2•●•Insiden
SELAMAT MEMBACA CILU!
♡
●■●■●■●■
Biarkan takdir berjalan semestinya, mungkin ini cara Allah membuat kita dekat!
●■●■●■●■
•
●
•
BEL istirahat berdering, Ghina menutup buku matematikanya. Ya, otaknya sedikit pening mencari jawaban dari deretan angka itu. Perutnya sudah minta diisi dari tadi, tandanya ia harus ke kantin. Tetapi, ia masih belum begitu kenal dengan lingkungan sekolahnya. Kepada siapa dia harus meminta bantuan?
"Ghina! Kamu kenapa bengong?" ucap Zahra menepuk bahu Ghina.
"Eh, ini Ra, aku mau ke kantin. Tapi, bingung soalnya aku kan, siswi baru." Ucap Ghina tersenyum simpul.
"Masya Allah, kan ada aku! Ayo barengan ke kantin!" Zahra menarik tangan Ghina tanpa meminta persetujuan.
Kantin SMA cahaya begitu rapi, anak-anak di sini juga tau diri. Mereka tidak mau membuang sampah sembarangan. Karena semua guru selalu mengingatkan, bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman.
"Ghina! Ayo duduk di sini!" Zahra menepuk kursi di sampingnya.
Ghina mengangguk, ia duduk di samping Zahra. Ia sangat bersyukur, pada hari pertama di sekolah baru sudah ada yang mau berteman dengannya.
"Kamu mau pesen apa? Di sini makanan yang paling top markotop itu baksonya Mang Dadang, beuh dijamin nagih deh!" Ucap Zahra antusias.
"Hehe, boleh deh aku coba!"
"Oke kamu tunggu di sini ya, biar aku yang mesen!"
Entah kenapa, Ghina menjadi tak nyaman sendirian saat Zahra memesan makanan. Pasalnya di sini bukan hanya ada murid perempuan, murid laki-laki pun turut meramaikan kantin. Ya, memang ini risikonya jika bersekolah di sekolah umum, antara laki-laki dan perempuan tidak dipisah.
Oh ya, Zahra adalah gadis berjilbab yang begitu manis, pipinya sedikit chubby, saat ia tertawa pasti matanya menjadi sipit. Ghina merasa beruntung bisa mengenalnya.
Sedari tadi, Bevan mengamati Ghina. Jantungnya terus berdebar saat melihat gadis berjilbab itu, mungkin Allah telah memberikannya jodoh.
Al menutup mata Bevan dengan tangannya. "Istighfar! Lo ngeliatnya sampai kagak kedip!"
"Hehe, astaghfirullah! Ya, maklumlah Al, namanya juga cinta pada pandangan pertama." Ucap Bevan dengan cengiran.
"Bedain cinta sama nafsu, jangan terlalu liat lama-lama! Jatuhnya zina mata." Ucap Al menggelengkan kepalanya.
"Ya Allah, maafin Bevan ya! Jangan marah sama Bevan!" Bevan mengangkat tangan layaknya orang berdoa. Namun, dibumbui dengan kedramatisan.
Al yang melihat hal itu, hanya menepuk dahinya pelan. Semakin lama, sahabatnya Bevan membuatnya pening.
'Apa sih, istimewanya lo?' ucap Al menatap Ghina sejenak.
○●○
Pengumuman! Diimbau kepada seluruh murid, untuk segera menjauh dari lab biologi! Karena ada kebakaran besar yang terjadi. Pihak sekolah akan memberi kabar jika keadaan sudah aman.
Semua murid yang mendengar itu, berlari berhamburan entah karena panik atau ingin sekadar melihat dahsyatnya api yang membakar lab. Ghina berkeringat dingin, si jago merah berkobar dengan hebat di depannya. Jam terakhir adalah pelajaran Biologi, tak disangka-sangka ada listrik yang konslet, hingga menyebabkan kebakaran hebat. Semua temannya sudah keluar, hanya dirinya saja yang ada di sini.
"Innalilah, Ya Allah tolong hamba! Uhuk-uhuk..." Ghina mengibaskan tangannya untuk mengurangi asap yang terus masuk ke indra pernapasannya.
"Tolong! Tolong!" Teriak Ghina, satu bulir bening berhasil lolos dari pelupuk matanya.
Zahra yang baru keluar dari lab, membulatkan matanya, di mana Ghina? Ia bertanya kepada seluruh temannya, tapi tidak ada yang tau.
"Tolong! Tolong!"
"Ya Allah Ghina! Pak! Tolong Pak, Ghina masih ada di dalam!" Zahra meminta bantuan Pak Fahri.
"Astaghfirullah, cepat bantu padamkan api! Saya sudah menelpon pemadam kebakaran!" titah Pak Fahri kepada semua siswa laki-laki.
Al yang mendengar, jika Ghina masih ada di dalam, segera berlari menerobos api yang melahap hangus ruang lab.
"Al! Ngapain kamu ke sana! Kembali cepat!"
Al tak menghiraukan panggilan Pak Fahri. Ia mengambil kain dan menceburkannya ke air, kemudian ia gunakan kain itu untuk menutupi tubuhnya.
"Bismillah!"
Al berlari melewati si jago merah, rasa sesak menghampirinya, saat kepulan asap mengelilinginya.
"Ghina!"
"Ghina!"
Al begitu khawatir, saat tak ada sahutan dari Ghina, ia terus menyusuri besarnya kobaran api, sampai ia melihat seorang gadis sudah terkapar lemah dengan wajah yang pucat.
"Ya Allah Ghina!" Al memangku kepala Ghina dan menepuk pipinya.
"Ghina! Bangun!"
Tanpa pikir panjang Al mengabaikan dirinya dan melindungi Ghina dengan kain basah tadi, ia memapah Ghina dan membawanya keluar. Napasnya sudah tersenggal karena asap yang pekat.
Akan tetapi, api semakin besar. Al mengedarkan pandangannya, mencari cara untuk memadamkan api. Ia melihat alat pemadam api dalam bentuk tabung merah, yang disimpan dalam kotak kaca. Al mendudukkan Ghina di kursi, ia memecahkan kotak kaca dengan tangannya, ia sedikit meringis saat darah mengucur deras di tangannya. Pikirannya kalut, ia tak peduli dengan darah yang terus mengalir dari tangannya.
Ia segera memadamkan api dengan alat itu dan kembali memapah Ghina.
Akhirnya, ia berhasil keluar dari lab.
"GHINA!"
Zahra segera membantu Al memapah Ghina. Al terkulai lemas, ia jatuh ke tanah.
"Ya Allah Al!" Pak Fahri memanggil siswa laki-laki untuk membantunya mengangkat Al.
"Kita bawa ke rumah sakit!" titah Pak Fahri.
○●○
Kelopak mata gadis itu terbuka perlahan. Ruangan bernuansa putih dengan bau obat-obatan menjadi hal pertama yang ia lihat dan rasakan.
"Ghina! Kamu sudah sadar, Nak!"
"B-bunda! KEBAKARAN! GHINA TAKUT!" Ghina duduk dan menekuk kedua lututnya.
"Hush, sudah sayang, Alhamdulillah Allah menolong kamu melalui pemuda itu." Ucap Bundanya tersenyum.
"Siapa yang menolong Ghina Bunda! Ghina mau berterimakasih ke orang itu." Ucap Ghina menarik-narik tangan Bundanya.
"Iya, nanti kita ke pemuda itu ya, sekarang kamu istirahat dulu. Kondisimu masih lemah." Ucap Bunda Aisyah.
Semenjak satu Minggu Aisyah pergi ke rumah Ibunya. Karena Ibunya sedang sakit. Ia sudah tau jika suaminya akan berpindah tugas ke Bandung, begitu juga anak-anaknya akan pindah sekolah. Untuk itu, ia memutuskan akan ke Bandung sendirian karena masih mengurusi Ibunya yang sakit. Ia baru lepas landas pukul 21.00 dari Riau tadi malam dan sampai pukul 23.00 di Bandung. Sesampainya di rumah, ia memeluk kedua anaknya. Ghina dan Darza menyambutnya dengan gembira.
Pagi tadi, semua baik-baik saja. Sampai saat pihak sekolah menelpon suaminya dan mengabari jika Ghina ada di rumah sakit karena ada insiden kebakaran.
Aisyah mengusap puncak kepala Ghina yang dibaluti jilbab putih. Ia sangat bersyukur Allah telah melindungi putri semata wayangnya tanpa ada luka bakar sedikitpun.
"Bunda!" Darza datang dari arah pintu.
"Hush, Kakak kamu tadi sadar, sekarang dia tidur lagi!" Aisyah menaruh telunjuk di tangannya.
"Alhamdulillah! Kak Ghina udah sadar, ini Darza beliin bubur ayam kesukaan Kak Ghina. Darza pamit dulu ya, Bun! Mau mandi udah bau keringat, nanti malam Darza ke sini lagi." Ucap Darza yang diangguki Aisyah.
○●○
"Bang Al! Ya Allah, Bang Al kenapa sih, nekat banget?! Bang Al nggak usah terlalu baik sama orang, sampai-sampai diri sendiri nggak diinget." Ucap Kayla dengan tangis yang mengiringi. Hatinya begitu tersayat, saat abang kesayangannya terkulai lemah di bankar dengan infus dan alat bantu pernapasan.
"Nak, Kayla kamu pulang ya, biar Ummi sama Abi yang nemenin Abang kamu, lagian kamu belum makan dari tadi Nak," ucap Ummi Marwa memegang bahu Kayla.
"Nggak mau Ummi! Kayla mau sama Bang Al nemenin sampai dia sadar!" tolak Kayla.
"Sayang, dengarkan Abi! Abi tau kamu sedih, tapi jangan berlarut, kita berdoa aja kepada Allah, semoga Abangmu cepat siuman." Ucap Abi Ahmad.
Kayla menyeka air matanya dan mengangguk. "Ya udah Abi-Ummi, Kayla pulang ya, Assalamua'laikum!"
Kayla mencium punggung tangan kedua orang tuanya. Ia menuju ke parkiran dan mencari motornya. Saat ia memutar kunci motor, tetapi motornya malah berbunyi aneh.
"Ya Allah! Motornya mogok!" Kayla menggaruk kepalanya yang berbalut jilbab. "Gimana nih?"
Darza baru keluar dari rumah sakit. Ia melihat seorang gadis berjilbab biru yang sedang kebingungan. Tunggu! Ia tau gadis itu adalah adik dari orang yang telah menolong Kakaknya.
"Ekhm, maaf..."
Kayla terlonjak kaget saat mendengar suara berat laki-laki. Ia melihat seorang pangeran, tidak lebih tepatnya bidadara. Subhanallah, indahnya ciptaanmu Ya Allah.
"Ekhm..."
"Eh iya, kenapa?" Kayla menunduk menyadari kesalahannya yang tanpa sengaja zina mata.
"Motor kamu kenapa?" tanya Darza.
"Eh, ini Kak! Motorku mogok." Ucap Kayla spontan.
"Boleh aku periksa?" tanya Darza lagi yang diangguki Kayla.
Darza membuka jok motor dan mencoba melihat masalahnya. Ia membuka tutup bensin dan tersenyum tipis saat mengetahui bensinnya habis total.
"Gimana, Kak?"
Darza menghela napasnya pelan. "Pantes mogok, kamu lupa isi bensin, ya?"
Kayla baru ingat, terakhir kali ia mengisi bensin itu seminggu yang lalu, ah pantas saja. Ia jadi malu sendiri.
"Hehe, iya Kak! Aku lupa ngisinya."
"Ya sudah, kamu pinjam motor saya saja." Ucap Darza memberi kunci motornya.
"Eh, tapi Kakak gimana?"
"Aku bawa motor kamu, biar aku bawa ke pom bensin terdekat, lagi pula kita nggak bisa boncengan karena bukan muhrim. Besok motornya aku bawa ke rumahmu." Ucap Darza.
"Jazakallahu khairan, Kak!" Kayla tersenyum tipis dan membawa motor Darza.
Saat di perjalanan, Kayla teringat sesuatu. 'Ya Allah aku lupa ngasih tau alamatnya!'
●■●■●■
•
●
•
MARHABAN YA RAMADHAN SAHABAT JANNAH! AYO YANG MASIH MALAS-MALASAN JANGAN SIA-SIAKAN BULAN YANG PENUH BERKAH INI. SEMANGAT OKE!😊
Salam, 5 Mei 2019
Qorina
Btw, CILU gimana? Hehe...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro