatap sendu Masato, "..bisakah kita menyerah?"
Can we surrender?
(10)
Minggu. Hari bagi Masato untuk melepaskan penat setelah bekerja sepekan penuh. Ia bersantai di sofa rumahnya sambil sesekali menyisip the yang ia buat. Tak lama ia mendengar suara ketukan dari pintu. "Ya?" Masato meletakkan gelasnya diatas nakas sebelah sofa, lalu membuka pintu rumahnya. "Ah, Tokiya, masuklah." Ujar Masato sambil mempersilahkan tamunya tersebut masuk. Tokiya hanya tersenyum parau, lalu melaangkahkan kakinya masuk kedalam rumah temannya tersebut. "Sebentar ya, akan ku buatkan teh. Silahkan berbincang dulu dengan Riku selagi aku membuatkan mu teh," Ujar Masato sambil berlalu ke dapurnya. Tokiya terdiam, memandangi setiap sudut rumah Masato dengan seksama. Ia lalu menghela nafas, "..lagi lagi anak itu ya..?" gumam Tokiya. Matanya menangkap pigura yang berisi foto temannya dengan gadis bermanik hijau terang dan bersurai coklat panjang. Tokiya hanya memandangi gadis di foto tersebut, "Dia belum menyerah juga ya..?"
Lumayan panjang waktu berselang, dua pria tersebut menghabiskan waktu dengan berbincang. Nampaknya mereka sudah lumayan lama tidak bertemu. Tokiya menyisip tehnya lalu menatap Masato. "Hei, sebenarnya ada yang mau kubicarakan denganmu," Masato menoleh lalu menutup ponsel yang baru saja dilihatnya, "Apa yang ingin kau bicarakan?" Tokiya menghela nafas, "Menyerahlah, aku tau kau lelah."
No one will win this time.
(7)
Masato keluar dari minimarket didekat kantornya. Sore ini hujan turun cukup lebat dan pemuda bersurai biru ini lupa untuk membawa payungnya. Ia segera mengeluarkan payung dari kantungan plastic minimarket tersebut dan membuka payung barunya. "Ma~sa~!" Masato menoleh, disebelahnya kini ada gadis bersurai coklat, kekasihnya. Masato terdiam sejenak, lalu ia tersenyum tipis. Payungnya pun ia gunakan untuk melindungi gadis tersebut dari hujan. "Kenapa kau disini?" Tanya Masato lembut. Gadis tersebut hanya menyeringai lebar, sambil memeluk lengan Masato, ia menjawab dengan semangat, "Aku kesepian! Di rumahmu gelap, dan aku juga merindukanmu!"
Dibawah payung tersebut, mereka menyusuri pinggiran jalan Kota Kyoto yang basah karena hujan. Sore itu tidak terlalu ramai. Namun, beberapa pasang mata mengunci pandangan mereka ke Masato. Masato merasa risih, ia lalu menggenggam tangan gadis itu erat. "Hm? Ada apa, Masa?" Tanya gadis tersebut. Masato menggeleng, lalu menatap mata gadis itu hangat, "tidak, aku hanya ingin menggengam tanganmu, itu saja kok" Jawab Masato tanpa memperdulikan sekitarnya. Dingin. Cuaca itu cukup dingin. Begitu pula dengan tangan gadis itu.
But I let you drift away.
(5)
Masato melangkahkan kakinya, masuk ke mobilnya, dan mulai berkendara. Lalu lintas hari itu cukup lenggang. Sebentar ia memberhentikan mobilnya di toko bunga terdekat, dan membeli seikat bunga lily putih. "Dia akan meyukai ini," Ujar Masato senang sembari kembali ke mobilnya. Tak lama kemudian, ia sampai di rumah sakit umum di Kyoto. Ia segera menuju ke ruangan yang biasa ia datangi.
"Riku, aku datang menjengukmu," ujar Masato sembari tersenyum dan duduk disebelah kasur gadis itu. Gadis itu hanya tersenyum hangat dan memeluk Masato erat, "Aku merindukanmu," ujar gadis tersebut. Masato hanya tersenyum tipis lalu meletakkan bunga tersebut di nakas sebelah kasur. "Bagaimana keadaanmu?" Tanya Masato sambil menggenggam tangan gadis tersebut. "Aku baik baik saja, mungkin aku akan berada disini untuk sementara, dan aku tidak akan mengganggu pekerjaanmu lagi," Wajah Masato berganti sendu,ia tertunduk. Angin sore berhembus tipis dari jendela kamar gadis tersebut. Cahaya oranye langit membuat gadis tersebut tampak indah. "Maafkan aku..seandainya saja aku tau lebih cepat.." gumam Masato, ia mengepalkan tangannya. Gadis tersebut menggeleng lemah, "Tidak apa apa, Masa. Lagipula aku juga akan pergi.." sahut gadis tersebut lirih. Gadis tersebut menyeka air mata yang mulai jatuh di pelupuk mata Masato, lalu menarik dagunya mendekat ke wajahnya, "..bukankah sekarang saatnya kau menyerah..?"
Can we surrender?
(2)
"Sudah mau berkakhir ya..?" Masato bergumam. Ia melamun di taman kota yang mulai sepi. Wajahnya tertunduk, menggenggam erat buket bunga lily putih di tangannya. Langit mulai menggelap, awan hitam bergumul diatas sana. Rintik hujan perlahan turun, namun Masato tetap duduk disana. Wajahnya tetap tertunduk. Hingga ia merasa kalau rintik hujan tidak lagi membasahi dirinya. Masato menaikkan wajahnya, melihat siapa yang mau memayunginya. "Masa..Ayo pulang.." ujar gadis dengan surai coklat tersebut. Masato tersenyum, lalu berdiri dan menggenggam tangan gadis tersebut. Dingin.
"Ya..Ayo pulang, Riku.."
Can we surrender?
(1)
Masato melangkahkan kakinya di lorong rumah sakit yang sepi. Dengan segenggam buket bunga lily putih di tangannya, wajahnya megulas senyum yang penuh arti, masuk kedalam ruangan gadis tersebut.
"Aku sudah menunggumu, Masa..Ayo pulang.."
Masato tersenyum, memeluk gadis tersebut erat. Membisikkan sesuatu di telinga gadis tersebut. "Ya..aku menyerah..ayo kita pulang, sayang.."
.
.
.
"Tuan, apa yang anda lakukan di kamar kosong ini? Pasien disini kan sudah meninggal tanggal 10 September lalu..?"
Ia tersenyum, "Aku menyerah."
Ia merasakan dingin besi menusuk perutnya. Berganti dengan hangatnya darah yang mulai keluar dari lukanya.
"Aku pulang denganmu, Riku."
I surrender.
END
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro