Akibat Broken Home (2)
Ini kelanjutan kisahnya, yang sepertinya kubuat sendiri (terinspirasi dari yang dia alami).
***
Beberapa hari kemudian, O bertemu dengan sosok wanita tua di suatu minimarket. Pada saat itu, mereka berdua sama-sama berbelanja di sana kemudian membayarnya di meja kasir. Tetapi bukan hanya mereka berdua saja yang ada di sana, melainkan ada beberapa orang lainnya yang juga melakukan hal yang sama. Mereka itupun berdesak-desakan di meja kasir sehingga tidak sengaja, wanita tua itu menabrak O dan mereka berdua itupun akhirnya terjatuh.
O kemudian berdecak kesal pada ibu itu. “Ih! Ibu ini kok tidak bisa pelan-pelan sih kalau mau jalan?” Namun ketika matanya O dan wanita tua itu bertemu kemudian saling pandang, ternyata ....
“Kau ... O? Apakah ... eng ... eng ... engkau ... anakku?” tanya ibu itu terbata-bata. Ternyata wanita tua itu menyadari bahwa orang yang ditabrak olehnya tadi itu adalah anak kandungnya. Anak yang selama ini beliau tinggalkan akibat dari perceraian itu.
“Siapa Anda? Ngapain Anda mengaku kalau saya adalah anak Anda?” ketus O. Maklum saja, sekarang ini dia sedang mengalami mood yang buruk sehingga kemarahan itu akan selalu diluapkan oleh gadis tersebut.
“Tapi, Nak. Aku ibumu. Mengapa engkau tidak mau mengakui Ibu? Apakah selama ini Ibu salah padamu, sehingga hatimu selalu tertutup untuk Ibu?” sahut wanita tua yang mengaku bahwa beliau adalah ibu kandungnya O.
“Anda bukanlah ibu saya. Ibu kandung saya yang sebenarnya itu sudah tiada, jadi tidak ada ibuku lagi yang hidup di dunia ini,” bantah O dengan dinginnya. Gadis itu benar-benar tidak mengakui kehadiran ibu kandungnya itu.
“Tetapi ... mengapa engkau tidak mengakui Ibu?” tanya wanita tua itu lagi. Beliau sangat mengharapkan jawaban dari mulutnya O.
“Ibu kandungku itu sudah tiada. Beliau tidak mau merawatku dan tidak sayang padaku lagi, jadi aku anggap beliau itu sudah tiada. Jadi, tidak ada lagi wanita itu di dalam hidupku, dan Anda jangan pernah menganggap bahwa Anda itu ibu kandungnya saya,” ujar O dengan dinginnya. Dia cuek kepada wanita tua itu—maksudnya ibu kandungnya sendiri.
Suasana menjadi hening. Tidak ada satupun kata yang keluar dari mulut O maupun wanita tua itu. Akhirnya, O itupun mengucapkan kata-kata perpisahan pada ibu itu, “Aku harus pergi, Bu. Aku masih ada urusan. Ingat, tidak ada lagi ibu kandungku di dunia ini.” Kemudian gadis itupun pergi meninggalkan ibu kandungnya sendiri, menyisakan air mata penyesalan pada wanita tua itu.
“Ah ... anakku. Seandainya Ibu memutar waktu, pasti tidak akan begini jadinya, Nak ....”
***
The End
By: C (admin)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro