Kamar kos dua sahabat, 19:35 WIB
"Aku ingin pandemi ini segera berakhir. Aku ingin semuanya normal kembali!"
Kau berkata dengan sisa tenaga yang habis kau gunakan untuk membuka tutup aplikasi media sosial yang isinya hanya membuatmu resah setiap harinya: pekerja harian kehilangan pekerjaan mereka, rakyat miskin yang semakin miskin, pekerja kantoran yang harus bersabar dengan sistem bekerja dari rumah, dan anak-anak sekolah yang mulai rindu bertemu dengan teman-teman mereka. Di sela-sela berita itu, mulai bermunculan video-video lucu yang orang-orang buat untuk melepas penat selama di rumah. Namun, video-video itu tak lagi dapat menghiburmu. Kau sudah bosan dengan semua kegiatan yang kau pikir adalah cara terbaik menghabiskan waktu.
"Memangnya bagimu normal itu seperti apa?" tanyaku, yang meskipun telah 24 tahun hidup di dunia, tak pernah mengerti apa arti sesungguhnya normal itu. Kehidupanku tak berubah banyak meski pandemi ini telah merenggut kebebasan jutaan manusia di muka bumi. Aku tetaplah seorang pekerja lepas yang hidupnya tergantung dari honor menulis artikel sebuah situs daring. Yang meskipun situasi saat ini seharusnya menjadi periode emas bagiku meraup keuntungan, nyatanya trafik artikel yang aku tulis tak pernah ada peningkatan. Aku mulai mempertanyakan kemampuan menulisku sendiri. Apakah tulisanku terlalu buruk hingga tidak banyak orang yang tertarik untuk membacanya?
"Aku ingin kembali bekerja di kantor. Ya, meskipun pekerjaanku membosankan, setidaknya aku punya alasan untuk bangun di pagi hari. Aku juga ingin kembali bisa bebas bepergian ke mana saja tanpa takut tertular virus, meskipun sebenarnya aku tidak pernah punya tujuan selain kantor dan rumah."
Aku mendengus geli. Tampaknya kau sama sepertiku. Berpura-pura bersikap normal layaknya kebanyakan orang, tapi sesungguhnya kita tidak punya apapun untuk dibanggakan. Apapun yang kita kerjakan hanyalah tameng agar kita merasa berarti sebagai manusia. Pekerjaan yang membosankan, tak punya tempat tujuan, kemampuan yang pas-pasan, dan harapan yang selalu ada meski kenyataan lebih sering mengkhianati kita.
"Jika pandemi ini telah berakhir, kau akan kembali kepada rutinitas itu. Memangnya kau rela kebebasanmu terenggut hingga tak ada waktu untuk bersantai seperti sekarang ini?"
Kau menatap langit-langit kamar yang mulai dipenuhi sarang laba-laba. Meskipun punya banyak waktu, namun kau tak pernah sekalipun berniat membersihkan apalagi merapikan kamar kos. Kau menghela napas berat, seolah kau sedang mengambil sebuah keputusan yang tidak kau sukai tapi tetap harus kau ambil.
"Menurutku itu lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa. Setidaknya kesibukan membuatku menjadi lebih hidup."
Meskipun sebenarnya aku tidak tahu bagaimana rasanya menjadi sibuk, harus aku akui, aku setuju dengan perkataanmu itu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro