Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kota yang Mereka Cari

Tema: Buat karya yang wajib menggunakan potongan dialog ini:

"Sebenarnya, aku sama sekali tidak punya kesempatan, bukan?"

"Tidak, kau salah. Kau pernah punya, sekali."

***

Aku mengerjap mataku berkali-kali, cahaya putih yang menguasai pandanganku kini memudar. Suara keramaian langsung masuk ke indra pendengaranku. Matahari langsung menyiramku dengan cahaya ganasnya, silau.

Banyak orang yang berlalu lalang tanpa memperdulikan aku yang tengah duduk di atas tanah. Tempat apa ini? Ke mana bunga itu membawa kami—

Tunggu, di mana Amelia? Ke-kenapa aku terjatuh di sini sendirian? Keringan dingin mulai mengalir lewat pelipisku, kenapa Amelia tidak bersamaku? Aku sebenarnya sedang di mana?

Degup jantungku semakin kencang. Keramaian ini membuatku takut, terus bertanya pada diriku sendiri soal lokasiku saat ini. Tidak ada orang yang menjulurkan tangannya padaku, tidak ada yang mau membantuku.

Aku beranjak, kedua kakiku gemetaran, aku tidak bisa membayangkan hari di mana aku dan Amelia juga Coco akan terpisah. Aku takut, aku tidak kenal tempat ini, aku sendirian sekarang.

Ke mana sekarang aku akan berjalan? Barat? Timur? Utara? Selatan? Aku tidak tahu. Aku bingung, kepalaku rasanya sakit, bunga itu melemparku ke mana, sih? 

Aku menyesal, menyesal karena sudah memegang bunga bercahaya itu. Bukannya petunjuk yang aku dapatkan, aku malah terpisah dari Amelia. Kenapa begitu? Aku takut. 

Rasanya semakin jauh dari tujuanku, tujuanku untuk pulang ke rumahku. Kenapa aku tidak sampai-sampai juga? Ini sudah hari keenam 'kan? 

Lurus, kakiku dengan ragu melangkah lurus ke depan dari tempat aku berdiri. Aku mengedarkan pandanganku pada sekeliling, berharap menemukan Amelia.

"P-permisi." Aku memutuskan untuk bertanya pada orang di sekitar. "Aku sedang di mana?"

Tidak ada yang menjawab, semuanya hanya melaluiku, bahkan tidak menoleh sekalipun. Apa suaraku kekecilan? 

Baik, akan aku coba sekali lagi. Dengan takut, aku berjalan mendekato seoranh wanita yang tengah menatap kendinya. "Pe-permisi, tempat apa ini?"

Wanita bersurai hitam itu mengerling, tidak mengatakan apa-apa, lantas kembali menatap kendi itu. 

Kenapa dia tidak mau membalasku? Suaraku masih kekecilan? Aku berdeham, lalu bertanya lagi, kali ini dengan volume suara yang agak besar.

Sama seperti tadi, tidak ada jawaban. Tangannya sibuk mengusap kendi mengkilat itu, tidak menggubris keberadaanku. Tatapan matanya tajam, seperti tengah menusuk udara.

Dia kelihatannya memang tidak berniat menjawab pertanyaanku. Aku berjalan menjauhinya, berpikir tentang apa yang harus aku lakukan. Apa aku harus bertanya pada orang lagi?

Anak kecil mungkin akan menjawabku. Aku berjalan mendekati gadis berkepang yang tengah memetik kelopak bunga. 

"Um .... Ini tempat apa, ya?" Aku bertanya dengan lirih, takut kalau gadis kecil ini juga tidak menanggapi pertanyaanku. 

Anak kecil itu menatapku, pandangan kami bersirobok, tapi setelah itu dia berlari cepat tanpa menjawab pertanyaanku atau bahkan tidak bilang, "tidak tahu."

Aku menghela napas. Di mana Amelia sekarang? Apakah dia juga sama bingungnya sepertiku? Apakah aku semakin jauh dari kota Shiviria? Apakah aku bisa pulang?

"Sebenarnya, aku tidak punya kesempatan, bukan?" Tanpa sengaja, kalimat itu meluncur dari mulutku. Pulang hanya mimpi belaka, aku mungkin akan berada di sini selamanya.

Rasanya air mataku hampir jatuh, sudah lama aku tidak menangis. Pandanganku agak memburam karena bulir bening yang tertampung pada pelupukku. 

Kakiku mulai berjalan ke sembarang arah lagi, aku harap keberuntungan dapat mempertemukanku pada Amelia. Meski dia tidak tahu jalan pulang, setidaknya aku merasa lebih aman bila bersamanya. Dia adalah gadis aneh yang selalu menemaniku, mendengar semua keluhanku.

Ada angin yang menerpa wajahku, seorang gadis baru saja melewatiku. Itu! Itu gadis berambut lurus hitam yang memberiku kertas kekuningan itu. Aku harus mengejarnya.

Gadis itu berlari menjauh dariku. Aku langsung berlari mengejarnya. Mungkin saja gadis itu punya petunjuk soal kota Shiviria, dia yang memberikan nama kota itu pada Amelia bukan? 

Gadis berambut lurus hitam itu masih sanggup digapai pandanganku meski dalam kerumunan. Aku harus fokus, aku tidak boleh kehilangannya, dia bisa jadi kunci kepulanganku.

Pengejaran ini berlangsung lama, aku belum bisa mengejarnya, bahkan mendekatinya saja belum. Padahal jalannya santai, kenapa aku tidak bisa mengejarnya? 

Manusia yang menjamur di jalanan membuatku semakin sulit melihat keberadaan gadis berambut lurus hitam itu, dia semakin jauh.

Aku terjatuh, seorang pemuda berbadan tegap tidak sengaja kutabrak. Sial, aku bisa kehilangan gadis berambut lurus hitam itu. 

Aku beranjak seraya menahan rasa sakit pada bokongku, mataku mengedarkan pandangan pada sekeliling. Hilang. Gadis itu tidak ada lagi. Kenapa aku harus sesial ini sampai kehilangan gadis itu? 

Orang-orang di sekitarku menatapku yang tengah menitikkan air mata, namun tidak ada satu pun dari mereka yang peduli. Aku menundukkan kepalaku, membiarkan air mataku membasahi tanah.

Aku ingin pulang.

Grep!

Sebuah pelukan meluncur padaku, membuatku tertegun sejenak. Gadis berambut gelombang memelukku dengan erat, rasanya hangat.

Itu Amelia. Air mataku tadi langsung meluncur deras lantaran langsung menumpahkan segala kekhawatiranku tadi. "A-Amelia?"

"Jangan takut, aku di sini." Amelia menepuk pelan punggungku. "Syukurlah kita bisa bertemu lagi."

Gadis itu bernama Amelia, gadis yang aku anggap aneh saat hari pertama, gadis yang aku takuti saat pertama kali melihatnya, gadis yang selalu senang menceritakan hal-hal yang tidak masuk akal. Amelia, gadis pengembara yang mengisi hariku selama di sini, keberadaannya mendadak menjadi penting bagiku.

Aku takut terpisah darinya.

Pelukan itu hanya terjadi selama beberapa detik. Kini kami berdua menatap keadaan sekeliling. "Kamu tahu ini tempat apa?"

Amelia menggelengkan kepala. "Tidak, tapi aku tadi melihat gadis berambut hitam yang kemarin memberiku kertas, aku mengejarnya, dan akhirnya bertemu denganmu."

Lho? Amelia juga mengejar gadis itu? "Aku juga sedang mengejar gadis itu hingga aku sampai di sini."

Ekspresi wajah Amelia berubah, dia kelihatan sedang bingung. "Jadi, kita mengejar orang yang sama?"

"Bagaimana mungkin?" Terlalu banyak hal aneh yang terjadi di sini: aku yang terlempar ke dunia ini, gadis berambut lurus yang tiba-tiba memberikan kertas, gadis yang bisa mengutuk, bunga bercahaya yang membawaku ke tempat yang tidak aku kenali ini.

"Apakah ini kota Shiviria?" Amelia menatap sekeliling. "Gadis itu yang memberitahu kita soal kota Shiviria, kemungkinan besar ini adalah kota Shiviria."

Masuk akal, mungkin saja ini kota Shiviria, tapi apa alasan yang membuat para penduduk sama sekali tidak mau menjawab pertanyaanku.

"Aku sudah bertanya pada orang sekitar. tidak ada yang menjawabku," jelas Amelia.

"Sama." Aku kira masalahnya ada padaku, ternyata Amelia juga mengalami hal yang sama. Apa yang sebenarnya terjadi pada kota ini?

Alunan seruling tiba-tiba terdengar. Semua aktivitas langsung terhenti sejenak. Semua orang langsung menoleh ke sumber suara, semua orang. Mereka berlari lurus ke depan, seperti sedang mengejar sumber suara.

Musik apa itu? Kenapa semuanya berlari ke sana?

Aku dan Amelia saling memandang, aku yakin dia juga sama bingungnya sepertiku. 

"Kita ikuti saja, mungkin akan ada petunjuk." Amelia menggengam pergelangan lenganku, bersiap untuk bergerak ke arah kerumunan itu menuju. Aku menganggukkan kepalaku.

Kami berlari menuju asal suara suling itu, suaranya indah, tapi bukan jenis alunan yang akan membuatmu tidur, lebih ke alunan yang penuh antusiasme, entah apa itu.

Hening. Saat kami tiba, semuanya hening, tidak ada suara bisikan dari kerumunan atau pun suara seruling itu lagi. Ketika mereka semua berhenti, kami juga ikut berhenti.

Asal bunyi itu pasti ada di depan sana, hanya saja aku tidak bisa melihatnya, terlalu ramai. Berjinjit pun tidak cukup, tinggiku hanya 150 cm, tinggi Amelia tidak jauh berbeda dariku.

"Penawaran hari ini, penambah umur, sepuluh tahun!" Suara melengking terdengar membahana. Saat itu juga, ada seorang gadis berkerudung ungu yang melayang tinggi di atas langit, dia menggengam sesuatu. Aku tidak bisa melihatnya, cahaya matahari begitu menyilaukan.

Penambah umur? Kenapa ada hal semacam itu? Siapa sebenarnya gadis itu?

"Minus seribu poin untuk mereka yang sudah makan hari ini," ucap gadis berkerudung itu yang langsung membuat kerumunan itu ber-ah kesal.

Apa maksudnya? Poin? Kenapa mereka semua kelihatan kesal?

Aku menatap Amelia, ingin melihat rekasinya. Tangan kanannya menjadi tempat Coco berdiri, matanya juga menatap ke atas langit. Menyadari tatapanku, dia langsung memalingkan kepala.

"Penawaran apa yang dia maksud?" Aku bertanya demikian. "Dan poin apa yang dia maksud?"

Amelia menggeleng, alis matanya bergerak turun. "Aku tidak tahu."

Kami berdua kembali menatap langit, menunggu kalimat selanjutnya dari Gadis Berkerudung Ungu. Gadis itu tertawa, suaranya melengking. "Minus tiga ribu poin bagi yang sudah menjawab pertanyaan orang asing."

Banyak yang ber-yes gembira. Jadi, mereka mencuekiku karena peraturan itu? Peraturan macam apa ini, apa poin-poinnya pula.

Aku menyimak lebih lanjut, mataku tertuju pada gadis itu. Silaunya matahari membuatku harus menghalangi cahayanya dengan tanganku, kepalaku terasa agak pusing, tapi aku penasaran.

"Tambah seribu poin untuk yang memakan apel dari pohon di sebelah rumah Kakek Frene." Gadis itu mengangkat 'sesuatu' semakin tinggi, sepertinya itu botol. "Tambah lima ribu bagi yang memetik daun fifilia hari ini."

Ada yang mengeluh, ada yang bersorak. Apakah ini semacam tugas untuk mendapatkan poin sehingga bisa mendapatkan penawaran itu? 

Gadis itu terus menerus berbicara tentang pengurangan dan penambahan poin, juga tentang tugas -tugas yang memengaruhi poin (yang pasti tidak kupahami). 

"Yang tidak jujur, hukuman mati." Gadis itu tidak terbang setinggi tadi lagi. "Seperti biasa, pembelian poin dibuka. seratus koin, seribu poin"

Semua langsung bersorak, orang-orang disekitarku mulai mengangkat tinggi-tinggi sebuah kantong, beberapa koin emas jatuh dari kantong tersebut.

Kerumunan ini mulai bergerak maju, menyebabkan aku dan Amelia juga ikut terseret. Mereka semua mulai berteriak, heboh sekali, kebisingan mulai tercipta.

"Penawaran tertinggi?" Gadis itu masih melayang, tapi kali ini lebih rendah, aku hanya bisa melihat sampai dadanya. "Seperti biasa, sebutkan poin dan harga koin yang hendak kamu tukar."

Karena jarak kami yang sudah agak dekat dibandingkan tadi, aku kini bisa melihat wajah gadis berkerudung itu. Bukan, aku hanya bisa melihat mulutnya, dia menampak senyum menyeringai saat ini.

"Poin lima ribu, koin yang ditawarkan tujuh ratus butir!" Suara kasar dari pemuda disampingku terdengar, dia mengangkat tinggi-tinggi kantong yang berisi koin emas itu.

"Oh, kamu pernah berutang bukan, kenapa tidak mengurangi poinmu?" Nada bicara Gadis Berkerudung Ungu itu berubah.

"T-tidak." Pemuda di sampingku membalasnya dengan gugup. 

"Tidak, kau salah. Kamu pernah punya, sekali." Gadis Berkerudung Ungu mengangkat tangannya, lalu mengepalnya. Pemuda di sampingku langsung hangus, menjadi debu yang mengepul di atas tanah.

Rasa takut langsung menjalar dalam diriku, ini benar-benar hukum mati untuk mereka yang berbohong, siapa sebenarnya gadis itu?

Tidak ada yang memperdulikan kejadian yang barusan, semua orang kembali menawarkan harga dengan heboh seolah-olah yang tadi tidak pernah terjadi. 

Gadis--yang entah dari mana--bersuara. "Poin lima ribu, koin yang ditawarkan delapan ratus butir."

"Poin tiga ribu, koin yang ditawarkan seribu!" Pemuda itu berucap dengan suara semangat.

Pelelangan botol yang digenggam Gadis berkerudung Ungu berlangsung lama. Semakin lama, suasananya semakin heboh, aku dan Amelia terpisah lagi untuk kedua kalinya. Kerumunan itu terus -menerus meneriaki harga tertinggi yang bisa mereka tawarkan.

"Ahahaha! Sungguh menyenangkan! Lanjutkan! LANJUTKAN!" Suara Gadis berkerudung Ungu menggelar, sorakan semakin terdengar heboh. Harganya semakin tinggi.

"Pemenang, 10.000 poin, dua ribu butir koin emas!" Gadis Berkerudung Ungu mengangkat tinggi-tinggi botol yang berisi cairan berwarna biru--aku sudah bisa melihatnya sekarang. 

Banyak sekali yang mengeluh, kecewa lantaran tidak berhasil memenangkan lelang ini. ada yang memukul lututnya, ada yang meninju udara kosong, ekspresi mereka beragam, tapi punya satu arti: mereka kecewa.

"Yah, sayang sekali kita sudah berpisah, kita akan melakukanya besok, di jam yang tak tertentu, saat seruling ini dimainkan." Dia mengeluarkan seruling dari balik jubahnya, menatap benda itu dari segala arah. "kau, yang menang, temui aku seusai kerumunan ini bubar."

Setelah Gadis Berkerudung Ungu itu menyelesaikan kalimatnya. Semua orang langsung bersujud. Ada apa ini? Mereka ingin memberikan penghormatan pada Gadis Berkerudung Ungu?

Kini aku bisa melihat Amelia, salah satu orang yang kebingung, tidak ikut bersujud sepertiku. Amelia menatapku sejenak, lantas mengangguk, lalu ikut bersujud. Ah, itu signal untuk menyuruhku ikut bersujud. Semua orang menurunkan dahinya pada tanah, mau tidak mau pun kuikuti.

"Terima kasih, Yang Mulia Verelia, Shiviria berhutang budi padamu," ucap mereka semua secara bersamaan.

Shivira kata mereka? Ini kota Shiviria? Kota yang aku cari selama seminggu ini?

To be continued ....

23 Febuari 2021

Lemony's note

Lima hari lagii dan cerita ini akan tamat, dan yey, mereka sudah sampai di kota Shiviria. Semoga konflik di kota ini bagus /tidak yakin/

Aku sebenarnya rada suka sama cerita ini, yang awalnya direncanakan full Amelia mendongeng, tapi malah belok jadi ada sedikit unsur petualangan (meski ga seru dan pendek-pendek), kek heran aja, bisa tercipta alur begini 😭✨

Itu saja untuk cuap-cuap hari ini, semoga kalian suka cerita ini. See you in the next chapter! (。•̀ᴗ-)✧

Salam hangat, 

Lemonychee

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro