21
Siska tersenyum melihat beberapa paket skincat sudah dia beli. Sekarang dia mau berburu baju dan perhiasan. Dua produk itu dia nggak sreg kalau beli online. Dia lebih suka lihat barangnya langsung.
"Ada satu masalah, Sis." Terdengar suara Edwin dari dalam ponsel yang dia pegang.
"Masalah?" ulang Siska.
"Ya, Sasa nggak mau mengubah laporan visumnya."
Siska menjauhkan ponselnya untuk mengumpat. Ternyata dokter itu tidak mudah dibodohi. Padahal Siska sudah tersiksa selama beberapa hari karena alergi serbuk bunga.
"Apa kamu tidak bisa membujuknya? Dia temanmu kan?" Suara Siska berubah lembut dan putus asa ketika berbicara lagi di telepon.
"Sasa itu selalu teguh pada pendiriannya. Sekali dia bilang A, sampai kapan pun tetap A," desah Edwin.
"Lalu aku ada sedikit masalah lagi. Sebenarnya aku tidak mau mengatakan ini padamu karena aku takut kamu kepikiran."
Siska mengerutkan kening. "Masalah apa lagi?"
"Prof Sumarto menjodohkan aku dengan putrinya."
Siska terkesiap. Dia langsung bangkit sehingga masker timun di wajahnya jatuh semua.
"Apa? Lalu bagaimana?" tanya Siska cemas. Kalau Edwin menikah dengan wanita lian sumber uangnya akan lenyap. Tapi yang menjodohkannya itu Prof Sumarto, kepala keluarga Prawirohardjo sekaligus pemilik P-Farma. Apakah Edwin bisa menolaknya? Bisa-bisa Edwin malah dipecat.
"Kamu harus menolaknya dengan hati-hati, Win," nasihat Siska.
"Iya aku tahu, dan putri bungsu Prof Sumarto itu adalah Sasa."
Siska tercengang. Dokter forensik itu ternyata anak seorang konglomerat? Kenapa tidak terlihat dari gaya berpakaian maupun make upnya yang biasa-biasa saja ya. Kalau Siska berasal dari keluarga sekaya itu dia pasti belanja skincare tiap hari. Karena satu-satunya modal yang dia punya hanyalah wajah ini.
"Coba kamu bicarakan dengan dia. Dia pasti menolak kan? Dia sudah tahu hubungan kita," kata Siska gugup.
"Iya, aku sudah mencoba bicara dengan dia tadi. Tapi dia nggak mau menolak perjodohan kami. Dia malah bicara gila soal pernikahan kontrak. Menurutmu bagaimana kalau aku yang menolak perjodohan ini?"
"Jangan gegabah, Edwin!" potong Siska buru-buru. Edwin hanya berguna karena dia adalah Ceo Perusahaan P-Farma. Jika bukan untuk apa Siska menjalin hubungan dengannya. "Kalau kamu nanti dipecat bagaimana?"
"Aku berpikir untuk mendirikan perusahaanku sendiri. Aku punya modal walaupun baru beberapa ratus juta saja," ucap Edwin.
Siska terdiam. Dia tidak berani bertaruh dengan keberhasilan bisnis Edwin. Brian pun dulu mencoba bisnisnya sendiri dan akhirnya gagal total. Walaupun Edwin lebih berpengalaman dari Brian, dia tetap khawatir. Ah, seharusnya dia merayu keluarga Prawirohardjo saja buat jadi suaminya ya. Tapi dia tidak punya akses untuk kenal dengan mereka. Kalau Edwin keluar dari perusahaan itu. Aksesnya justru akan semakin tertutup.
"Tunggu sebentar, tadi kamu bilang Sasa menawarkan pernikahan kontrak?" tanya Siska.
"Iya. Dia mengajak aku menikah satu tahun saja dan katanya dia akan memberikan aku 2,5% saham P-Farma, tapi syaratnya aku harus memberikan spermaku. Dasar nggak waras!"
Netra Siska terbeliak. 2,5% saham P-Farma? Itu jumlah yang sangat banyak! Bahkan Edwin yang katanya punya 1% saham saja selalu punya uang tiap kali dia todong. Siska tentu saja tertarik.
"Hanya setahun saja?" tanya Siska lagi. Kalau hanya setahun saja dia rela menunggu. Lalu mungkin saja nanti dia jadi bisa punya akses untuk berkenalan dengan anggota keluarga Prawirohardjo yang lain. Siska pernah dengar bahwa putra ketujuh Prawirohardjo yang bekerja sebagai dokter syaraf adalah duda. Ini kesempatan emas!
"Edwin... Sepertinya kamu tidak ada pilihan lain," kata Siska.
"Iya. Sepertinya aku harus resign dari P-Farma dan menolak perjodohan ini," kata Edwin.
"Jangan, Edwin. Itu terlalu berisiko," potong Siska cepat-cepat. "Bagaimana kalau kamu terima saja tawaran Sasa?"
***
Up! Jangan lupa vote dan komen ya Guys.
Maafkan aku lama nggak update ya guys. Kerjaan di kantor bikin hilang ingatan. Huhuhuu....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro