Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3 : Gadis Keras Kepala dan Seorang Pencuri yang Gagal.

Jangan lupa Vote dulu yaaaa~~~ ^^









Sebagai raja, Halilintar tidak terbiasa mendapat kata 'Tidak' atas perintah atau keinginan dari siapapun. Umumnya orang-orang tidak akan berani karena Halilintar tidak suka diragukan kekuasaannya. Harga dirinya sangat tinggi dan agung. Meski tentu saja ada beberapa orang lolos hukuman pancung saat berani menentang perkataannya seperti Taufan, Gempa, Taufan, anak-anaknya, dan Taufan.


Yeah, Halilintar menghitung hanya sekian itu.


Tapi dihadapan Yaya, Halilintar berpikir harus mengatur ulang urutan orang-orang yang berani menolak keputusannya.

Gadis itu bukan hanya berani bicara santai saat berdua dengannya tapi juga tanpa ragu mengatakan yang dipikirnya meski itu bertentangan dengan keinginan Yang Mulia Raja Halilintar sekalipun.

Sepertinya Yaya sadar bahwa dirinya tidak akan terkena masalah meski dia bertingkah selayaknya teman kepada Halilintar. Justru Halilintar sendiri yang ngotot memaksanya demikian. Meski sekarang Halilintar agak menyesali perbuatannya memberi kemewahan tersebut dengan cuma-cuma.

"Astaga, Yaya, kau benar-benar..." Halilintar menghela nafas panjang.

Yaya yang melihat wajah kekalahan sang Raja Neosantara malah tersenyum manis lalu membetuk huruf 'V' dengan jari tengah dan telunjuknya. Yaya bilang itu adalah tanda yang berkata 'damai' atau deklarasi kemenangan yang singkat namun menyenangkan. Melihat itu, Halilintar kesal pada dirinya sendiri yang tidak bisa marah.

Halilintar rupanya meremehkan seorang Yaya.

Tebakannya tentang Yaya yang tidak tegaan dan baik hati memang benar. Tapi nyatanya si gadis merah muda masih bisa menolak ajakannya ke istananya.

Sungguh, apa yang ditakutkan gadis ini sebenarnya?!

Tidak akan yang berani yang mempermalukan Yaya di depan matanya. Bahkan saudara gilanya—Taufan— tidak akan berani terang-terangngan menggangu Yaya jika Halilintar mengancam akan membakar seluruh koleksi mainan tidak bergunanya.

"Kekaisaran Neosantara. Pemerintahan ini sudah berdiri sejak lima ratus tahun lalu setelah raja pertama berhasil menyatukan semua manusia untuk melawan Iblis Jahat yang mengusai daratan ini."

Sekarang Yaya dan Halilintar berada di perpustakaan pribadi raja yang ada di pondok(kastil) rahasia ini. Pada hari ketiga Yaya berhasil dia cegah pergi karena Halilintar mengetahui penolong cantiknya menyukai buku dan senang belajar. Karena itu dia dengan bangga menunjukkan perpustakaan pribadinya dan membiarkan Yaya membaca buku apapun yang dia mau.

Meski tidak sebesar perpustakaan istana, yang pasti Yaya membutuhkan setidaknya satu minggu untuk membaca semua buku-buku itu. Siapa yang menyangka buku-buku yang dia kira cuma akan jadi pajangan——karena Halilintar sudah membaca semuanya—— akan menjadi senjata mutakhir untuk mencegah Yaya pergi.

Beralih dari bacaannya sendiri, Halilintar tersenyum tipis, "Benar. Leluhurku menjadi pimpinan manusia pertama yang berani mengangkat senjata pada Iblis yang tiran. Raja pertama tidak sendirian, dia ditemani orang-orang hebat dalam kepemimpinannya dalam perang atau dalam masa pembebasan. Bangsawan-bangsawan tinggi sekarang ini adalah keturunan mereka."

Jika saja Taufan atau Gempa melihat ini,mereka pasti mengira saudara mereka ini kerasukan. Kapan terakhir Halilintar betah bicara panjang lebar pada orang lain selain urusan Negara? Halilintar sendiri tidak ingat.

"Oh, menarik. Dalam beberapa buku, dikatakan Raja pertama juga memiliki teman yang bisa sihir. Kak Lin, apa benar?" Yaya bertanya antusias. Halilintar tertawa kecil melihat mata coklat Yaya berbinar-binar penuh bintang. Menggemaskan~


Hmm...sudah berapa kali dia dibuat tersenyum dan tertawa karenanya?


"Benar. Dia adalah orang yang diberikan berkah oleh Raja Peri dalam legenda. Penyihir terkuat yang penah dimiliki Kekaisaran."

Penyihir di zaman Raja Pertama sangat kuat karena kekuatannya diberikan langsung oleh Raja Peri sebagai tanda aliansi dan kontribusi untuk menyelamatkan negeri ini dari Iblis. Meski keberadaan Raja peri dan bangsanya sendiri tidak diketahui hingga sekarang mereka dikenal sebagai legenda saja. Adapun penyihir kekaisaran sekarang adalah keturunan sang penyihir hebat, hanya mempunyai sedikit sihir untuk membuat barang-barang bergerak dan membuat beriar pelindung.

"Oh~ macam tuhhh~" Yaya lalu kembali pada bacaannya. Kembali mengabaikan raja di depannya. Normalnya perempuan segala usia tidak akan bisa mengabaikan eksistensi seorang Halilintar.

Gadis kecil akan ketakutan. Para wanita siap nikah akan memujanya. Dan para wanita senior akan tunduk dalam pandangannya.

Yaya? Halilintar tahu dirinya memiliki pengaruh tertentu pada Yaya. Beberapa kali Halilintar mendapati gadis merah mudanya melirik atau mengamatinya dalam-dalam. Meski tidak merona seperti wanita genit, mari kita asumsikan saja Yaya sedikit menaruh minat padanya. Tapi selain itu? Tidak ada. Gadis itu beradaptasi pada Halilintar dengan sangat cepat hingga hampir-hampir sang Raja Neosantara senang bukan kepalang.

Jujur saja, dia senang mempunyai seseorang yang bisa berada disisinya dengan nyaman. Terlebih itu Yaya yang memang dia cari sedari dulu. Karena itu Halilintar tidak mau berpisah begitu cepat dengan penolong cantiknya ini.

Meletakkan cangkir tehnya, Halilintar menghela nafas sejenak lalu berkata memecah kesunyian yang damai, "Besok aku akan kembali ke Istana."

Gerakan tangan Yaya yang membalik halaman buku berhenti. Gadis itu akhirnya menatap sang Raja Neosantara diantara gunung buku yang ditumpuk diantara keduanya.

"Oh, iyakah? Kalau begitu saya juga akan bersiap pergi—"

"Yaya, aku belum menyerah untuk membawamu ikut bersamaku ke ibu kota." Sela Halilintar yang sudah menebak kelanjutan Yaya. Gadis keras kepala itu tidak lelah meminta segera pergi dari sisinya.

Sikap Yaya langsung berubah gelisah. Dalam tatapan mata merahnya, Halilintar mencoba menembus benteng tinggi yang Yaya pasang.

Bukan sulit menebak bahwa Yaya bukan penduduk Neosantara. Bahkan Halilintar punya asumsi gila seperti Yaya bukan dari dunia ini. Gadis itu terlalu berbeda meski berasal dari negeri yang jauh sekalipun atau budaya yang berbeda.

Di pagi pertama Yaya melihat segala sesuatu dipondok(kastil)nya dengan terkagum-kagum. Bukan seperti rakyat jelata yang buta akan barang mewah, tapi lebih seperti seseorang yang melihat dunia negeri dongeng. Bahkan kalangan bawah sekalipun harusnya pernah sekali dua kali melihat tapi Yaya terlalu mudah kagum dan berguman 'ini antik' 'oh seperti ini' 'astaga ini seperti mimpi' dan lainya.

Di sisi lain Yaya justru sangat cerdas daripada yang terlihat. Bisa menulis dan membaca sudah luar biasa untuk kalangan bawah tapi Yaya malah memiliki pengetahuan yang tidak Halilintar bayangkan.

Astronomi kekaisaran baru meneliti bagaimana asal muasal hujan yang kadang menjadi permasalah di beberapa sector wilayah, namun Yaya menjawab dengan mudah seolah sudah menjadi pengetahuan umum. Bukan cuma itu, Yaya juga melontarkan beberapa teori menarik tentang perbintangan dan hal-hal tidak masuk akal yang ada di atas langit biru.

Halilintar bahkan hampir terjatuh dari kursinya saat Yaya mengatakan tanah berpijak ini sebenarnya bundar.

Dengan semua itu Halilintar sampai pada kesimpulan bahwa Yaya bukan dari sini, Tempat tinggalnya mungkin seperti Yaya katakan berada diluar langit——meski tidak masuk akal——dan sedang mencari jalan untuk pulang.

Benda bernama jam yang melingkar dipergelangan tangan Yaya juga mencurigakan. Tidak sekali dua kali Halilintar mendapati penolongnya itu sedang mengotak-atik benda itu dan berkata random seperti 'Halo' 'Kawan-kawan?' dan 'Ochobot'.

Mungkinkah benda itu alat yang bisa menghubungkan Yaya dengan teman-temannya?

'Hmmm...'

"Aku sudah mengatakan nya berulang kali tapi aku tidak akan tenang membiarkanmu pergi kalau kau saja tidak mengatakan akan kemana setelah pergi dari sini. Aku khawatir Yaya." Ya benar, alasan selain Halilintar tidak ingin cepat berpisah juga karena dia khawatir kepada Yaya. Gadis ini begitu baik yang mungkin saja tanpa sadar terlibat masalah dengan orang berbahaya.

"Emm..." Yaya tampak merenung.

Sang Raja Neosantara menyeringai kecil. Terlihat Yaya mulai mempertimbangkan tawarannya. Hanya butuh sedikit dorongan lagi.

"Selain itu Yaya. Tidakkah kau penasaran dengan Ibu Kotaku? Berjalan-jalan mengelilingi kota yang belum pernah kau lihat, kuliner makanan dan ke tempat-tempat menyenangkan lainya. Aku juga ingat ada perpustakaan balai Kota yang sepuluh kali lipat dari ini."


Apa Yaya akan mengambil umpannya?


"APA? BUKU YANG LEBIH BANYAK DARI INI?!"


Oh? Langsung disambar rupanya. Halilintar menyeringai dalam hati.

"Lebih banyak dan juga banyak manisan-manisan lezat di sana."

Oh ya, kucing mana yang menolak ikan segar? Nyatanya Yaya si penggemar manisan terutama biskuit tidak bisa mengelak lagi.

"Oke, baiklah. Sudah diputuskan, saya akan ikut kak Lin ke Ibu kota. Tolong jaga saya dan maaf kalau merepotkan yang kak, hehe." Katanya sesopan mungkin dengan ceria.

"Tentu saja Yaya. Aku senang direpotkan olehmu." Katanya yang kemudian keduanya tertawa bersama.


****


Dua minggu.

Sudah dua pekan lamanya hingga Halilintar kembali melihat pemandangan familiar.

Tujuan cutinya ini berawal dari adik kembarnya, Gempa, menyuruhnya menenangkan pikiran karena Halilintar yang selalu terlihat pucat karena kurang tidur dan marah-marah sepanjang waktu. Bisa dikatakan kondiri mental Halilintar sangat tidak stabil kala itu hingga mengkhawatirkan banyak pihak.

Akhirnya Halilintar setuju cuti setelah di lempar ke kereta oleh Gempa dan Taufan. Waktu itu dia sudah bersumpah akan menendang keduanya setelah liburannya selesai atas tingkah kurang ajar mereka.

Tapi sekarang, mungkin Halilintar justru harus berterima kasih.

Jika bukan paksaan adik kembarnya, mana mungkin sekarang Halilintar bisa tersenyum lembut pada seseorang yang terlelap di bahunya.

Perjalanan yang asalnya dua hari, molor menjadi empat hari atas perintah Halilintar untuk mengurangi kecepatan rombongan. Sengaja karena dia ingin lebih banyak waktu dengan Yaya. Selain dengannya, Yaya cuma dekat dengan butler, Gopalji, yang kadang juga ditatap lamat-lamat olehnya. Yaya ramah pada semua orang tapi hanya dirinya seoranglah Yaya merasa nyaman dan aman.

Halilintar tidak pernah ragu memberikan perhatian pada Yaya hingga kadang menuai tanda tanya dan heran bawahannya. Namun dia memilih tidak peduli. Karena sang raja pun tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya yang langsung otomatis tersenyum atau bersikap lembut pada Yaya.

Seperti ini, Halilintar tidak ragu menggenggam tangan Yaya. Menyelipkan jemarinya di sela-sela jari Yaya dan mendekapnya erat. Sebelah tangannya juga tidak tahan untuk diam. Dengan hati-hati telunjuknya mengelus wajah Yaya dengan sentuhan seringan bulu.

Dari pipi yang agak tembam. Kemudian dahi lalu meluncur turun ke hidung mungilnya. Halilintar terkekeh kecil saat wajah Yaya bergerak kecil mengusir jari Halilitar dari hidungnya. Dan jari itu sampai pada bibir. Sepasang bibir mungil yang tidak pernah kehilangan rona merah muda. Nampak lembut dan kenyal.

Secara tiba-tiba jantung sang Raja Neosantara langsung berdebar kencang dan tubuhnya sedikit panas. Ada dorongan tidak biasa yang membuatnya ingin mendekatkan wajahnya pada bibir yang biasa tersenyum manis itu.

Benar. Halilintar cuma ingin melihat lebih dekat. Itu saja. Dia tidak berniat bermacam-macam seperti mengecup atau——Ah!

Saat berpikir demikian, sekarang Halilintar menjadi penasaran. Bagaimana rasa bibir itu? Apakah semanis yang terlihat? Lembut seperti yang dia bayang kan?

Tanpa sang raja sadari, niat yang awalnya hanya ingin melihat dari dekat berubah. Perlahan-lahan kepalanya menunduk. Berhati-hati tidak membangunkan Yaya dari tidurnya. Nafasnya dia tahan seiring debaran jantung yang menggila dalam rongga dada.


Hanya sedikit——tidak apa-apa 'kan?


Hanya sedikit dan Yaya pun tidak akan tahu.


Mata Halilintar terpejam saat jarak bibir keduanya hanya sebatas kain tipis.







KRIEKK____







Tubuh Halilintar tiba-tiba oleng ke depan——menggagalkan aksi tidak senonoh sang raja pada gadis muda yang suci dan murni.

Dalam hati Halilintar menggerutu meski diluar wajahnya tetap tenang. Kereka berhenti tiba-tiba mengejutkan keduanya hingga Yaya hampir saja jatuh kalau Halilintar tidak cepat menangkapnya.

"Oh? Sudah sampai?" tanya Yaya seraya mengusap tepi matanya.

Halilintar kembali mengulas senyum melihat wajah bangun tidur Yaya yang menggemaskan. "Benar. Kita sudah sampai di gerbang masuk Ibu kota."

Di luar langit masih gelap. Jalanan kota sepi dengan lampu temaram. Namun itu tidak menghalangi Yaya dari rasa antusiasnya melihat pemandangan baru yang belum pernah dia lihat.

Halilintar lagi-lagi terkekeh geli melihat Yaya yang begitu terkagum-kagum dengan bangunan kota dan sekitar. Wajahhnya persis seperti anak kecil yang baru melihat dunia luar.

"Selamat datang di Ibu Kota KoTiam, Yaya."





End of chapter


Hai! Hai!

Bagaimana cerita sejauh ini? Menarik? Semoga saya tidak gagal dalam menghibur reader semua.

Jangan Lupa Vote and comment yaaa. Follow Author juga biar mantap. Terima Kasih.


Ellena Nomihara. Senin, 12 Oktober 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro