Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21. Om Chandra

Ada yang kangen aku?
Tentu tydack ada, kan?
Kalian hanya merindukan Mami Papi Chabe dan Chanda. 🙄

Sudahlah kalian semua jahat!Selamat membaca, jangan lupa spam komen dan tekan bintang kejora ya.

***

"Om Chandla, mau?"

Anak perempuan dengan balutan  overall soft pink, rambut ikalnya dikuncir dua. Bahu kecil itu menyandang tas ransel Barbie kesayangannya. Tangan mungil itu mengangsurkan permen jelly yang sejak tadi ia nikmati sendiri, tatapan Chandra membuatnya risih. Itulah sebabnya ia menawari pria tinggi itu permen agar tatapan Chandra beralih.

"Boleh? Suapin Om Chan, ya?"

Dasar manusia tidak peka! Balita itu malu ditatap sedemikian rupa, tetapi pria itu dengan tidak tahu malunya justru minta disuapi permen yang balita itu tawarkan.

"Kata mama, udah gede halus mamam cendili," ujarnya dengan nada bicara khas anak empat tahun.

Chandra tertawa tanpa suara, mengangkat tubuh kecil itu ke dalam pangkuannya. Tangannya yang besar mengusap puncak kepala si balita. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku kemeja, tangannya bertaut dengan tangan yang lebih kecil.

Chandra memotret kedua telapak tangan dengan ukuran yang sangat kontras itu. Senyumnya terkembang lebar saat hasil jepretannya sesuai yang ia harapkan. Sungguh, ia sangat mendamba setiap bagian tentang anak kecil. Pola bicara mereka yang menggemaskan, tingkah mereka yang mengundang gelak tawa. Semua Chandra sukai.

"Tadi Sheina sama siapa ke sini?" tanya Chandra mengajak anak itu bercerita.

"Sama papa, tapi papa langsung pulang."

Chandra mengernyitkan dahi, ia tidak tahu banyak tentang staf HRD itu, yang ia tahu Amirah, ibu dari anak yang sedang ia pangku adalah seorang single mother. Lagi pula untuk apa juga ia tahu banyak tentang wanita itu, bukan urusan Chandra, bukan?

Suara pergerakan kursi di sampingnya tertarik menjauh dari meja bundar. Chandra menoleh, netranya menelisik Ridho dengan wajah yang tak bisa dikatakan bersahabat. Pria itu menyimpan satu kantung plastik bening berisi beberapa susu kotak siap minum dan camilan. Hanya sekali lihat saja Chandra bisa tahu untuk siapa makanan itu.

Ridho memijat pelipisnya, duduknya sedikit merosot. Wajahnya terlihat gundah, entah apa yang sedang menganggu pikiran pria yang terpaut enam tahun dari Chandra itu.

"Kenapa, Bang?"

"Gue nggak tahan pengin ngabisin bajing—astagfirullah."

Ridho menjeda ucapannya, ia mengusap wajahnya kasar. Tubuhnya sedikit tegak, membenahi posisi duduknya. Tangannya terulur mengusap pipi sang balita yang masih betah di pangkuan Chandra.

"Nana mau ikut Om Idho? Kita ke rumah nenek, mau? Mama masih ada urusan."

Chandra bingung, sebenarnya apa yang terjadi. Dan apa hubungan Anak ini dengan Ridho. Kenapa terlihat akrab sekali. Pertanyaan itu masih bercokol di kepalanya.

Chandra yang baru saja keluar dari pintu lobi kantor, tiba-tiba dihampiri Ridho dan diamanahi menjaga bocah perempuan ini sebelum akhirnya, pria itu pergi tergesa tanpa memberi penjelasan lebih. Hingga berakhirlah Chandra dan Sheina duduk di kantin luar menunggu kembalinya Ridho.

"Bang, maaf, nih sebelumnya. Lo siapanya anak ini? Ini Sheina anak Kak Amirah, kan? Kok bisa sama lo?"

Ridho mengembuskan napas gusar. "Sheina ini keponakan gue, Chan. Mbak Amirah itu sepupu gue. Sori, jadi ngerepotin lo. Tadi Mbak Mira titip Sheina ke gue. Katanya, tadi Sheina dijemput paksa sama mantan suaminya dari tempat penitipan."

"Bokapnya Shei—iya, Sayang kenapa?"

Pertanyaan Chandra terhenti saat bocah di pangkuannya meminta untuk diturunkan. Chandra menurunkan balita itu, kakinya yang mungil berlari sedikit menjauh dari keberadaan Chandra dan Ridho.

"Om Chandla, ayo main!" teriak Sheina memanggil—Om Chandra—teman barunya.

Chandra hanya mengangguk tanpa menuruti permintaan Sheina. Ia justru mengalihkan atensinya menatap Ridho di kursi samping.

"Mbak Mira tadi pergi sama mantannya itu." Ridho menaikkan bahunya, terlihat jelas sekali malas membahas persoalan ini.

Ridho mengeluarkan kotak rokok di saku celananya, menyulut batang rokok dengan pematik yang ia selalu ia siapkan.

"Mbak Mira sama bokapnya Sheina cerai satu tahun lalu, si bajingan pengin ngajak Mbak Mira balikan, tapi keluarga kita larang karena itu setan suka main tangan. Entah apa yang ada di otak Mbak Mira, udah dibilang jauhi dia, tapi tetep aja tolol. Si bajingan itu juga selalu jadiin Sheina buat alasan buat ketemu Mbak Mira."

Umpatan demi umpatan Ridho layangan untuk mantan kakak iparnya itu, beruntung keberadaan Sheina sedikit menjauh. Hingga telinga polos anak itu tidak harus mendengarkan perkataan kotor tentang ayahnya.

Ridho membuang puntung rokoknya di lantai conblock, menginjak bara dengan sepatunya, memastikan api  benar-benar mati.

"Sekarang lo mau gimana, Bang?"

"Kayaknya gue bawa pulang aja anak itu, nunggu emaknya nggak tahu kapan balik." Ridho memutar kepalanya, menatap Sheina yang sedang asyiknya bermain sendiri di sebelah sana.

"Nana," panggil Ridho, tangannya mengawai udara. "Kita pulang, yuk! Ke rumah nenek."

Gadis kecil itu berlari kecil, senyumnya terbit. Deretan gigi kecilnya dengan bangga ia pamerkan. Tangan mungilnya membenahi tas tali ransel Barbie yang melorot dari bahu kecilnya. Chandra turut membantu Sheina yang tampak kerepotan dengan tas yang sejak tadi tak lepas dari dekapan bahunya.

"Om Chandla juga ikut, ke lumah nenek Nana?"

Chandra tertawa pelan, ia paham dengan ucapan anak perempuan itu. Lagi-lagi tangan Chandra mendarat di pipi bulat si balita.

"Om Chan nggak ikut," ujar Chandra lembut, ia berjongkok di depan Sheina.

Seketika gadis itu melipat bibir bawahnya, ia cemberut mendengar penuturan Chandra. Matanya yang kecil menatap Chandra lamat. Tak tahan dengan semua ini, Chandra meraih tubuh kecil itu duduk di paha kanannya.

"Nanti kita ketemu lagi, ya. Kita main lagi nanti. Sheina pulang dulu sama Om Idho dulu, oke?"

Sheina mengangguk, gemas sekali. Chandra mendekatkan wajahnya ke Sheina. "Mau kiss, dong." Ia menunjuk pipinya.

Tanpa menunggu aba-aba lagi, gadis kecil yang patuh. Ia mendaratkan satu kecupan di tempat yang Chandra tunjuk. Kemudian Chandra menggendong Sheina, berjalan menuju parkiran yang diikuti oleh Ridho.

***

Mobil Chandra sudah memasuki carport rumah mereka. Berjalan pelan mengatur posisi mobil agar terparkir rapi. Ia turun kemudian mengayunkan tungkai ke pintu utama. Tangannya memutar hendel pintu, tetapi tak juga bisa ia buka.

Eh? Dikunci?

Chandra bergegas meraih kunci yang lain dari dalam tasnya. Hawa sunyi ia dapati saat kakinya sudah memasuki ruang depan. Ia melirik jam tangannya.

"Udah hampir jam enam, Bi Yati pasti udah pulang," gumamnya seraya menuju ruang berikutnya.

"Wen," panggil Chandra saat tubuhnya sudah berada di ruang tengah.

Tidak ada sahutan, tidak ada Wenda di sofa menghadap televisi itu. Biasanya, wanita itu selalu ada di sana. Menunggu Chandra pulang kerja dengan tontonan favoritnya.

Langkah Chandra kembali terayun ke ruang pribadi mereka. Mendorong pintu pelan, berharap wanita yang ia cari berada di dalam sana.

"Sayang, aku pulang."

Hening. Ruangan ini pun tak ada bedanya dengan ruangan lainnya. Chandra menyimpan tasnya di atas tempat tidur.

Seakan tak puas, Chandra mencoba peruntungan mencari ke kamar mandi. Siapa tahu istrinya berada di bilik sana. Namun, lagi-lagi sunyi yang dapat Chandra telan. Tidak ada Wenda di sana. Ia melanjutkan pencarian keluar kamar, memastikan satu ruangan yang menjadi kunci dari jawaban pertanyaan pria itu.

Terus berjalan ke arah garasi, memastikan apakah mobil Wenda ada di sana atau tidak. Jika tidak ada, berarti tebakannya benar, wanita itu tidak ada di rumah.

Belum juga ia melangkah lebih jauh menuju pintu dalam penghubung ke garasi, suara deru mesin terdengar dari halaman depan. Chandra mengurungkan niatnya, ia justru memutar langkah ke arah pintu depan.

Ia berdecak saat netranya melihat Wenda baru pulang yang entah dari mana. Tidak biasanya wanita itu pulang telat dari dirinya. Chandra berdiri di depan pintu, masih memperhatikan Wenda yang sibuk meraih paper bag dari jok belakang.

Senyum Wenda terangkat tinggi saat tatapnya bertemu dengan netra suaminya. Tangannya terentang, berlari kecil menghampiri Chandra. Namun, pria justru berbalik berlari meninggalkannya di depan pintu.

"Chandra!" teriak Wenda turut berlari mengejar Chandra yang sudah masuk ke kamar mereka.

Wenda tergesa mendorong pintu kamar, napasnya sedikit tersengal berlari mengejar pria tinggi itu.

"Chandra. Sini kamu, mau lari ke mana," ujar Wenda menggoda sang suami yang entah kenapa tiba-tiba berlari dan sekarang berdiri menghadap pintu lemari.

Wenda melemparkan sling bag dan paper bag ke atas sofa. Bergerak cepat memeluk Chandra dari belakang. Pria itu tidak niat untuk membalik tubuhnya menjadi menghadap sang istri, meski kepalan tangan Wenda sejak tadi memukul punggungnya agar berbalik.

Chandra tetap saja menghadap lemari, tubuhnya seakan menempel pada pintu benda mati nan tinggi itu. Wenda sudah mulai kesal dengan tingkah Chandra.

"Chan, mau peluk," rengek wanita itu menarik-narik kemeja belakang Chandra.

"Nggak mau! Kamu nakal, kenapa jam segini baru pulang." Chandra tidak benar-benar serius. Ia hanya bermain, menggoda wanita yang sudah merengek.

"Mau peluk." Wenda menghentakkan kakinya, tangannya menarik pinggang Chandra agar berbalik.

Chandra tergelak saat cekalan Wenda di pinggangnya menghasilkan sensasi geli. Tidak ada pilihan lain, pria itu berbalik menghadap wanitanya. Bersandar pada pintu lemari yang tertutup. Tangannya merengkuh tubuh istri kecilnya.

"Dari mana? Kenapa baru pulang? Nggak ngabarin lagi."

"Mau kiss."

Chandra menjawil hidung Wenda. "Kebiasaan! Ditanya apa, jawabnya yang lain."

"Mau kiss," ulang wanita itu.

Chandra menautkan alisnya, ini benar Wenda istrinya, kan? Aneh sekali rasanya dengan sikap yang ditunjukkan wanita yang sedang ia rengkuh dalam pelukannya.

Pria itu tetap memenuhi keinginan sang istri. Ia menunduk, mengecup bibir istrinya. Sekali? Tidak cukup. Chandra mencecap manisnya bibir Wenda berkali-kali.

"Mau gendong," pinta aneh Wenda lagi-lagi membuat Chandra kebingungan.

"Nggak, akh! Kamu berat."

Wenda bergerak rusuh dalam pelukan Chandra, kakinya menghentak lantai. Rengekannya terdengar lagi menyapa telinga Chandra. Chandra sedikit merunduk, kedua lengannya mengangkat bokong Wenda agar naik ke dalam gendongannya.

Wanita itu bersorak senang, kakinya tanpa aba melingkar di pinggang sang suami. Chandra membawa bayi pandanya duduk di tepi tempat tidur.

"Kamu dari mana? Dari tadi ditanya nggak jawab-jawab." Chandra menyanggah pinggang Wenda agar tidak terjatuh dari pangkuannya.

Wanita yang sejak tadi bertingkah aneh itu mengalungkan lengannya di leher Chandra. Masih dengan santainya duduk di pangkuan Chandra.

"Aku tadi habis kampus nggak ke butik, udah izin sama mami."

Chandra masih menatap wajah Wenda dengan saksama. Mendengarkan celotehan wanitanya seputar ke mana saja ia hari ini, hingga telat pulang.

"Tadi ngerjain tugas sama Joy, terus ke mal. Aku beli skincare, beli cushion yang ada foto suami aku, makan, terus jalan-jalan bentar."

Wenda mengendurkan lengannya di ceruk leher Chandra. "Kamu nggak cemburu?" tanya Wenda tiba-tiba.

"Cemburu? Sama Joy? Ngapain?"

"Aku tadi jalannya bukan sama Joy aja, tapi ada cowok juga. Ganteng lagi, tinggi, baik juga."

Chandra menarik senyum miring. "Nggak! Aku nggak cemburu. Ngapain juga cemburu sama cerita bohong kamu."

Wenda mencebikkan bibirnya, ia menekuk wajahnya. Niat membuat Chandra cemburu, tapi kebohongannya cepat sekali terbongkar oleh pria ini.

Chandra gemas, ia meraih wajah Wenda. Mengecup pipi Wenda bergantian kiri dan kanan, dilanjutkan menempelkan bibir mereka secara lembut. Perlahan, bibir Chandra memimpin pergerakan, tangan kanannya meraih pinggang Wenda agar lebih merapat. Tanpa komando, lengan Wenda sudah kembali melingkar posesif di ceruk leher Chandra. Sesekali jemarinya meremas rambut belakang Chandra saat ciuman mereka kian diperdalam.

Napas Wenda sudah terdengar tersengal, ia tidak pernah mampu mengimbangi permainan bibir dan lidah Chandra. Ia sedikit mendorong dada Chandra, meraup oksigen dengan rakus. Matanya membola saat merasakan gerakan nakal tangan Chandra di bagian dadanya.

"Aku kangen kamu," ujar Chandra dengan nada suara sedikit memberat.

"Nggak ada kangen ... kangenan! Kangen kamu tuh, mengandung makna lain!"

Wenda bangkit dari posisinya, turun dari pangkuan yang sejak tadi membuatnya nyaman. Ia berjalan ke arah pintu kamar mandi, meninggalkan Chandra yang masih duduk di bibir ranjang.

"Sayang, aku kangen!" teriak Chandra saat wanita itu sudah masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.

Pintu kembali terbuka. "Mau nguras nggak? Aku ngalah, deh. Kamu duluan aja, aku nanti mandinya."

"Bantuin dong? Ya, ya, bantuin aku ngurasnya. Sekarang, ya? Pake tangan aja," ucap Chandra seraya berdiri menghampiri Wenda yang setengah badannya menyembul di pintu kamar mandi.

"Nggak!"

Dentuman terdengar setelahnya, tanda pintu kamar mandi dibanting keras. Chandra tergelak di depan pintu, menggoda sang istri cukup menyenangkan. Lagian siapa suruh sih, Wen, sok-sokan di depan suami mesum. Senjata makan tuan, kan!


Tanjung Enim, 06 September 2021

Halo, aku back! Maaf aku sok sibuk. Jadi, pasangan ini agak kurang terurus. Semoga masih setia  mengikuti kisah pasangan ajaib, ya.

See u, stay healthy guys. 💋

Salam Sayang
RinBee 🐝

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro