Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

72

Jam setengah lima pagi Sasa membangunkan Edwin. Masih setengah sadar, Edwin melangkah keluar tenda dengan malas-malasan.

"Sebentar lagi sunrise!" ucap Sasa riang.

Edwin melihat para mahasiswa itu juga sudah bangun dan berkumpul. Sasa menyodorkan gelas berisi teh hangat pada suaminya. Katanya tadi dia minta air itu ke mahasiswa. Edwin menjadi tidak begitu suka karena mahasiswa itu cowok semua. Semudah itu bagi Sasa untuk mengakrabkan diri dengan orang yang baru saja dia temui.

Sasa dan Edwin menggelar matras karena ada embun yang membuat rumput-rumput jadi basah. Sembari meneguk teh mereka menikmati matahari yang perlahan merangkak naik dari balik bukit. Cantik sekali. Pengalaman semacam ini tentunya tidak akan pernah dia dapatkan jika tidak menikah dengan Sasa. Siska yang cewek sejati itu tidak mungkin mau diajak ke tempat semacam ini.

Sasa mengabadikan beberapa foto sunrise itu. Lalu mereka meminta tolong pada para mahasiswa untuk mengambil foto mereka berdua. Dengan imbalan Sasa juga akan mempotret empat pemuda pecinta alam itu. Sunrise yang indah itu berlalu begitu cepat. Sasa dan Edwin kemudian sibuk membereskan tenda sebelum turun gunung bersama para mahasiswa itu. Tidak seperti ketika berangkat, Edwin tidak kehabisan napas. Justru dia kesulitan mengerem kakinya karena jalan turun otomatis membuatnya melaju lebih cepat.

Ketika sudah sampai di lereng gunung, Edwin memesan grab untuk ke pemandian air panas cangar. Mereka ingin segera membersihkan badan karena tubuh mereka penuh keringat dan lumpur. Walaupun tadi sudah ganti baju dan berberes-beres di pos awal pendakian. Edwin menyarankan untuk berendam di air panas setelah melepas lelah. Rupanya Sasa tidak lagi ingin pergi Paralayang karena Edwin bilang tidak tertarik. Edwin cukup senang karena Sasa menghargai pendapatnya.

"Bagaimana kalau kita pergi ke pantai?" tawar Edwin. "Kata Reno, pantai tiga warna bagus."

"Oh ya? Reno pernah ke sana?" tanya Sasa heran. Biasanya kalau habis dari tempat wisata, keponakan yang sudah seperti adiknya itu selalu cerita. Tapi Sasa belum pernah dengar tentang Pantai Tiga Warna dari Moreno.

"Kayaknya dia pernah ke sana sama selingkuhannya, soalnya dia juga ngeles gitu, " kekeh Edwin.

Sementara Sasa terdiam. Selingkuh? Sasa tidak bisa membayangkan hal itu melihat betapa bucinnya keponakannya itu pada istrinya sekarang. Dulu Moreno memang terkenal sebagai international playboy, tapi itu sebelum dia menikah.

"Kalau ke Pantai tiga warna itu harus booking dulu, Kak. Karena kawasan konservasi sehari batasi hanya seratus orang. Bookingnya minimal seminggu sebelumnya," sahut supir grab yang menimpali.

"Oh, gitu ya, Mas," ucap Edwin sedikit kecewa.

"Di Malang banyak pantai yang bagus kok. Coba jenengan ke Goa China," hibur pria paruh baya itu.

"Mau ke sana?" tawar Edwin.

Sasa mengangguk saja. Mau pergi ke mana itu sebenarnya tidak terlalu penting. Yang dia inginkan hanyalah menghabiskan waktu sebanyak mungkin bersama Edwin.

Sasa membuka pesan di ponselnya yang masuk beruntun karena kemarin tidak ada sinyal selama mereka ada di Latar Ombo. Satu pesan dari Raka membuat mata wanita itu terbeliak sehingga wanita itu memutuskan untuk menelepon rekannya itu.

"Eye Fairy sudah tertangkap?"

Edwin ikut terkejut mendengar pertanyaan yang diucapkan istrinya itu. Tertangkap? Pembunuh yang mengakhiri hidup ibunya itu sudah tertangkap? Edwin memandangi Sasa dengan penasaran. Menunggu penjelasan selanjutnya dari wanita itu.

***





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro