3•●•Desiran aneh
Selamat Membaca CILU!
•
●
•
●■●■●■●■●
Siapa yang tau kapan kita akan jatuh cinta. Rasa itu datang tiba-tiba tanpa diminta.
●
■●■●■●■●
MATA itu mengerjap tak tenang, peluh memenuhi keningnya. Tangannya bergerak gusar, sepertinya ada yang mengusik tidurnya.
"Tolong! Tolong!"
Kobaran api, di mana dia? Api di mana-mana, rasa sesak memenuhi rongga dadanya.
"Ghina!"
Sama-samar Ghina melihat siluet sosok lelaki yang menghampirinya. Ia berusaha tetap sadar. Namun, pandangannya menjadi buram dan hitam.
"TIDAK!"
Ghina mengatur napasnya yang terengah-engah. Ia mengusap wajahnya gusar. "Astaghfirullah, mimpi itu lagi."
Ghina melihat jam yang menunjukkan pukul 03:00. Ia membaca Istighfar sebanyak mungkin, setelah itu berwudhu dan bergegas melaksanakan sholat tahajjud.
Air matanya tak tertahankan, pertahanannya runtuh di hadapan sang pencipta. Ia hanyalah gadis yang penuh dosa, hanya saja Allah menutup aibnya. Maha suci Allah.
"Assalamua'laikum warahmatullah...." setelah salam, ia tengadahkan tangannya, mengemis dan merendah pada sang pencipta.
"Ya Allah, Wahai Tuhanku. Terimakasih engkau telah memberiku kesempatan untuk lebih lama beribadah padamu. Terimakasih kau telah menuntunku selalu menuju jalanmu. Ya robbi, hamba mohon siapapun pemuda yang menyelamatkan hamba, jagalah dia ya Allah. Selamatkanlah ia, semoga saja dia tak apa-apa. Berikan kesembuhan padanya ya Allah. Hamba mohon, amin ya robbal 'alamin." Ghina mengusap wajahnya setelah berdoa dengan hati yang tulus.
Ia menoleh pada Al-Quran yang berada di atas nakas, ia tersenyum sendu. Diambilnya Al-Quran itu, diciumnya, lagi-lagi bulir bening lolos mengalir di pipinya. Hatinya terenyuh saat memeluk Al-Quran. Jiwanya yang kosong menjadi cerah.
Ia mulai membuka dan membaca lembar demi lembarnya. Lantunan dari surah Ar-Rahman begitu merdu terdengar. Malam yang hening ia habiskan untuk Tuhannya.
Ayat-ayat indah itu terlontar dari bibir mungil Ghina. MasyaAllah sungguh agung ayat-ayat Allah.
Sungguh Al-Quran adalah mukjizat terbesar.
○●○
Hanya bunyi alat-alat medis yang terdengar di ruangan ini. Tangan yang dipakaikan infus dan alat bantu pernapasan yang masih dikenakan lelaki itu.
Kelopak matanya mulai terbuka, menyesuaikan dengan cahaya di ruangan. Jari-jarinya bergerak perlahan. Ada yang mendorong dirinya untuk segera sadar. Lantunan ayat-ayat suci itu memanggilnya untuk kembali. Subhanallah Al terbangun dari masa kritisnya.
Ia mengedarkan pandangannya, dimana dia? Kepalanya terus berdenyut, seluruh badannya terasa nyeri. "Kenapa gue ada di rumah sakit?"
Kepingan-kepingan ingatan perlahan merasuki memori Al. Ah, sekarang ia ingat akan insiden itu. Kebakaran yang menyebabkan dirinya berada di tempat ini. Gadis itu! Bagaimana keadaannya? Entahlah, bukannya mengingat keselamatan dirinya, ia malah memprihatinkan kondisi Ghina.
فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ
"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيٰنِ
"Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu,"
بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيٰنِ
"di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing."
Subhanallah! Darimana lantunan ayat-ayat suci ini berasal. Hati Al berdesir mendengarnya. Ia melepaskan selang infus di tangannya dengan paksa. Ia sedikit meringis kesakitan.
Al berjalan sempoyongan, badannya masih lemah. Ia memegang dinding untuk menopang badan. Langkahnya terarah pada lantunan merdu itu. Ia menoleh ke arah ruangan yang terletak tepat di samping ruangannya. Dari sini rupanya suara itu berasal.
DEG!
Ada debaran aneh saat mengetahui pemilik suara itu. Al memegang dada kirinya. Ia melihat ke arah Ghina yang sedang membaca Al-Quran dengan mukenah putih.
'Subhanallah! Cantiknya ciptaanmu ya Allah.' Batin Al.
Al tersenyum tipis, ia terus memperhatikan Ghina. Entahlah, jantungnya memompa lebih cepat saat ini. Perasaan apa ini?
Al bersandar pada dinding dan memejamkan matanya, senyumannya bertambah lebar. Ia memutuskan kembali ke ruangannya, tentunya dengan tersenyum senang.
Ia duduk di bankar, wajah damai Ghina terus terbayang di wajahnya. Ia mengusap kasar wajahnya dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Astaghfirullah, lo kenapa sih, Al? Sadar bro!" Ia bergumam pada dirinya sendiri.
Al memutuskan untuk bertayammum, karena tangannya masih diperban dan tak bisa terkena air. Setelah itu ia bergegas melaksanakan sholat isya' dan tahajjud.
Hanya Allah yang mengetahui, takdir yang akan ia berikan pada setiap hambanya. Saat ini ada dua orang insan yang saling melempar doa. Sungguh, rencana Allah tak disangka-sangka.
○●○
Ghina hanya terkekeh kecil, saat Zahra mengomel panjang menceritakan perjalanannya ke rumah sakit yang penuh rintangan. Mulai dari ban motor ojek yang ia tumpangi kempes. Sampai-sampai ia yang kena cipratan air, saat sebuah mobil melaju kencang.
"Kesel tau, perasaan hari ini sial terus deh!" gerutu Zahra dengan wajah cemberut.
"Hush, nggak boleh ngomong gitu, nggak ada namanya hari sial. Anggap aja ini ujian buat kamu." Ucap Ghina menahan geli saat melihat wajah Zahra yang ditekuk.
"Ya udah deh, semoga aja lain kali di jalan nemu jodoh, hehe." Ucap Zahra cengengesan.
Zahra memberikan rantang yang berisi makanan kepada Ghina. "Nih, aku buat khusus, bubur ayam ala chef Zahra. Dan pastinya dibuat dengan cinta."
Lagi-lagi Ghina tak dapat menahan senyumnya, mendengar penuturan Zahra. "Makasih ya, Ra!"
"Permisi!"
Zahra dan Ghina menoleh bersamaan ke sumber suara. Cowok berlesung pipi dengan kulit kuning langsat dan jaket itu memasuki ruangan Ghina.
"Assalamua'laikum!" Ucap Zahra dengan pelototannya.
"Eh iya, Assalamua'laikum nona - nona!" Ralat cowok itu.
Ghina mengerutkan keningnya, siapa gerangan cowok ini. Apakah temannya Zahra? Ia baru melihatnya.
"Ngapain lo di sini Bevan?" tanya Zahra.
"Salah? Tadi gue habis jenguk Al sekalian aja jenguk Ghina." Ucap Bevan masih dengan senyumnya.
Al? Mengapa ia ada di rumah sakit ini? Apakah cowok itu jatuh sakit? Ghina terus bertanya-tanya. Ah, ia semakin bingung saja.
"Eh lo belum kenal gue ya, Ghin! Kenalin Bevan temen sekelas lo juga." Bevan mengulurkan tangannya yang hanya dibalas Ghina dengan menyatukan tangan di depan dada.
'Subhanallah! Sholehah, istri idaman banget.' Batin Bevan terpesona.
Zahra yang melihat Bevan terus memperhatikan Ghina tersenyum getir, ia mengalihkan pandangannya. Kenapa rasanya sesakit ini? Melihat orang yang ia suka lebih menyukai sahabatnya sendiri.
○●○
"Assalamua'laikum!"
Kayla bersungut kesal, saat ada tamu pagi-pagi begini. Belum lagi orang itu terus mengetuk pintu. Ya, setelah sholat dhuha tadi, Kayla kembali tidur. Terpaksa, karena tadi malam ia susah tidur memikirkan Abangnya yang terkulai lemah di rumah sakit.
"Wa'alaikumsalam! Tunggu bentar!" Kayla sedikit berteriak dan memakai jilbabnya. Matanya masih berat untuk terbuka.
Ia membuka pintu. "Ada ap-"
Mata Kayla terbelalak, saat melihat cowok tampan berkulit putih memakai kemeja. Bukannya cowok ini yang kemarin menolongnya.
'Astaghfirullah, mukaku!'
Kayla berlari kencang ke dalam kamarnya. Darza menyatukan alisnya heran saat melihat punggung Kayla yang mulai menjauh.
"Itu cewek kenapa?" Ucap Darza bingung.
Kayla segera memperhatikan pantulan bayangannya di cermin. Ia menatap wajahnya lega. Ya Allah, untung saja tidak ada belek ataupun ilernya. Ia memutuskan untuk mencuci wajahnya.
Darza yang duduk di kursi depan, segera berdiri saat melihat Kayla keluar. "Maaf, tadi kamu kenapa lari?"
Pipi Kayla merah menahan malu. Tak mungkin kan, ia berkata jujur sebab keterkejutannya. "Eh tadi aku..."
"Kebelet! Iya kebelet ke toilet." Kayla memukul kepalanya pelan, alasannya benar-benar konyol.
'Bodoh banget sih, kamu Kay!'
"Oh gitu, eh ini aku mau ngembaliin motor kamu!" Ucap Darza memberikan kunci motor.
"Eh makasih Kak...." Kayla menatap Darza bingung. Ia belum tau nama cowok ini.
"Darza,"
"Ah iya Kak Darza. Aku ambil kunci motor Kakak dulu ya." Kayla mengambil kunci motor Darza yang ia simpan di atas nakas dalam kamarnya.
"Ini Kak!"
"Oke makasih...." Kali ini Darza yang memberi kode akan ketidak tahuannya.
"Kayla, nama aku Kayla." Ucap Kayla.
"Nama yang cantik, kalo gitu aku pamit pergi." Ucap Darza.
"Eh iya Kak, harusnya aku yang bilang makasih sama Kakak, udah bantuin aku." Ucap Kayla menahan debaran di dada kirinya.
Darza tersenyum tipis dan segera menaiki motornya. Ia melihat ke arah Kayla. "Assalamua'laikum!"
"Wa'alaikumsalam!" Jawab Kayla melihat motor Darza yang sudah melaju jauh.
Rasanya ia seperti memerankan sosok istri saat ini. Ya, mengantar suaminya ke depan rumah sebelum bekerja. Kayla terkekeh geli, akan pikiran anehnya.
"Dasar kamu Kayla! Inget belum muhrim, kecuali kalo dia halalin." Kali ini Kayla tertawa geli. Benar-benar dirinya ini. Sepertinya ia harus menceritakan pada Al saat Abangnya itu sembuh nanti.
●■●■●■●■●■●
Alhamdulillah, akhirnya up juga. Maaf buat abang es yang nunggu lama dan maaf buat para readers yang rindu aku, eh cerita ini maksudnya:v
Gimana nih, puasanya? Masih jomblo atau udah di pelaminan?
Eh, aku masih kecil kakak-kakak. Maksudku, puasa kalian lancarkah?:)
Jujur aku puas banget sama part ini, kemarin aku ngalamin ide buntu, nggak tau mau lanjut gimana. Alhamdulillah Allah ngasih pencerahan sama otakku. Hehe.
Salam, 24/05/19
Qorina
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro