Chapter 20 : Memandang mu dalam tidurmu.
CHAPTER 20
BANG
"Kenapa bisa gadis kecil dan jelek itu menarik bagi Halilintar? Gadis itu bahkan bukan putri bangsawan ataupun saudagar kaya!" Geram seorang perempuan cantik.
Dua maid yang menyaksikan junjungan mereka murka cuma menundukkan kepala. Sedang si perempuan cantik yang tengah marah baru saja melempar laporan atas tugas yang dia suruh semalam. Hasilnya memuakan. Dia tidak menyangka dengan informasi itu.
"Apa informasi ini bisa dipertanggung jawabkan?"
Maid yang membawa berita tersebut membungkuk, "Saya yakin seratus persen informasi itu benar, Nyonya. Sedikit sulit membuat maid istana buka mulut tapi saya berhasil menyuap beberapa dari mereka."
Kalau begitu, informasi ini benar-benar nyata.
"Sial. Tidak termaafkan. Akan ku beri gadis kecil ini pelajaran karena berani merayu Yang Mulia Raja."
.
.
.
Sarapan keluarga Kekaisaran Neosantara pagi itu berjalan cukup khikmat. Keluarga Duke Earthvien dan Duke Musonvien menikmati makanan oleh koki istana dengan tenang. Yang terdengar di aula makan itu adalah suara dentingan antara garpu, sendok dan piring.
Tapi suasana itu tidak bertahan lama bila sang jendral besar alias Taufan tidak bisa menjaga mulutnya lebih lama lagi.
"Arggghhhh..." teriaknya tiba-tiba, mengagetkan semua orang di sana.
"Tata krama Taufan, tata krama!" sahut Gempa yang menerima sendok baru setelah tadi ia menjatuhkan sendok sebelumnya karena teriakan Taufan yang mengagetkan.
Sedangkan si pelaku sedang meringis memegang pinggangnya yang di sikut keras oleh istrinya. Tapi memang kapasitas otaknya telah di isinya dengan otot, Taufan tidak merasa malu malah tambah jengkel.
"Persetan Gempa. Semua orang tahu mulutku tidak bertata krama. Sekarang yang jadi perhatian dimana tuan rumah istana ini?" Taufan mengalihkan perhatiannya pada Gopalji yang berdiri di belakang kursi tempat sang raja seharusnya duduk.
"Si tua Gopalji, Kak Hali masih tidur? Butuh bantuan ku untuk menyeretnya kemari-AUU! YingYing sakit!" Sang Nyonya Musonvier tidak bergeming dan memasang wajah menakutkan bagi sang suami bar-bar nya, "Diam, Taufan. Makan saja!"
Gopalji yang melihat keributan (hanya Taufan sebenarnya) tidak bisa tidak menghelas nafas. Pria yang telah baya itu maju selangkah lalu menundukkan kepalanya kepada dua keluarga kerabat sang raja.
"Maaf Tuan dan Nyonya sekalian. Yang Mulia Raja berkata dia tidak akan turun ke aula makan. Mohon keluarga Duke Earthvien dan keluarga Duke Musonvien tidak sungkan menikmati hidangan istimewa dari dapur istana." Ujar Gopalji hati-hati berusaha tidak mengatakan sesuatu yang menyinggung para bangsawan di hadapannya.
Gempa dan Taufan sempat memandang satu sama lain beberapa saat. Seolah mereka sedang berkomunikasi tanpa suara, keduanya kemudian sampai pada pemahaman. Dilihat dari wajah merek, Gopalji rasa dua saudara kembar itu tahu penyabab Halilintar tidak turun dari gunungnya.
"Apa Halilintar sakit? Kenapa dia tidak bergabung untuk sarapan?" tanya Hanna yang langsung menjadi pusat perhatian.
Seolah tidak peduli dengan pandangan orang-orang disekitarnya Hanna terus bertanya pada Gopalji, "Benar Halilintar sakit?"
Yang ditanya justru menahan nafas. Bingung harus bagaimana dia menjawab pertanyaan kurang ajar dari sang Duchess Earthvien yang memanggil junjungan nya dengan tidak sopan. Sementara itu sepertinya Hanna segera mendapat hukumannya dari sang suami.
Gempa mencubit paha Hanna dari balik dress nya, mengakibatkan sang wanita berambut coklat madu mendesis sakit dan menatap kesal suaminya.
Dan tindakan mereka tidak lepas dari pasangan Musonvien di seberang mereka. "Saudari ipar Hanna, mohon memanggil Yang Mulia Raja dengan sebutan yang lebih pantas. Ada Solar dan Duri yang takutnya mengikuti anda." Kata Ying'er yang tanpa sungkan mencela dengan halus ucapan Hanna sebelumnya. Wanita berambut hitam itu bahkan tidak takut menyinggung Gempa.
Hanna yang memang sensitive bila diajak berdebat perihal Halilintar, terpancing emosi, "Saudari Ying'er, tidak ada yang salah dengan ucapanku. Aku hanya khawatir dengan Halilintar-dan kenapa dengan panggilan itu? Sejak kecil aku memanggillnya demikian."
Ying'er kembali menyahut tidak mau kalah, "Kita bukan lagi anak kecil saudari Hanna. Kita orang dewasa harus memberi pelajaran sejak dini pada anak-anak kita perihal tingkat hierarki Kekaisaran kita." Menyisip sedikit minuman dari gelasnya, Ying'er kembali berkata lembut namun pernuh ketegasan, "Memanggil raja dengan namanya saja bisa dikatakan sebagai kejahatan terhadap raja."
Hanna bersiap membantah sekali lagi tapi dia langsung diam saat Gempa menggenggam kuat tangan kecil Hanna. Tahu suaminya tidak lagi mengizinkannya berbuat onar lebih jauh, Hanna diam.
"Paman pelayan, dimana Kakak Blaze dan Kakak Ice?"
Pertanyaan polos ini dari si kecil Duri segera mengalihkan perhatian para orang dewasa yang tadi tanpa malu berdebat di meja makan.
Namun sekali lagi, Gopalji menjawab dengan ragu, " Maafkan saya tuan muda Duri, Pangeran Blaze dan Ice juga berpesan bahwa mereka tidak akan turun untuk sarapan."
"Heee...kenapa? Tumben sekali Kak Aze dan Kak Ice betah di kamar." Tukas Solar, putra Ying'er dan Taufan yang sedari anteng memakan sarapannya.
"Maaf tuan muda Solar, saya tidak mendapat kabar dari butler mereka, Tokasa."
Lalu dengan mudahnya Solar turun dari kursinya yang lebih tinggi daripada kursi para orang dewasa. Dia menghadap pada sang ibu yang juga menatapnya seolah tahu apa yang hendak dilakukan putranya, "Ibu, aku dan Duri akan pergi ke tempat kak Aze dan kak Ice, apa ibu memperbolehkan?" pintanya sekaligus kepada sang paman di seberang meja,
"Solar, bagaimana dengan Ayah? Tidak izin juga pada Ayah terhebat ini?" sela sang Ayah.
"Ibu izinkan?"
"Sol-" ini Taufan.
"Boleh tidak, Ibu?"
"Dengar-" Ini juga Taufan.
"Ibu pasti mengizinkan Solar 'kan?"
"Hoi anak seta-HMPPH!!" (Emang siapa lagi?)
Solar tersenyum saja saat melihat sang Ayah yang dengan nistanya dibuat bungkam oleh tangan kecil sang Ibu. Anak ini memang boleh dikata jenius namun bagi Taufan semakin hari semakin tidak mengerti dari mana sifat Solar yang suka melihat Ayah sendiri tertindas.
Mirip Halilintar. Kadang Taufan berpikir jiwa Blaze dan Solar tertukar di alam bayi sana.
"Ibu izinkan, Solar. Ingat jadilah anak baik dan jangan ledakkan apapun bagian dari istana, mengerti?!" petuah Ying'er sembari mengelus puncak kepala putranya.
Solar mengangguk menyetujui kemudian dia berlalu keluar bersama Duri yang oleh Gempa juga di izinkan menemui dua sepupu mereka. Lagi pula memang sudah kegiatan empat bocah sepupu itu untuk bermain bila berkumpul disalah satu kediaman mereka.
"Berkata paling benar sendiri,ternyata saudari Ying'er juga kurang mampu mendidik Solar untuk menghormati Ayahnya sendiri." Sindir Hanna yang tidak tahan membalas ucapan Ying'er sebelumnya. Perempuan milik Gempa itu meninggalkan aula makan tanpa menunggu suaminya yang menghela nafas di kursinya.
Perempuan yang disindir memilih balas mendelik pada punggung Hanna. Ying'er memutuskan tidak memperpanjang perdebatan konyol yang tidak berguna. Lagi pula, bukan salah Ying'er kalau Taufan sangat-sangat tidak berwibawa bila di rumah. Pria itu seperti menjelma kembali menjadi anak remaja lalu bermain dengan Solar hingga sang anak tidak sungkan memperlakukan Taufan seenak jidatnya (dengan catatan pada keadaan tertentu saja).
"Maafkan istriku Ying'er. Kau tahu bagaimana Hanna." Ucap Gempa merasa butuh meminta maaf atas kelakukan istrinya.
Ying'er dan Hanna tidak bermusuhan. Kedua wanita bangsawan itu adalah wanita yang anggun, sopan dan juga cerdas. Mereka berdua adalah wanita bangsawan yang paling tinggi tingkatnya di hierarki sosial saat ini karena posisi ratu kosong setelah istri Halilintar meninggal tujuh tahun lalu. Mereka bekerja sama. Saling membantu dan membangun citra keluarga mereka semakin apik karena suami mereka bersaudara.
Namun ada satu topik yang bisa membuat kedua wanita itu menjadi tegang. Bilamana nama sang raja di bawa, saat itu juga seperti ada duri pemisah di antara keduanya.
Ying'er menanggapi permintaan maaf Gempa dengan senyum kecil, "Aku mengerti Gempa, maaf aku dan Hanna membuatmu pusing."
Bukan Gempa yang membalas tapi Taufan, "Iya, kalian para perempuan sangat mengerikan."
Dan setelah itu, Taufan mendapat tinjuan keras di pipinya.
.
.
.
Kalian bertanya dimana dua tokoh utama kita dan dua bocah kembar lainnya?
Well, mari sedikit mundur pada waktu sebelum matahari terbit. Saat langit masih bewarna biru gelap tanpa awan, seorang pria masuk ke dalam sebuah ruangan tanpa suara.
Pria itu melangkah pelan mendekati sebuah ranjang besar yang disana, seorang gadis muda tidur nyenyak. Mata merah sang pria menatap lembut dan takjub pada wajah sang gadis yang membuatnya sulit bernapas.
"Kau membuatku gila Yaya..." lirih Halilintar memandang gadis kesayangannya.
Kemudian mata merah nya bergulir sedikit, hanya untuk mendapati ada dua penyusup kecil yang mendahului langkahnya.
Entah sejak kapan Blaze dan Ice berada di ruangan Yaya dan sekarang mereka beruda tidur dengan nyaman mengapitnya. Yaya yang di tengah juga terlihat nyaman-nyaman saja dijadikan guling oleh kedua putranya.
'Sial, baru kali ini aku cemburu pada anak kecil.'
Kalau saja Halilintar sudah gila dan tidak lagi memikirkan kenyamanan Yaya, dia tidak akan segan bergabung ke atas ranjang dan memeluk tiga manusia yang berharga untuknya itu. Tapi kalau bisa Halilintar hanya ingin Yaya seorang saja yang menemaninya dalam peraduan.
Menggelengkan kepalanya cepat, Halilintar mengusir bayangan kilat tentang mimpi kotornya beberapa hari lalu. Dia bukan pria kurang ajar yang akan sembarangan menyentuh kehormatan seorang wanita. Tidak. Terlebih jika wanita itu adalah orang yang dicintainya.
Yaya perlahan meraih kesadarannya. Kelopak matanya bergerak seraya tubuh kecilnya bergerak sedikit. Namun yang dirasa Yaya agak ganjal. Ada sesuatu yang menahan kedua tangannya.
Hangat. Seperti sedang di peluk.
Maka dengan itu Yaya memaksa akal sehatnya segera kembali. Terbiasa tidur di alam bukan berarti Yaya bisa menghilangkan kebiasan tidur lelap dikasur empuk nan nyaman seperti yang dipakainya ini. Gadis itu sedang mendapat tidur yang berkualitas namun dirinya tidak menduga akan mendapati dua sosok lebih kecil darinya tidur di kedua sisinya.
"Sudah bangun?"
"ASTAGA!"
Halilintar tersenyum kecil melihat respon Yaya yang terlonjak kaget saat mendengar suaranya. Kain yang menutup gadis itu agak beranakan dan muka polos yang terlihat lucu itu sedang melotot menatap nya yang sedari tadi duduk tenang di single sofa sembari membaca buku yang ada dikamar Yaya.
"Kak Lin, sedang apa disitu?" seru Yaya sembari tangannya mengumpulkan selimut untuk menutupi tubuhnya yang dia rasa tidak pantas di lihat, lebih-lebih oleh pria dewasa yang kata ingin menikahinya.
"Sedang membaca." Jawab Halilintar dengan santai seraya mengangkat bacaannya.
Yaya tahu itu tapi bukan itu yang dia maksud. Kenapa Halilintar ada diruangannya di pagi-pagi buta? Pria itu tidak ada kerjaan lain? Bukankah seharusnya seorang raja itu sibuk?
"Aku suka melihat mu tidur."
Hah?
"Saat kau tidur kau sangat lucu dan menggemaskan."
Pria itu bilang apa?
"Dan hanya saat kau tidur saja aku tidak memikirkan kemungkinan kau akan pergi dariku."
...
Yaya cuma bisa menelan ludah. Perkataan Halilintar sedikit banyak membuat jantung berdebar kencang. Tapi dia bingung perasaan itu antara ngeri atau senang. Namun kali ini Yaya tidak mau terhanyut dulu ucapan Halilintar. Tidak saat dia baru saja membuka mata dan mendapati pria itu berada di kamarnya.
"Kak Lin, sebaiknya-"
"Mari keluar." Ujar si raja tiba-tiba.
Hah?
Mengetahui ekspresi tidak paham calon istrinya (ehem) Halilintar menutup bacaannya dengan suara 'buk' lalu berdiri, membuat Yaya bisa melihat jelas penampilan keseluruhan Halilintar di pagi ini.
Pria itu tampan sekali.
Tanpa busana mewah dan rumit kebesarannya, Halilintar yang cuma memakai kemeja putih dan celana hitam yang digelung ujungnya serta sepatu sandal yang nyaman. Oh! Jangan lupakan tatanan rambut Halilintar yang turun menutupi dahi. Rasanya Yaya seperti sedang melihat artis korea yang kerap mamaknya tonton di rumah.
Padahal sudah punya anak dua tapi kok kelihatan sangat panas dan berbahaya begitu sih. Yaya jadi pusing tidak siap di beri asupan pagi-pagi.
"Aku tahu kau tidak mau makan bersama di aula makan," Yaya mengangguk membenarkan, " Jadi ayo keluar ke kota untuk jalan-jalan pagi dan sarapan. Tapi kita pulang saat aku bilang kita kembali. Bagaimana?"
Siapa Yaya bisa menolak ajakan jalan-jalan itu?
"Kita jalan-jalan? Ke kota?" Yaya bahkan tidak sadar menaikan nada suara nya hingga mengusik dua bocah kembar di sisi kanan dan kirinya.
"Eghh...Ayah?" Blaze setengah bangun seraya mengucek matanya untuk melihat jelas sosok tinggi menjulang sang ayah. Mata jingganya melihat sayu kakak cantiknya yang lebih dulu bangun dan Ice yang bebal tidak mau membuka mata meski terganggu.
"Blaze, Ice, kita akan jalan-jalan pagi ke kota." Seruan Yaya yang penuh semangat di sambut tak kalah semangat kedua bocah serupa itu.
"WOAH! Benarkah? Kita keluar pagi ini? Sekarang?!" Blaze berseru senang.
"Makanan istana memang lezat tapi sesekali makan di kota bagus juga." Sang pangeran yang terkenal tidak suka banyak bergerak Ice perlahan bangkit dari gelungan selimut meski dia dengan sengaja menyandar pada bahu Yaya yang dengan senang hati mengelus sayang kepalanya.
Sementara itu yang paling dewasa di ruangan itu menatap datar tiga manusia diatas ranjang yang nampak girang dengan 'jalan-jalan' yang dia cetusnya. Tapi...
"Hm? Aku tidak bilang akan mengaj-"
Seolah bisa membaca pikiran sang ayah, Ice bertindak cepat menyela, "Kak Yaya, aku dan Blaze akan kembali dulu ke kamar kami untuk berganti baju dan memberitahu Tokasa. Kak Yaya sebaiknya juga segera bersiap." Ujar Ice yang telah bangun sepenuhnya. Mata birunya juga menatap kembarannya yang terlihat mengerti dengan tindakannya barusan.
"Ayo Ice cepat. Jangan buat Ayah dan Kakak Yaya menunggu." Bertingkah seolah mereka diburu oleh waktu, Blaze dengan sukarela menarik Ice yang dia tahu berjalan sangat lambat saat bangun tidur.
Halilintar menghela nafas. Tangannya menyugar helaian hitamnya tanpa mengetahui tindakannya itu sedikit membuat Yaya tercekat.
"Yaya, aku hanya ingin mengajak mu , bukan Blaze dan Ice." Tukas Halilintar memandang gadis merah muda itu.
"Loh? Lebih banyak lebih meriah, Kak Lin. Memang kenapa kalau mereka ikut?" tanya Yaya tidak mengerti Halilintar terlihat keberatan kedua putranya ikut bersama mereka.
"Mereka akan menggangu kencan kita." Jawab Halilintar tanpa beban. Tidak tahu kalau ucapannya bagai bom season dua di pagi ini.
Tadi dia bilang, "K-K-Kkkkken-can?!"
"Kau tidak tahu? Kencan adalah saat seorang pria dan wanita-"
"SAYA TAHU ITU!"
Pada akhirnya Yaya menjerit malu mencegah Halilintar menjelaskan arti kencan padanya. Yaya bukan orang bodoh. Dia tahu, sangat tahu definisi kencan itu. Tapi kenapa begitu mendadak? Setelah tempo hari Halilintar melamarnya tiba-tiba di loteng kedai dan sekarang bilang mereka akan kencan saat Yaya baru bangun tidur dengan wajah kucel dan berminyak.
Yaya lalu menyimpulkan bahwa Halilintar vir Mechamato bukanlah pria yang romantis.
"Ups..." Yaya buru-uru menutup mulut kecillnya. Dia tadi tidak berpikir dengan siapa dia berhadapan saat berteriak. Dengan sedikit takut Yaya menatap mata merah Halilintar, berharap pria itu tidak tersinggung.
Namun yang dipikirnya salah. Bukannya marah, si raja Neosantara justru terkekeh geli seperti biasa kala Yaya bertingkah menggemaskan baginya.
Dasar gila.
"Tenang, sayang. Aku tidak akan menghukummu meski aku harus." Kata Halilintar dengan senyuman kecil yang teramat tampan. Membuat pipi Yaya sedikit merah.
"Bersiaplah. Kita berangkat sebelum matahari terbit." Halilintar menepuk puncak kepala Yaya sebelum melangkah keluar ruangan. Sebenarnya dia menahan keinginan kuat untuk sekedar memberi kecupan pada pipi atau bibir gadis pujaannya.
Tak apa, Halilintar akan menuntaskan nya lain kali.
Di depan pintu ruangan Yaya, Halilintar tidak segera beranjak pergi. Tangannya merogoh kantung celananya dan mengambil sesuatu dari sana.
Sebuah benda berwarna pink yang selalu melingkar di pergelangan tangan kecil Yaya. Halilintar menatap jam kuasa yang kata Yaya adalah sumber kekuatan nya untuk terbang sekaligus alat yang menghubungkan dengan teman-temannya.
"Maaf, kau tidak akan bertemu dengan pemilik mu lagi."
Dan jam kuasa gravitasi kembali dia simpan ke dalam saku celananya.
.
.
.
Di sebuah ruangan luas yang penuh dengan alat-alat berat dan rumit yang telah rusak dan mengeluarkan bunga api, sosok tinggi dengan helm dan topeng fullface berdiri mengamati sesuatu. Itu adalah penelitian portal yang sedang dikerjakan peneliti TAPOPS.
"Hem...menarik. Sebuah planet yang memiliki kehidupan persis seperti bumi." Suara ny serak dan menyeramkan. Seolah dia ada yang mengganjal di tenggorokannya tapi tidak dapat di keluarkan.
Tangan nya yang bersarung tangan bergerak lincah pada layar hologram di depannya. Matanya membaca cepat seluruh kerja keras para peneliti tanpa melewatkan satu kata pun.
"Bisa membuka portal yang bahkan sangat -sangat jauh dari galaxy ini? Hahaha...ternyata kalian para tikus TAPOPS bisa pintar juga ya." Pria tinggi itu tertawa dan tidak segan menghina musuhnya yang baru saja dia habisi.
Lalu gerakan tangannya berhenti, dari balik topeng alisnya terangkat tinggi, "Salah satu anggota TAPOPS terjebak di sisi lain portal pada terakhir kali portal di buka. Cuma gadis kecil tapi..." pria itu terdiam memikirkan sesuatu. Matanya melirik dari celah sempit topengnya ke arah banyaknya tubuh yang bergeletak di lantai.
Salah satunya adalah bocah keparat bertopi bodoh merepotkan yang senang berpecah jadi banyak. Bocah yang kata superhero terkuat galaxy itu menyusahkan. Butuh lebih banyak usaha untuk menumbangkannya daripada Laksama Tarung yang cuma butuh lima jurus saja untuk dia habisi.
"HAHAHAHAHA! Aku menemukan tempat cocok untuk percobaan kecilku."
Dan tawa tersebut menggema di dalam Station TAPOPS yang telah di seludup oleh satu makhluk asing yang kini tertawa jahat macam psikopat gila.
End of Chapter
SAYA MASIH HIDUP, YEAHHHHH! Maaf maaf. Saya sibuk kerja belakangan ini jadi yaaa makin sedikit buat nulis. Huhuhuhu.
BTW bagaimana dengan chapter ini? Jujur aku tuh mau ketawa membaca komentar kalian yang enggak suka sama Hali, karena gimana ya? Yakali ku bikin Hali raya bucin versi menye-menye, tar kalian engak doki-doki atau gregetan sama Hali-Yaya dan malah jijik. Wkwkwkw...
Hehe...selamat membaca readers ku tercinta.
Jangan lupa VOTE and COMMENT ya. FOLLOW juga Authornya biar makin mantap.
Salam hangat
Ellena Nomihara.Minggu 21 Maret 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro