Chapter 35 Aku Bahagia. Aku Cinta Kamu
Jangan lupa Vote dulu yaaa~~
Belum vote? Pencet dulu dongggg~
Udah? Okeey
Selamat Membaca^^
Halilintar merasa benda lembut menyapu wajah nya. Mengganggu nya yang terlelap nyenyak setelah kemarin pulang dari perjalanan mengunjungi Kerajaan Filipin dalam rangka membentuk kerja sama. Meski begitu pulang, Halilintar masih sangat semangat memuaskan rindu dengan istrinya.
Ah ya! Istrinya. Istri tercinta nya. Ujung mulut Halilintar tertarik tipis saat menyadari siapa orang jahil yang mengganggu tidur nya.
"Heiiii...aku tahu kamu sudah bangun." Suara perempuan itu terdengar seperti rengekan manja bercampur kesal. Kemudian Halilintar merasa bibir nya di tekan dan dihisap. Pria itu melenguh tertahan saat tangan kecil mengelus sensual dada telanjangnya, naik ke tengkuk lalu menjambak gemas rambut milik nya.
Tak tahan dengan godaan itu, Halilintar membalas. Dia membuka mulutnya cepat dan menahan kepala perempuan nakal yang terkikik hendak menjauh. Halilintar melumat penuh bibir sang istri penuh hasrat. Lidah nya yang mahir mencicipi kembali gua hangat wanitanya yang manis. Saling bertukar nafas panas dan saliva. Kegiatan sepasang suami istri itu terus meningkatkan suhu ruangan.
Halilintar melepas ciuman rakusnya dan melihat istrinya yang wajahnya memerah kehabisan nafas, "Nakal sekali..." Tangan besar Halilintar menjalar mengelus punggung halus istrinya, "Kau berhasil membangunkan ku dan sesuatu dibawah sana." Ucap Halilintar seraya menekan gairah nya kepada sang istri, seolah membuktikan perkataannya.
"Bertanggung jawab lah, Yaya."
Yaya, istri Halilintar, tertawa mendengarnya.
"Apa aku bisa menolak?" tanya nya seraya menggigit dagu suami nya.
Mata merah Halilintar yang sudah gelap berselimut gairah mengatakan segalanya, "Hm tentu saja bisa. Itu jika kau bisa kabur." Yang berarti mustahil bagi Yaya lepas dari cengkraman pria berkuasa tersebut dan Yaya juga tidak ingin dilepas.
Pagi itu kedua nya memulai lagi sesi bercinta mereka yang panas. Tak peduli bahwa matahari sudah membumbung tinggi di luar, Halilintar terus mencintai Yaya dengan seluruh tubuh nya. Memuja istrinya untuk nya sendiri.
Mengulang kepuncakan nikmat dunia berkali-kali tiada lelah. Halilintar dan Yaya seolah tidak puas bersatu dalam kesatuan yang membakar tubuh mereka.
Dalam kegiatan itu Yaya yang pertama kali menunjukkan kekalahan.
"A-Ah Ha kita harus...um...keluar kamar...sayang." Yaya berusaha berkata di sela serangan suaminya yang tiada lelah bergerak diatas tubuh nya.
Halilintar tidak menjawab sang istri dan justru membungkam nya dengan ciuman panas. Dia memeluk istrinya erat dan bergerak keras serta cepat. Geraman nya bersahutan dengan teriakan Yaya saat dia berhasil menyentuh bagian terdalam istrinya hingga kemudian keduanya melebur kembali dalam puncak kenikmatan dunia.
Yaya terengah lelah dengan Halilintar diatasnya. Perempuan itu pasrah tidak melawan, hanya mendesah lirih, saat sang suami kembali gencar mengecup lehernya. Pun saat prinya mengangkat tubuh nya hingga duduk di pangkuannya, Yaya tidak protes. Dia menerima segalanya.
Halilintar kembali bergerak dalam kehangatan istrinya, "Sudah ku bilang kan kau harus bertanggung jawab." Sang pria menggigit tengkuk istrinya dengan senyum kepuasan, "Lagi pula aku berencana mengurung mu dalam kamar selama tiga hari."
Istrinya itu sontak melotot, "Tiga hari?! Kamu ingin membunuhku, Halin?" Halilintar menyeringai puas mendengar panggilan istrinya kepadanya. Dia mencium bibir Yaya, "Hm aku akan membunuh kita berdua dalam kenikmatan."
Bersamaan itu milik nya berhasil mencium keras rahim istrinya hingga empu nya bergetar hebat.
"A-AK...Anak..anak-tidak akan suka. Mereka...akan mendobrak pintu."
Sekali lagi Yaya bersusah payah bersuara saat suaminya dengan tega menggerakan tubuh kecilnya naik-turun dalam pangkuan sang pria. Halilintar membuat keduanya bergerak secara simfoni dengan dia memimpin permainan ini.
"Gopalji akan menahan mereka. Tenang saja."
Yaya tidak lagi membalas karena suaminya segera mengalihkan perhatiannya pada puncak yang semakin dekat. Halilintar tidak membiarkan istrinya memikirkan hal lain selain dirinya yang tidak lelah memiliki Yaya.
Begitulah. Kalian tahu yang selanjutnya seperti apa.
.
.
.
"AYAH!"
Halilintar memasang wajah datar pada teriakan melengking yang ditujukan padanya. Pria itu sangat santai meski dua bocah berwajah mirip denganya heboh melempar seruan protes kepadanya.
"Bagaimana bisa Ayah tega mengurung Mama selama tiga hari? Ayah tahu betapa kami mencemaskan Mama?!"
"Pasti Ayah membuat Mama lelah lagi kan? Dasar Ayah tidak tahu diri!"
Wajah datar Halilintar beriak. Dalam hati dia mengumpati dua bocah yang sialnya adalah darah dagingnya dengan Yaya.
"Hm terserahku." Katanya acuh.
"Ayah! Jangan memonopoli Mama! Dia Mama kami!" seru salah satu bocah. Satu bocah lagi mengangguk membenarkan
"Dan dia istri ku. Sekarang kalian diam atau Ayah akan mengurung istriku lagi untuk seminggu ke depan." Ancam Halilintar.
"JANGAN!" tolak kedua bocah kembar yang langsung berseru kencang lalu menangis dalam pangkuan sang Mama yang sedari tadi diam menikmati perdebatan tidak penting suami dan anak kembarnya.
Yaya, sang Mama, dengan cekatan menenangkan kedua anaknya, "Supra, Gentar, Ayah kalian tidak serius kok," Yaya melihat pada Halilintar yang memandang nya seolah berkata 'Aku serius ingin mengurung mu di dalam kamar lebih lama lalu bercinta-' Yaya memutus kontak mata itu saat tidak kuat menerima serangan mental lebih jauh.
"Kemana Kakak kalian?" Yaya bertanya, mencoba mengalihkan perhatian anak kembar nya yang akhirnya berhenti merengek.
Gentar yang lebih dulu menjawab, "Kak Blaze sedang latihan berpedang di lapangan prajurit, Ma."
"Dibanding latihan Kak Blaze terlihat sedang membantai para prajurit. Katanya pelampiasan karena seseorang tidak membiarkan nya bertemu dengan Mama." Tambah Supra seraya melirik sinis pria dewasa yang sayangnya adalah Ayah nya sendiri.
Ck, rasanya kesal sekali melihat Halilintar bersikap biasa seolah kegaduhan ini bukan disebabkan oleh nya. Lihat! Bahkan pria tua itu tanpa malu memeluk pinggang Mama nya.
Mata merah Halilintar memincing,
"Sekali lagi, dia istriku, bocah." Dia seolah tahu apa yang dipikirkan putranya itu.
Yaya mencubit pinggang suaminya, "Halin, jangan menggoda mereka lagi." katanya. Halilintar berdecak pelan namun menuruti keinginan istrinya. Tanpa melepas satu tangannya dari pinggang istrinya, dia meraih puncak kepala Supra dan mengacak nya pelan, "Kakak kalian Ice?"
Meski enggan Supra menjawab, "Pergi ke kediaman Paman Gempa. Katanya terkait masalah dengan Kerajaan Lionpura." Yaya mengangguk mengerti.
Melirik suami nya, Yaya berkata dengan nada menyindir, "Apa anda tidak memiliki kesibukan, Yang Mullia? Saya yakin sebagai Raja anda punya banyak pekerjaan."
Halilintar menatap istri cantik nya itu dengan pandangan lekat sementara anak-anak mereka yang mengangguk-angguk kepala semangat seolah setuju upaya halus Mama mereka untuk menyingkirkan sang Ayah sementara waktu. Ayolah, mana bisa Supra dan Gentar bisa bermain dengan sang Mama kalau Ayah mereka itu selalu mengintili Yaya.
"Kau mengusirku, sayang?" Gentar membuat gerakan muntah, "Apa cinta mu sekarang sangat terbagi pada bocah-bocah ini? Tahu begini aku akan menolak menghamilimu dulu." Ujar Halilintar santai. Tentu saja ucapannya itu tidak serius karena Halilintar mencintai semua anak-anak nya. Hanya kadang dia suka sekali reaksi anak-anak nya dengan Yaya ini.
"Ayah!" protes Supra dan Gentar bebarengan. Mereka tahu sang Ayah tidak serius tapi anak mana sih yang tidak kesal mendengar hal semacam itu. Astaga Ayah mereka itu menyebalkan sekali.
Yaya kali ini menyikut suaminya, "Jangan bicara begitu atau aku akan tidur di kamar si kembar sebulan ke depan." Ancaman istrinya itu membuat Halilintar menegang sedetik sebelum raja agung tersebut menatap datar Yaya, "Aku menyesali ucapan ku." Dengan cepat Halilintar mengakui kekalahannya.
Ya daripada Yaya benar-benar menjalankan ancamannya dan membuat Halilintar merana sebulan ke depan tanpa jatah lebih baik mengaku kalah saja.
Yaya dan kedua anak kembarnya sontak tertawa menertawakan suami dan Ayah mereka. Tawa ketiga orang itu menular pada sang kepala keluarga yang tersenyum tipis.
Halilintar menatap keluarga kecilnya.
Dengan Blaze dan Ice yang tumbuh luar biasa dan siap meneruskan tahta.
Supra dan Gentar yang riang dan pintar.
Dan Istrinya.
Yaya, disamping nya, mendampingi hari-harinya yang bahagia dan tidak pernah membosankan.
'Aku bahagia.'
...dan aku berharap untuk tidak pernah bangun.
.
.
.
"Apa maksudnya, Petir?! Blaze dan Taufan? Apa mereka juga pecahan Boboiboy? Kenapa kalian mereka tidak bersama kalian?!"
Petir yang diberondong banyak pertanyaan oleh Yaya tidak menjawab. Dia menatap cemas fenomena angin puting beliung dan meteor yang hendak jatuh menuju mereka.
Dia harus melakukan sesuatu!
"PETIR! JAWAB!" Yaya histeris tidak mendapat jawaban.
Dalam dirinya Yaya familiar dengan kedua fenomena tersebut namun memikirkan dua bencana itu akan memporakporandakan tempat ini sangat mengerikan.
Petir menatap Yaya dan memegang kedua tangannya erat, "Yaya, pergilah dengan mereka (Gempa, Blaze dan Ice). Pergi menjauh dari Ibu Kota sekarang juga. Aku akan membantu yang lain."
Yaya menatap tidak percaya pada Petir, "Mana bisa begitu!" meski dia amnesia, Yaya tahu jelas dia bukan orang yang akan meninggalkan temannya dan lari seorang diri.
"Bisa! Kamu bisa melakukan itu. Pergi dan menjauhlah." Ujar Petir memaksa.
Nafas Yaya memburu, wajahnya yang pucat mendapat sedikit rona merah karena marah yang entah datang darimana, "Apa aku beban bagimu, Petir?"
Petir menatap mata cokklat bening kesukaannya yang kini menatapnya dengan sedih, "Tanpa kekuatan mu kamu tidak akan membantu apapun. Pergilah, setidaknya aku dan yang lain tidak akan khawatir dengan keselamatan mu."
Petir ingin menyesali ucapan nya yang menyakiti Yaya namun yang dikatakan nya adalah benar. Yaya tidak menolong tanpa jam tangannya. Bahkan dengan jam tangannya, bukannya berarti Yaya bisa menang melawan pecahan nya yang lain.
Yaya ingin membantah. Dia ingin berkata bahwa dia bisa membantu. Seluruh tubuh nya berteriak bahwa dia tidak lemah dan bisa bertarung.
Bertarung bersama teman-temannya.
Bertarung menyelamatkan dunia.
Yaya...dia...tidak berdaya. Tanpa jam kuasanya, Yaya tidak berdaya.
Petir tidak bisa menunggu lagi lalu berkata, "Tolong selamatkan dirimu Yaya. Berjanjilah padaku." Yaya tidak menjawab. Gadis itu justru meneteskan air mata tanpa suara.
Yaya benci menjadi lemah.
"Segera tinggalkan Ibu Kota." Petir mengatakan itu kepada Gempa, Blaze dan Ice yang menonton keduanya dalam diam.
"Aku pergi Yaya."
Yaya benci menjadi tidak berdaya.
"..."
Yaya benci tidak bisa berbuat apapun saat dia memiliki keinginan untuk menolong banyak orang.
Hingga...
CUP
Mata Yaya terbuka lebar saat bibir nya di kecup pelan oleh Boboiboy Petir. Gadis itu menatap Petir yang balik menatapnya dengan senyum tipis, "Untuk berjaga-jaga aku ingin mengatakan ini padamu," Petir mengelus pipi Yaya, "Aku cinta kamu Yaya. Sejak dulu."
DEG
Mata Yaya tidak bisa menjadi lebih lebar lagi saat pengakuan itu mengalun ke dalam telinga nya.
"Aku pergi. Selamat tinggal."
GERAKAN KILAT! Secepat itu sosok Boboiboy Petir tidak lagi terlihat. Menyisakan kilatan cahaya kuning di udara. Di tengah kekacacauan itu, Yaya merasa dunia tidak lagi berputar dan berhenti.
"Kak Aya..." panggil Blaze dengan lirih.
Yaya tidak menjawab nya karena di dalam kepalanya, sebuah bendungan seolah pecah dan dari sana mengalir deras air memori yang selama ini di sisihkan oleh sihir Raja Halilintar.
"Wahh terbaik lah Yaya!"
"Hehe...kau memang terbaik Yaya!"
"Maaf Yaya. Aku tidak sengaja."
"Yaya, macam mana nak kerjakan soal ini?"
"Me-Memang sedap biskuit kau ini Yaya. Tidak sia-sia aku makan, ha-ha."
"Yaya..."
"Yaya..."
"Yaya..."
"Aku cinta kamu. Sejak dulu."
"Aku pergi. Selamat tinggal. "
DEG
"ARRRGGHH!"
Semua memori itu akhirnya kembali.
"Boboiboy...aku ingat..."
End of Chapter
Lama nungguin yaaaaa~ hehe.
Maaf nunggu lama. Saya benar-benar sibuk dengan kesibukan selama KKN ini.
So jangan lupa Vote dan komen biar saya senang dan kepingin update terus. Follow juga biar makin mantap.
Sampai jumpa chapter depan^^
Salam Hangat
Ellena Nomihara.
Jumat, 19 Agustus 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro