Jalan Untuk Pulang
Tema: buka website https://incorrect-quotes-generator.neocities.org/. Pilih berapa tokoh kalian, masukkan nama-nama mereka dan tekan generate. Percakapan yang muncul wajib masuk ke dalam cerita. Kalian boleh klik tombol generate maksimal 3 kali dan bisa memilih salah satu dari dialog yang muncul.
***
Pikiran Valeria buncah. Dia tahu persis arti dari sajak tersebut, tapi hatinya tidak mau menerima kenyataan itu. Bunuh atma penuh dengki, petunjuk itu membuat Valeria kacau, tapi dia tetap menjaga ekspresi tenangnya saat itu.
Valeria juga menerima kertas itu, sehari yang lalu, kertas dengan tulisan 'Hilangkan jiwa penuh dengki, lepaskan dari jalan gelap, patahkan alunan musik dengan tekad, bebaslah dari bunga'. Satu-satunya jalan adalah melenyapkan
Valeria ingin memeluknya, ingin punya kakak yang menyayanginya sebagaimana kakak-kakak di dunia lakukan. Dia tahu kalau Veleria menderita, kelebihan dianggap sebagai kutukan, tapi Valeria ingin merasakan belaiannya.
Dia ingin bertemu dengannya, tidak perlu bersembunyi di balik topeng dan kerudung sembari menatapnya dari jauh saat pelelangan.
Pelelangan itu bisa membuat Veleria merasa puas. Rasa dicari oleh semua orang itu menyenangkan. Namun, itu terdengar tidak benar. Apa benar Valeria ingin membiarkan saudarinya hidup menempuh jalan ini?
Apa petunjuk dari Gadis Gaib itu merupakan jalan terbaik yang bisa mereka miliki? Usia Valeria enam belas tahun, usia Veleria dua puluh enam tahun, tidak ada yang berubah.
Valeria merasa lega, Veleria tidak perlu menyimpan dendam karena mengira dirinya sudah mati, mati karena ranting tajam yang dihujamkan pada dada kirinya.
"Cecilia ingin pulang, kenapa harus mengorbankan Kakak?" Pertanyaan itu Valeria putar dalam benaknya. Apakah tidak ada jalan lain?
Air mata Valeria menitik air mata, sudah lima tahun mereka terjebak dalam Kota Shiviria ini. Dirinya, kakaknya, Yulia, semua penduduk Kota Navier, seharusnya tidak berada dalam bunga, sudah enam tahun mereka terjebak di sini.
Sudah enam tahun pula mereka berpisah. Saudari yang terpisah, tidak kalah menyedihkan dari Cecilia yang terlempar ke dunia antah-berantah.
Ketukan pintu terdengar dari luar kamar Valeria. "Oi, kamu tidak sedang tidur 'kan?"
Valeria langsung mengelap air matanya dengan cepat. "Masuk saja."
Yulia masuk dengan tubuh yang agak sempoyongan, dia habis minum bir, padahal umurnya baru delapan belas. Ya, tidak ada peraturan yang menetapkan batas umur penikmat bir.
"Ho, menangisi kakakmu." Yulia adalah sosok yang peka, tentu saja dia menyadari apa yang baru aja Valeria lakukan, mereka sudah bersama selama tiga tahun.
"Ah, kamu tahu ternyata." Valeria masih sibuk menyeka air matanya.
Pertemuan mereka diawali dengan Yulia yang ditolong oleh Valeria saat melihat Yulia yang dipukuli karena tidak membayar minumannya. Valeria bertopeng itu menyelematkan gadis yang tak dia kenali, gadis pemabuk, Yulia tidak mungkin meragukan gadis berambut abu-abu ini.
Dan Yulia yang kini melindungi Valeria, dia bahkan pernah membunuh orang yang hendak melapor pada Veleria mengenai keberadaan Valeria.
Yulia itu kontra dari Valeria. Yulia kasar, Valeria lemah lembut. Yulia tidak mudah percaya, Valeria yang bahkan bisa menyelamatkan orang yang sudah menanamkan rasa sakit pada hatinya.
Dua orang seperti mereka sangat cocok untuk disatukan bukan?
"Apa yang harus aku lakukan?" Valeria menatap Yulia dengan mata yang berair. "Mengatakan kalau aku bersedia bila harus membunuh Veleria?"
"Aku setuju dengan itu sebenarnya." Yulia merendahkan intonasi bicaranya, lebih tenang dari sebelumnya. "Maaf bila kau merasa sakut hati."
Valeria menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa, mungkin ini adalah jalan terbaik. Ada satu hal yang ingin aku beritahu."
"Kamu menyimpan kertas dari Gadis Gaib bukan?" Balasan Yulia membuat Valeria tersentak.
"Aku memang pemabuk, tapi aku punya kepekaan yang tinggi." Yulia merebahkan dirinya di atas kasur yang diduduki Valeria. "Ekspresi kau sangat ketara."
Valeria menundukkan kepala. Bila ekspresinya memang ketara, apakah Amelia dan juga Cecilia melihatnya? Mungkin iya, mungkin tidak.
"Kurasa merebut serulingnya adalah langkah yang harus dilakukan dulu." Jarang-jarang Yulia mau ikut campur dalam hal yang tak berkaitan dengan dirinya.
Yulia peduli, hanya saja dia menyembunyikannya tadi, mengatakan bahwa ini bukanlah urusannya sehingga tidak mau ikut campur. Dia peduli, jauh di dalam lubuk hatinya.
Ini terkait Valeria, terkait gadis yang pernah menyelamatkannya, gadis palinh tulus yang pernah ia lihat. Terlepas dari sifatnya yang kasar, Yulia menyayangi Valeria.
Raut wajah Valeria berubah, menjadi sedikit ceria. "Kamu benar, kita bisa memutuskan apa yang harus kita lakukan setelah mendapatkan serulingnya."
Yulia berdecih kesal melihat kelakuan Valeria. Valeria masih terus ingin melindungi kakaknya yang penuh dengan kedengkian. Yulia heran, benar-benar heran.
"Ini sudah malam, mau membahas hal ini dengan mereka?" Valeria bertanya pelan seraya melirik jam pasir di atas meja. Semakin cepat dibahas, semakin cepat Cecilia akan pulang.
Yulia menganggukkan kepala lantas berjalan keluar, kali ini bersama Valeria yang berdiam diri di kamar sedari tadi.
***
Cecilia masih bingung perihal seruling itu. Apakah serulingnya akan patah bila melenyapkan Veleria? Tertulis 'dipatahkan' bukan 'terpatahkan', bagaimana bisa Cecilia mematahkan seruling itu?
Dan lagi, apa jalan pulang akan ia temukan setelah mematahkan seruling? Misteri, semuanya buram, petunjuknya belum cukup. Kertasnya belum lengkap.
"Aku bersedia bila Veleria harus pergi," tutur Valeria saat diskusi kemarin. "Dia sudah menderita terlalu lama, aku senang kalau kalian bisa menyelamatkannya dari jalan kegelapan."
"Kemungkinan besar Kota Shiviria atau Kota Navier akan keluar dari bunga setelah suling dipatahkan," tutur Valeria.
"Bagaimana kamu tahu?" tanya Cecilia.
Valeria menyerahkan kertas itu pada Cecilia. Kertas itu seharusnya diserahkan sejak mereka berdua tiba dan menunjukkan kertas itu pada mereka. Namun, Valeria tidak ingin ada yang membunuh saudarinya.
"Ada dua hal di kertas ini yang tidak tertulis pada kertas kita." Amelia mengamati kertas Valeria dengan seksama. "Di sini tertulis 'patahkan alunan musik dengan tekad' dan 'bebaslah dari bunga'."
"Jadi alunan musiknya akan patah karena tekad?" Cecilia bertanya sembari ikut memperhatikan kertas milik Valeria.
Valeria berucap lirih. "Mungkin."
Cecilia dan Amelia sama sekali tidak mempermasalahkan soal Valeria yang tidak memberitahu mereka sejak awal. Mereka berdua mengerti, tidak mudah untuk menerima realita tersebut.
"Maaf kalau aku baru memberikannya pada kalian." Valeria tidak berani menatap mata
Cahaya lilin yang menjadi satu-satunya penerangan kian meredup. Valeria beranjak untuk mengambil satu lilin lagi. Jendela bisa saja membuat suasana mereka lebih terang, tapi Valeria tidak mau dirinya terlihat oleh orang luar.
Banyak juga yang seperti dia, tidak buka jendela merupakan salah satu peraturan yang pernah muncul. Valeria meletakkan lilin di atas meja, membuat pencahayaan mereka semakin baik.
"Apa tidak ada petunjuk lain?" tanya Cecilia.
"Aku tidak tahu." Amelia menatap ketiga kertas itu bergantian, berusaha menemukan petunjuk lain yang tersembunyi.
"Kemarikan ketiganya." Yulia menjulurkan tangannya. Amelia menyerahkan kertas-kertas itu pada Yulia. Yulia adalah orang yang peka, dia mungkin bisa menemukan sesuatu yang baru.
Hubungan Yulia dengan Cecilia dan Amelia tidak lagi sedingin tadi, Yulia tidak lagi menggunakan nada kasar untuk berkomunikasi dengan mereka.
"Bau lemon," ucap Yulia saat tengah memperhatikan kertas milik Cecilia dan Amelia dari dekat. Ada bau lemon.
"Lemon?" Cecilia bertanya, benaknya dipenuhi kebingungan, tidak mengerti apapun.
"Tekstur kertas ini agak berbeda, seperti pernah dibasahi pada bagian ini." Telunjuk Yulia menunjuk area di bawah tulisan 'Kota Shiviria'. "Aku tidak pernah menulis surat, juga tidak pernah dengar soal lemon di atas kertas."
"Apa ada pesan tersembunyi?" Amelia bergumam, berbicara pada dirinya sendiri. "Boleh aku lihat kertasnya lagi?"
Yulia mengembalikan kertas sembari melempar tatapan malas. Bukan, bukannya dia tidak menyukai Amelia, tatapan matanya memang seperti itu.
Coco--yang dari tadi duduk diam di atas paha Amelia--naik ke bahunya seakan ikut memperhatikan kertas itu. Amelia langsung melirik ke arahnya. Melihat Coco membuat benaknya berusaha menguak memori-memori lama yang mungkin terkubur.
Amelia ingat, ada satu cerita yang membahas soal lemon. Amelia mendekatkan kertasnya pada lilin.
"Ada tulisan." Mata Amelia membulat, tulisannya benar-benar muncul, cerita tentang air lemon dan kakaktua yang ia dengar di Desa Baraunius, tentang air lemon yang mampu menulis pesan rahasia.
Valeria langsung bertanya dengan cepat, batin kecilnya berharap kalau tulisan itu memiliki cara lain untuk membuat Cecilia keluar. "Apa isinya?"
Hanya Yulia yang bereaksi agak tenang. Tidak seperti Cecilia langsung mendekatkan kepalanya pada kertas yang kini sedang diletakkan dekat api lilin. "Sudah muncul?"
Amelia membaca tulisan yang sudah terlihat dengan perlahan. "Delapan hari, waktu terakhir, terkunci selamanya atau menapaki tempat asal."
Wajah Cecilia langsung memucat, benaknya sudah menebak makna dari kalimat itu. "Delapan hari adalah waktuku untuk bisa ... pulang?"
Ekspresi Amelia berganti, dia juga memikirkan hal yang sama. Amelia membaca ulang tulisan yang tertulis pada kertas kekuningan, tidak ada yang berbeda. Amelia terdiam, tidak bisa mengatakan apapun.
Seluruh tubuh Cecilia langsung bergetar. Bukan petunjuk yang ia dapatkan, ah, sebenarnya ini lebih ke konsekuensi dibandingkan petunjuk. Ini adalah hari ketujuh cecilia berada di dunia antah-berantah, besok adalaha hari kedelapan. Besok adalah hari terakhir.
"A-aku tidak akan bisa pulang?" Napas Cecilia terengah-engah, bagaimana dia tetap tenang bila tahu kalau besok dia tidak berhasil pulang, ia akan terkurung di sini selamanya.
Air mata Cecilia tidak tertampung lagi. Ini kemungkinan paling buruk, dia tidak akan bisa pulang. "A-aku t-tidak bisa pu-pulang."
Amelia lantas memeluk Cecilia, berusaha menenangkannya. "Kamu bisa, kita pasti bisa, mungkin saja kertas itu salah, mungkin saja--"
"Tidak, kertas itu tidak akan salah. Kenapa nasibku buruk sekali?" Bulir bening milik Cecilia tidak tertahan lagi, hatinya hancur. Habis sudah, merebut seruling dari Veleria tidak semudah menangkap ikan di sungai tempo hari itu, walaupun menangkap ikan juga terasa sulit bagi Cecilia.
'Seharusnya aku tahu ini lebih awal." Rasa bersalah juga menghantui Cecilia. Seandainya dia lebih peka dan menyadari ada pesan tersembunyi. Kenapa dengan Gadis Gaib? Kenapa dia harus menulis pesan sepenting itu dengan air lemon yang tak terlihat?
Cecilia merasa Gadis Gaib itu tengah mempermainkannya. Seandainya dia tahu pesannya lebih awal, dia tidak akan mengeluh lelah, mengurangi waktu istirahat, tidak bersantai-santai seperti yang dia lakukan.
"Bagaimana kita menemuinya? Bagaimana?" Cecilia panik, dia harus pulang, dia akan menemui Veleria, merebut suling itu.
"Dia tidak akan muncul kecuali saat pelelangan, tidak ada yang tahu di mana dia berada," balas Valeria sembari menatap Amelia yang masih dalam posisi memeluk Cecilia.
Tepukan pelan mendarat pada punggung Cecilia, Amelia terus berusaha menenangkannya, tapi emosi Cecilia semakin tidak terkendali. "Kenapa sesulit ini? Kenapa?!"
Yulia menatap wajah Cecilia yang tengah memerah. Ada rasa iba yang muncul dalam hatinya, mereka bukanlah gadis jahat, Cecilia hanya ingin pulang dan Amelia hanya mau membantu Cecilia.
"Berhenti menangis, aku akan membantumu." ujar Yulia sembari memberikan tatapan malas, "Menangisi nasibmu tidak akan mengubahnya, lebih baik menyusun rencana."
Valeria tidak bisa mengatakan apa-apa, ini berarti dia harus kehilangan kakaknya secepat ini. Ingin sekali dia menolak semua rencana ini, tapi dia tidak boleh, Valeria tidak boleh egois. Jika kakaknya hilang, Kota Shiviria--atau Navier akan bebas dan Cecilia bisa pulang.
Semuanya serba salah, ya. Mereka semua seperti sedang dipermainkan Gadis Berambut Hitam Lurus.
Alunan musik terdengar. Musik yang dimainkan dengan seruling telah merebak.
Dini hari. Pelelangan itu akan dilaksanakan.
Mereka berempat menatap satu sama lain, waktu tidak sedang berpihak pada mereka. Pelelangan untuk hari ini adalah dini hari, pukul dua malam. Ah, mereka bahkan belum merencanakan apa-apa, sungguh malang.
"Kenapa secepat ini?" Suara Valeria bergetar, pelelangan memang dilakukan di waktu yang acak, tapi biasanya tidak sepagi ini.
"Keluar, cepat, kita harus mengambil sulingnya." Yulia berkacak pinggang sembari memegang busur panah yang baru ia keluarkan dari salah satu lemari. Anak-anak panah ia letakkan pada tas yang berada dibelakang punggungnya. "Aku sudah lama tidak memanah."
***
Mau pagi atau pun siang, kerumunan itu tetap ada. Valeria juga ada di sana, tentu saja dengan memakai topengnya, Yulia memakai kerudung untuk menyembunyikan senjatanya.
Musik itu berhenti saat keadaan lapangan sudah ramai. Cecilia menatap lamat-lamat seruling yang kini tidak dimainkan oleh Veleria.
"Penawaran hari ini, penambah umur lagi!" Penambah umur menjadi incaran yang paling besar, perhatian terbesar yang akan ia dapatkan. Semua orang bersorak riang, memuja-muja Yang Mulia mereka.
"Kita butuh pengalihan." Yulia menatap mereka bertiga secara bergantian. "Aku akan memanah tangan kirinya yang memegang seruling, salah satu dari kalian mengambilnya."
"Siapa di sini yang pandai melompat sembari mengeluarkan suara aneh?" tanya Cecilia. Hanya ada dua orang yang bisa melakukannya, Cecilia atu Amelia. Cecilia tahu dirinya tidak akan bisa melakukannya, dia tidak bisa apa-apa
"Waktuku sudah tiba," bisik Amelia seakan-akan tengah berbicara pada dirinya sendiri. "Aku akan mengalihkan perhatiannya, kamu langsung ambil sulingnya."
"Yang terbangun, minus tiga ribu poin." Banyak yang berseru kesal.
"Kita lakukan sekarang." Yulia berseru pelan sembari menyiapkan busurnya, Veleria tidak akan menyadarinya, dia terlalu sibuk dengan perhatian yang membanjirinya.
To be continued ....
27 Febuari 2021
Lemony's note
Untuk pertama kalinya, Lemon akan nulis adegan begini. Ughh, sebenarnya seru nulisnya, cuma karena ada deadline jadi rada buru-buru.
Besok hari terakhir DWC, tapi kemungkinan cerita ini belum tamat kalau temanya anu, mari kita doakan semoga temanya cocok untuk cerita ini.
Itu saja untuk hari ini, see you in the next chapter! (。•̀ᴗ-)✧
Salam hangat,
Lemonychee 🍋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro