Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

64

Sasa menggila. Dia menyanyikan banyak lagu dengan musik yang super beat dan berjoged ceria. Loncat-loncat nggak jelas bahkan sampai kayang-kayang segala. Anehnya semua lagu yang dia nyanyikan itu temannya patah hati jadi nggak macthing gitu. Bayangkan saja, dia nyanyi lagu "Kumenangis" -nya Rossa tapi sambil roll depan roll belakang. Edwin ketawa-ketiwi ajalah sambil duduk di pojokan. Sesekali dia ikut bernyanyi kalau ada lagu yang dia tahu liriknya. Bersama Sasa memang tidak pernah membuatnya bosan. Stressnya pun menghilang. Sejenak dia bisa melupakan kepenatan dunia.

Setelah heboh selama empat puluh menit akhirnya Sasa jadi lebih santuy dan memilih lagi-lagu ballad. Suara Sasa adalah suprano. Jadi dia bisa menyanyikan lagu lawas dari Agnes Monika yang berjudul "Jera" dengan baik. Edwin sampai merinding juga dibuatnya. Terutama ketika dia melakukan improvisasi dengan menjerit di beberapa bagian lagu dengan upaya meniru Agnes Mo.

"Kamu itu emang pandai dalam segala hal ya, Sa."

Pujian itu tanpa sadar meluncur dari bibir Edwin ketika Sasa sedang kebingungan memilih lagu untuk dia nyanyikan selanjutnya. Polisi itu menyunggingkan senyumannya sebagai balasan.

"Di kasur juga aku lihai, kan?" tanya Sasa tanpa tahu malu.

Edwin yang sedang meminum lemon tea langsung tersedak dan terbatuk-batuk karena mendengar ucapan itu. Sasa terkekeh melihat reaksi suaminya itu.

"Kenapa kesimpulannya jadi ke arah sana?" Edwin malah balik bertanya.

"Kan kamu sendiri yang bilang kalau aku pandai dalam segala hal," senyum Sasa.

Edwin menolak untuk menjawab walaupun dia setuju. Dia memilih meminum lagi saja lemon teanya yang tinggal separuh. Untungnya ada panggilan masuk yang mengalihkan perhatian Sasa. Akan tetapi melihat nama yang tertera di layar, Edwin jadi jengkel. Raka yang meneleponnya.

"Ya, ada apa, Rak?" tanya Sasa sembari menempelkan ponsel ke telinganya. "Oh ya? Maaf, aku lagi karaokean jadi nggak denger."

Edwin menatap Sasa penasaran pada yang sedang mereka bicarakan. Karena Sasa hanya diam, Edwin tidak bisa menebaknya. Kemarin saat setengah sadar Sasa di mobil dalam perjalanan pulang Sasa membicarakan banyak hal. Beberapa kalimat itu masih melekat kuat dalam ingatan Edwin.

"Aku iri pada Siska. Kamu begitu mencinta dia sampai rela mengorbankan apa saja. Seandainya saja ada laki-laki seperti itu di dalam hidupku aku tidak akan meminta apa-apa lagi. Banyak laki-laki menyebalkan yang mendekatiku, seperti lalat yang mengerubungi daging busuk. Karena kamu nggak pernah peduli sama statusku, justru itulah yang menjadi daya tarikmu, Edwin."

Edwin merenungkan ucapan Sasa itu semalaman. Memang tidak masuk akal Sasa yang kaya dan cantik itu merelakan 50% dari harta warisannya pada Edwin hanya untuk pernikahan yang sangat singkat selama satu tahun saja. Edwin nggak mau kegeeran tapi mungkinkah jika Sasa memang menyimpan perasaan padanya selama ini? Mungkinkah jika semua yang diucapkan Sasa selama ini hanya kedoknya saja agar Edwin mau menikahinya? Sasa memang punya harga diri yang tinggi. Dia membiarkan para lelaki mengejarnya selama ini. Belum pernah sekalipun Edwin melihat wanita itu menunjukkan rasa cintanya pada orang lain. Namun ketika Sasa mengecupnya ketika mereka bercumbu, Edwin selalu melihat ketulusan di dalamnya. Mungkinkah Sasa menyukainya?

"Oke, aku ke sana sekarang," ucap Sasa akhirnya sebelum memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.

"Ed, antar aku ke Lovelette ya," pinta istrinya itu.

"Sekarang?" tanya Edwin.

Sasa menjawabnya dengan anggukan. "Ada Brigjen Adam dan anak itu. Sepertinya kasus ini akan selesai dengan cepat."

***

Halo gaes... Votes dan komen ya...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro