Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

38. Menangis Dalam Diam

Udara sejuk dari air conditioner, pelukan hangat dari orang tercinta. Harusnya bisa membuat Wenda tidur nyenyak malam ini. Namun, kenyataannya tak sesuai apa yang sedang mengusik ketenangan batinnya.

Banyak sekali pikiran yang belum tentu terjadi memenuhi benak wanita itu. Ya, Wenda tipe manusia yang suka sekali berpikir—buruk. Ia tidak tahu kebiasaan itu bisa menggangu psikisnya.

Wanita itu menyingkirkan lengan kokoh yang membelit pinggangnya. Ia bangkit, turun dari tempat tidur menuju kamar mandi. Duduk di atas kloset, berulang kali mengusap wajahnya kasar. Mengenyahkan butiran bening yang dengan kurang ajarnya terus saja turun.

Wenda membekap mulutnya sendiri, berusaha mati-matian agar isak tangisnya tak sampai keluar kamar mandi. Tangan kanannya menepuk-nepuk dada, meremas piama yang ia kenakan hingga kusut tak beraturan.

Sesak di dadanya semakin menghimpit, tarikan napasnya saja terasa pendek. Sejak pulang dari rumah Kak Ina kemarin siang, pikiran buruk itu masih saja mengusik. Wenda menangis dalam diam. Merasa bersalah pada Chandra, pada keluarganya, bahkan pada pernikahan mereka. Wanita itu terus saja membekap mulutnya, tergugu tak bersuara.

Lima belas menit wanita itu habiskan untuk menumpahkan segala emosionalnya. Ia bangkit, memandang hampa dirinya dari pantulan cermin kamar mandi. Wajahnya sembab, matanya sipit kemerahan. Wenda membasuh wajahnya, berharap air matanya kering. Hingga tak perlu repot-repot lagi menyekanya saat sedang bersedih. Ia lelah, benar-benar lelah.

Netra Wenda membulat, ia tidak tahu sejak kapan Chandra terbangun, duduk bersandar di kepala tempat tidur. Ia pun tak tahu suaminya terbangun karena apa, tetapi dalam hatinya gelisah. Takut Chandra terbangun karena isak tangisnya di dalam kamar mandi mengusik istirahat pria itu.

Wenda tak bersuara, merangkak ke tempat tidur, menarik selimut dan membelakangi Chandra. Usapan di belakang kepalanya terasa, ia tahu siapa pelakunya.

"Kamu kenapa?" tanya pria itu lembut.

Wenda menggeleng. "Nggak apa-apa. Ayo tidur lagi. Masih malem ini," balas Wenda—berusaha mati-matian—tenang.

"Kamu nangisin apa, Sayang? Sini bilang ke aku, apa yang ngeganggu kamu?"

"Aku nggak apa-apa, Chan."

Chandra menghela napas, ia sedikit merunduk. Membalik tubuh Wenda agar menghadapnya. Ia bosan dipunggungi sejak tadi. Netranya menelisik wajah sembab istrinya. Mengusap dahi Wenda yang masih terasa lembab.

"Kamu kenapa nangis di kamar mandi?"

"Aku pipis, Chan. Bukan nangis. Aku nggak apa-apa."

Wanita itu masih saja keras kepala, ia lupa jika Chandra mengenal dirinya, bahkan lebih dari dirinya sendiri.

"Aku nggak terima jawaban kamu baik-baik aja. Aku tanya, alasan kamu menangis karena apa?" Chandra mulai tegas, ia harus tahu alasan wanita itu menangis pada pukul dua dini hari.

Merasa terpojok, netra mereka bertemu. Wenda tahu Chandra sudah tidak mau lagi bercanda, dapat Wenda rasakan dari tatapan tegas pria itu mengintimidasinya.

Bibir wanita itu turun, lengannya terulur memeluk leher Chandra. Wajahnya disembunyikan di sana. Ia kembali terisak, Chandra dapat merasakan itu.

"Udah ... udah. Jangan nangis, cerita sini sama aku." Chandra menghibur wanitanya, menenangkan melalui usapan.

"Chan, kalau kamu nikah sama Sonya atau cewek lain. Mu-mungkin se-sekarang kalian udah bahagia pu-punya anak. Mami papi punya cucu."

Chandra menggeram, lagi-lagi kalimat itu yang wanitanya ucapkan. Tanpa Wenda sadari, itu melukai hatinya. Lebih dari yang Wenda rasakan. Namun, yang dia lakukan hanya mengusap punggung wanita itu, menahan rasa sakit bersama.

Chandra bangkit, membawa tubuh Wenda bersandar di kepala tempat tidur. Ia merengkuh istrinya lebih erat lagi. Wanita itu bersandar nyaman di dada Chandra. Tangisan tergugu sudah tidak terdengar lagi, tetapi air matanya masih sesekali mengalir di pipinya.

"Kamu tahu nggak, tiap kamu nangis malem, aku jauh merasa bersalah. Aku merasa gagal bikin kamu seneng, aku merasa jadi suami yang nggak bener. Aku juga sakit, Sayang. Bukan cuma kamu, aja." Chandra berujar seraya menggenggam tangan Wenda, memainkan cincin kawin yang tersemat di jari manis Wenda.

"M-maaf." Wenda melirih.

"Semua orang punya konflik mereka masing-masing. Siapa yang nggak mau bahagia? Gitu juga aku, aku mau sama kamu terus. Aku mau bikin kamu seneng terus. Kamu mau bahagia, kan? Sama aku?"

Wanita itu mengangguk di dada sang suami, menyeka sisa air mata. Ia masih belum berani mendongak sakadar mengintip wajah Chandra.

"Aku tetep seneng tiap hari ketemu kamu, pulang kerja nyariin kamu, mau bobok peluk-peluk kamu. Aku jalani aja apa yang sekarang."

"Emang kamu nggak pernah kepikiran gitu? Terlintas sedikit aja, pengin tahun depan bertiga, nggak berdua terus?"

Chandra menarik garis senyum miring. Ia menghela napas samar. "Pengin, pasti. Aku pengin punya anak pertama cowok, terus adiknya cewek, tapi nanti nggak sekarang."

"Kenapa nanti? Karena aku masih sakit sekarang?"

Chandra menggeleng, ia tidak pernah menganggap yang terjadi dalam rumah tangga mereka sekarang ini sebagai penghalang keinginannya. Pria itu selalu mengambil posisi positifnya.

"Tuhan itu tahu apa yang kita butuhkan, Sayang. Mungkin sekarang keadaan kita seperti ini, karena Tuhan mau kita pacaran dulu. Kita selesaiin kuliah dulu. Papinya kerja cari uang banyak dulu."

Wenda mengernyit, kenapa suaminya berubah bijak sekali. Sejak tadi menyikapi segalanya dengan kata-kata lembut, bahkan mengingatkan perihal campur tangan Tuhan.

"Mau nggak pacaran sama aku?" tanya Chandra seraya menggoda, pipi Wenda.

"Nggak mau!"

"Kenapa? Aku kan ganteng mirip Chanyeol." Chandra terus saja menciumi pipi dan hidung istrinya.

"Kan udah jadi istri," rengek Wenda mendorong wajah Chandra.

Chandra tertawa pelan. Niat hati ingin merayu, tetapi dipatahkan dengan realita. Ia juga tahu kalau Wenda adalah istrinya.

"Chan."

"Iya, Sayang? Mau bobok lagi? Ini masih malam, subuh juga belum."

Wenda mendongak, menatap sekilas rahang tegas Chandra. "Kamu sedih nggak? Kalau ditanya soal momongan? Aku suka sedih kalau ditanya soal itu, dibanding-bandingkan dengan orang yang nikahnya nggak jauh dari kita, tapi udah punya baby," ujar Wenda mengungkapkan perasaannya selama ini.

Chandra tersenyum miring. "Kalau ada yang nanya lagi soal itu. Bilang aja, kita udah punya rencana matang, udah punya program khusus baby."

Wenda tidak menjawab, hanya mencebikkan bibirnya. Kepalanya diusap oleh tangan besar.

"Udah, ya. Jangan sedih lagi kalau ada yang nanya gitu. Kamu nggak usah mikir yang macem-macem biar nggak jadi beban." Chandra merengkuh tubuh yang lebih kecil.

"Anggap aja kita masih kayak dulu. Temenan, sahabatan dari SD. Biar kamu nggak kepikiran soal baby. Yaudah kita jalani aja seneng-seneng."

"Mana ada sahabatan, tapi tinggal satu atap. Tidur sekamar, peluk, ciuman. Malamnya mantap-mantap," celetuk Wenda sesaat kemudian matanya membesar, menyadari apa yang telah ia ucapkan. "Eh? Aku ngomong apa? Kok jadi ketularan mesum kayak kamu."

Dada Chandra bergetar, jika tidak mengingat ini masih terlalu dini hari. Mungkin pria itu sudah tertawa kencang, terbahak-bahak sampai puas menertawakan istrinya.

"Mau? Yuk ... mantap-mantap," goda Chandra di telinga Wenda. Ia menoleh ke nakas belakang, melirik jam digital. "Masih tiga jam lagi sebelum subuh loh, Sayang. Cukuplah satu kali keluar."

Wenda mendelik tajam. Baru juga beberapa saat lalu dipuji karena bersikap bijaksana. Kini, sudah kembali ke tabiat aslinya.

"Tahu, akh! Mulai kumat lagi mesumnya." Wenda menguraikan pelukan Chandra, berbalik memunggungi pria itu.

Chandra beringsut, menyentak tubuh Wenda agar merapat padanya. "Siapa suruh mancing-mancing? Jam-jam segini itu, lagi aktif-aktifnya loh, Sayang. Hayuk dicoba."

"Chandra!" tegas Wenda saat tangan besar itu sudah menyelinap ke tempat paling sensitif.

"Teriaknya dikondisikan, Sayang. Nggak lucu kalau suara kamu sampe kedengaran tetangga," desisnya semakin membuktikan keaktifan anggota tubuhnya.


Tanjung Enim, 12 Maret 2022

Selamat hari Sabtu. Btw, sudah ada yang Cekout Wenda Chandra? Yang belum kesempatan untuk dapatin bonus exclusive buku nikah Wenda Chandra tinggal 3 hari lagi, ya. 💙

Tersedia di shopee Grassmediaofficial atau TBO lainnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro