Chapter 2 : Raja Neosantara
Jangan lupa untuk Vote dulu yaa^^
Yaya mematung.
Meski cuma sekilas, Halilintar yakin gadis itu terkejut saat mendengar namanya. Bahkan setelah dia bertanya kenapa, Yaya tidak berkata tidak ada apa-apa.
Tapi setelahnya dalam perjalanan terbang ke pondoknya, Halilintar menyadari Yaya mengamatinya diam-diam dan akan berpaling cepat bila dia menoleh.
Ada apa? Mungkinkah Yaya mengenal sosok anak kecil yang dulu dia tolong?
"Kak Halilintar, kita akan sampai."
Yaya benar. Di depan dia bisa melihat pondok rahasia milik raja Neosantara turun temurun. Lokasi nya agak jauh dari peradaban kota terdekat dan berada di antara dua bukit kecil. Untuk sampai disana lumayan sulit. Rombongan raja sekalipun perlu waktu dua hari dengan kendaraan khusus untuk mencapainya.
Pondok raja ini dibangun untuk keluarga kekaisaran terlebih raja sebagai tempat menenangkan pikiran. Udara segar dari pepohonan serta sungai yang mengalir tepat dibawah gerbang masuk, sangat cocok untuk menyegarkan pikiran raja yang selalu diisi permasalahan politik dan intrik kekaisaran.
Di pelataran pondok (kastil), Halilintar melihat banyak orang berkumpul. Mereka adalah para maid, butler dan pasukan pengawal raja. Hari sudah beranjak sore dan matahari hendak tenggelam tapi raja mereka yang berkata akan kembali sebelum siang atau sore belum juga kembali hingga sekarang mereka semua berdiri menunggu dengan cemas.
Dari atas Halilintar melihat salah seorang maid menunjuk ke atas dengan muka terkejut kemudian di susul dengan yang lain. Mereka yang menunggu dibawah sana tercengang melihat raja mereka terbang diudara bersama seorang gadis tak dikenal serta pengawal-pengawal yang terluka.
Halilintar mengerti. Mereka pasti sangat heboh saat ini.
"Astaga!...Yang Mulia...Anda...Anda..."
"Raja ku...anda... terbang...lalu pengawal juga..."
"Mata ku tidak terbalik. Yang Mulia Raja benar-benar terbang!"
Tepat seperti dugaannya. Mereka semua terkejut. Tidak setiap hari kau melihat Raja mu pulang dengan seorang gadis muda terbang diangkasa.
Tapi Halilintar benar-benar butuh diobati sekarang.
"Yang Mulia! Anda terluka, mari kita ke dalam dan saya akan panggil dokter segera." Gopalji, seorang butler miliknya segera tanggap saat melihat luka-luka Halilintar sesaat setelah mendarat.
Beruntung dia memilih orang-orang yang tepat bekerja untuknya.
Gapalji menawarkan bantuannya pada Halilintar yang langsung di terima. Namun tangan kanannya menangkap tangan Yaya yang berdiri kikuk dengan muka terkejut.
Ah! Gadis ini sepertinya tidak menyangka kalau yang ditolongnya adalah seorang raja.
"Rajaku, siapa gadis muda ini...?" tanya Gopalji, merasa heran karena rajanya bersama dengan gadis tidak dikenal dan sekarang memegang tangan gadis itu seolah tidak mau berpisah.
"Gopal, dia Yah Yaya, penyelamat nyawaku. Layani dia seperti kau melayaniku." Kata Halilintar dengan nada seorang raja.
Sang butler menjawab paham, "Baik rajaku."
Tapi Yaya buru-buru berkata, "A-Ah tidak. Tidak perlu melayaniku atau apapun. Saya cuma kebetulan lewat tadi dan karena kaka-Ah maksudku Yang Mulia Halilintar hampir diserang pak beruang jadi saya hanya menolong saja."
Halilintar tidak bisa menahan tawa kecil melihat Yaya yang panik dan terbata menggunakan bahasa formal.
"Karena Kaka-duh maksudnya Yang Mulia Raja Halilintar sudah disini jadi saya pamit undur diri. Maafkan kelancangan saya tadi Yang Mulia." Yaya menunduk tidak berani beradu mata dengan pria yang ternyata adalah penguasa tanah dia berpijak. Sangat kentara gadis itu tidak nyaman dengan keadaan sekitar dan ingin segera pergi dari sana.
Namun semua nya tertahan karena Halilintar tidak membiarkan genggamannya lepas.
"Jangan begitu, Yaya. Kau sudah menyelamatkan nyawaku dan pengawal-pengawalku. Tanpamu kami mungkin tidak akan pernah kembali dengan selamat. Jadi biarkan aku membalas budi padamu." Halilintar mengencangkan genggamannya. Dia benar-benar tidak ingin Yaya kabur, apalagi gadis ini bisa terbang kapan saja dia melepas tautan tangan mereka.
"Tidak perlu Yang Mulia, saya...saya-"Yaya ingin mengelak tapi sayang sekali Halilintar tidak menerima penolakan.
"Hari juga sudah malam, bukan seorang pria membiarkan wanita yang telah menolongnya berkeliaran dimalam hari." Bujuknya menatap langsung wajah Yaya.
Perkiraannya, Yaya tidak mempunyai tempat berteduh saat ini. Menyampingkan fakta dulu mereka pernah bertemu, di sekitar pondok ini hanya ada hutan. Yaya juga pasti tidak tinggal di kekaisaran ini dengan baju aneh miliknya.
"Itu...memang benar tapi..." Yaya berguman kecil.
Tepat sasaran. Yaya tidak memiliki tempat tinggal disini, atau bahkan ditanah kekaisaran ini.
Halilintar kembali berusaha membujuk dengan senyum diwajah tampannya, "Tinggallah sebentar. Para pengawalku yang terluka juga pasti ingin bertemu dan berterima kasih dengan penolong mereka."
Gopalji menunggu dengan sabar. Meski dalam hati dia ingin segera membawa masuk rajanya lalu mengobatinya tapi dia mengenal baik Halilintar dari kecil. Saat ini raja nya sedang menahan seorang gadis muda untuk ikut beristirahat dalam pondok keluarga raja. Mungkin rajanya memang ingin membalas budi jadi akhirnya Gopalji mengangkat suara.
"Nona muda, jangan menolak kebaikan hati Yang Mulia Raja. Raja kami sangat berterima kasih pada nona dan ingin memastikan penolong nyawanya, anda, mendapat tempat yang hangat dan makanan lezat untuk bermalam. Mari ikut kami Nona."
Halilintar menepuk ringan pundak Gopalji tanpa siapapun tahu kecuali butler nya. Gopalji benar-benar bisa diandalkan.
Pada akhirnya Yaya menerima kekalahan. Dia tidak enak hati bila terus menolak tawaran baik kedua orang didepannya.
Dengan kaku Yaya sedikit menundukkan tubuhnya dan menjawab "Te-Terima kasih atas tawaran Kakak-Yang Mulia."
Halilintar tersenyum puas dan senang. Dia juga sedikit geli dengan usaha Yaya yang memaksa terlihat sopan, apalagi selalu salah memanggilnya.
"Yaya, kau bisa memanggilku apa saja." Katanya pelan. Mengagetkan semua orang yang mendengar , terlebih Yaya dan Gopalji.
"Rajaku."
"Tidak-tidak. Mana mungki-"
"Gopal, bantu aku masuk. Lalu obati juga para pengawal yang terluka!" Halilintar tidak ingin mendengar bantahan lain jadi dia segera menyuruh butler nya membantu nya berjalan ke dalam pondok (baca; kastil besar) miliknya. Diikuti para maid dibelakang dan prajurit yang membopong pengawal terluka.
Sedangkan Yaya, dia berjalan disamping sang raja yang tidak mau melepas tautan tangan mereka sedikitpun.
"Jangan pergi kemana pun Yaya."
****
Halilintar adalah raja yang sempurna. Dia ahli senjata, beladiri dan strategi. Kekaisaran Neosantara bukan tidak pernah mengalami perang dan selalu aman sejahtera. Dalam sejarah, tidak terhitung berapa kali kerajaan-kerajaan jajahan dibawah kekaisaran memberontak dan berusaha menggulingkan Kekaisaran Neosantara.
Halilintar pun tidak luput dari perang. Dia memang tidak seakut saudara gilanya, Taufan, yang suka berkelahi dan membantai musuh di medan perang, Halilintar bisa memenangkan perang dengan strategi jitu miliknya. Dia tidak pernah khawatir meninggalkan kursi tahta karena selalu ada Gempa, Duke tertinggi dalam bangsawan, yang akan mengambil alih perintah sejenak.
Tapi Halilintar tidak pernah menduga akan dihadapkan pada sesuatu yang lebih memusingkan dari steategi perang paling jitu di dunia.
Nyatanya, menahan Yaya untuk tinggal disisinya adalah tantangan terbesar dari semua perang yang Halilintar ikuti.
Sungguh, ada apa dengan wanita?
Halilintar harus memutar otak tiap satu jam sekali karena tepat setelah meninggalkan tempat tidur, Yaya bergegas menemuinya dan meminta pamit untuk pergi.
Tentu saja Halilintar menolak-dengan tersirat.
Dia menolak permohonan pamit Yaya dengan dalih sarapan bersama terlebih dahulu. Kemudian Halilintar cepat mengatakan akan mengajak Yaya berkeliling pondok (baca: kastil ) miliknya. Lalu berlanjut menarik Yaya mengunjungi para pengawal yang kemarin terluka lalu masih banyak lagi.
Karena kakinya yang cidera, Halilintar beraktivitas dengan kursi roda. Dia mengusir Gopalji menjauh dan meminta Yaya untuk mendorong kursi rodanya. Jadi selama hampir seharian itu Halilintar bersama Yaya. Berdua saja karena dia tahu Yaya tidak nyaman dengan Gopalji, maid dan pengawal yang mengikuti dari dekat.
"Kak Lin sudah menjadi raja dari umur berapa?" tanya Yaya seraya menatap kupu-kupu biru yang bertengger di jemari tangannya.
Sekarang mereka ada di taman bunga pondok raja. Taman itu luas dengan jalan setapak dan dinding semak serta bermacam bunga menghiasinya. Setelah Halilintar bersikeras meminta Yaya menganggilnya sebutan selain 'Yang Mulia' 'Raja' dan sejenisnya, Yaya berakhir memanggilnya 'Kak Lin' karena "Kak Halilintar' terlalu panjang. Opsi lain seperti "Kak Hali' Halilintar menolak karena mirip nama anjing milik Taufan. 'Kak Lintar' bagus tapi juga aneh. 'Kak Halili' atau 'kak Lili' apalagi! Halilitar sempat kesal namanya dibuat bercanda. Akhirnya mereka sepakat dengan 'Kak Lin"
"Aku naik tahta saat umur dua puluh lima tahun." Jawab Halilintar singkat tanpa mengalihkan matanya dari gadis muda di depannya.
Tapi kemudian Yaya menoleh cepat hingga kupu-kupu di tangannya terbang menjauh, "Hmm? Kak Lin baru-baru ini diangkat?" tanya Yaya sekali lagi.
Halilintar menggeleng seraya mengulum senyum. Sangat sulit membuat Yaya untuk tinggal seharian ini dan bila dia berhasil menahan Yaya hingga malam lagi, masih ada besok yang akan mereka habiskan bersama. Karena itu, melihat Yaya yang penasaran akan kehidupannya sangat menghibur.
"Tidak. Itu sekitar lima tahun yang lalu." Kata Halilintar ringan.
"APA? Ups! Maaf-maaf." Raja Neosantara itu menutup mulutnya menahan tawa saat Yaya tiba-tiba berdiri terkejut lalu selanjutnya melambai panik pada para bawahnnya yang menunggu mereka agak jauh. Halilintar juga melambai singkat pada mereka sebagai tanda tidak ada masalah.
Dengan senyum tipis dia bertanya "Kenapa kau terkejut Yaya?"
"Saya kira Kakak baru dua puluhan. Kak Lin terlihat sangat muda dan sangat tampan."
Oh? Halilintar menyeringai dalam hati. Selama ini dia tidak pernah mengambil hati pujian pada wajah miliknya tapi saat Yaya memuji ketampanan mutlak keluarga raja, Halilintar merasa wajahnya sedikit memanas dan bangga.
"Terima kasih pujian nya. Kau juga cantik dan manis Yaya." Pujinya sengaja.
Halilintar melihat Yaya terdiam sebentar sebelum tersenyum cerah dan berterimakasih.
"Umur kak Lin dua kali lipat umurku berarti Kak Lin sudah menikah, benar?" Agak sulit memahami perkataan Yaya yang agak unik tapi untungnya Halillintar paham maksud gadis itu.
"Aku pernah menikah sekali. Tapi istriku meninggal saat melahirkan anak kembar kami." Kata Halilintar tanpa beban. Dia memang menghormati wanita yang pernah menjadi istri dan ibu anak-anaknya tapi Halilintar tidak bersedih atas kematiannya karena tidak ada cinta antara keduanya.
"Oh maaf Kak Lin." Ujar Yaya menyesal. Sang raja Neosantara tersenyum kecil, "Tidak apa Yaya."
"Kau sendiri Yaya? Ceritakan tentang dirimu." Ini adalah giliran Halilintar. Dia ingin mengetahui siapa sosok Yaya Yah. Sedikit demi sedikit. Hingga mungkin saja dia bisa tahu mengapa sosok nya tidak berubah dari dua puluh lima tahun yang lalu.
"Saya hanya warga negara biasa. Saya masih berumur lima belas tahun jadi saya tidak punya cerita-cerita hebat untuk dikisahkan." Katanya sedikit menunduk. Sebelah tangan Yaya mengusap benda bernama jam di pegelangan tangan lain. Halilintar mengamati, perasaan nya berkata bahwa Yaya tidak memberitahu sebenarnya.
Yaya memang berbagi cerita dengan seperti dia tinggal bersama dua orang tuanya dan seorang adik laki-laki bernama Toitotoy ( nama yang aneh) dan sering bermain dengan lima sahabatnya-satu perempuan dan tiga laki-laki. Namun Yaya tidak memberitahu dimana dia tinggal, asal kekuatanya atau bahkan nama teman-temannya.
Yaya merahasiakan sesuatu darinya. Sesuatu yang besar dan penting.
Tapi Halilintar sudah bisa menebak akan begini jadi dia tidak akan memaksa Yaya lebih jauh. Selama Yaya tetap berada disampingnya, Halilintar bisa membongkar semua rahasia Yaya suatu saat nanti.
"Yaya punya adik, berarti menyukai anak kecil kan?" Halilintar kembali memutar otak jeniusnya untuk mengubah topik sekaligus kesempatan.
Yaya menjawab semangat, "Tentu saja. Toitotoy masih kecil jadi dia masih punya pipi gembul dan badannya juga montok. Comelnyeeeee..." Halilintar tidak tahu arti kata terakhir tapi mungkin Yaya cuma gemas membayangkan adiknya yang masih bayi.
"Kalau begitu mau berkenalan dengan anak kembarku? Dua keponakanku juga masih balita, kau pasti senang bertemu mereka." Kata Halilintar dengan senyuman.
"Benarkah? Tentu saja! Tentu saya ingin-tunggu sebentar" tiba-tiba Yaya berhenti menyadari sesuatu, " Maksud Kak Lin menemui mereka itu, pergi ke istana Kakak?"
Halilintar mengangguk dengan senyum tipis.
Yaya tidak menjawab. Terlihat sekali dia ingin berkenalan dengan bocah tampan lucu milik Halilintar yang juga tampan tapi bayangan pergi ke istana besar itu menakutkan.
"Nama anak kembarku, Blaze dan Ice. Blaze anak yang ceria dan Ice anak yang kalem. Meski tidak pernah mengeluh padaku, aku selalu tahu mereka berdua selalu kesepian dan menginginkan kakak perempuan." Bohong. Ice mungkin tidak pernah mengeluh tapi Blaze adalah anak kelebihan tenaga yang selalu haus perhatian ayahnya. Halilintar mencintai putra-putranya tapi dirinya terlalu sibuk hingga menyerahkan mereka sepenuhnya pada nanny mereka. Dan apa itu? Ingin kakak perempuan? Bohong besar! Baik Blaze ataupun Ice benci perempuan! Apalagi yang ada disekitar ayahnya. Menurut keduanya, mereka saja anaknya jarang diperhatikan, apa hak wanita-wanita genit yang senang merayu ayah mereka itu?
Dari yang diperhatikan Halilintar, Yaya adalah pribadi yang penuh simpati dan lembut hatinya. Mendengar cerita dua anak kesepian dari sosok ibu pasti menyentil hati nya.
"Tapi kak Lin, istana itu...emmm..." Yaya kebingungan mencari kata yang tepat.
"Kenapa dengan istana ku Yaya?"
"Itu...saya takut tidak diterima disana Kak Lin. Saya orang biasa." Katanya terus terang.
Halilintar tidak bisa menahan tawa. Dari semua kemungkinan, Yaya mengatakan sesuatu yang benar-benar tidak perlu dikhawatirkan. Sungguh, benar-benar menggemaskan.
Dari jauh, Gopalji, yang melihat raja nya yang amat sangat jarang sekali tersenyum, atau hanya menyeringai kecil, kini sedang tertawa terbahak , mengagetkan dia dan pelayan dibelakangnya.
Oh Tuhan
Keajaiban apa yang engkau bawa hingga warna hangat nan cerah itu menghinggapi wajah kaku tuannya?!!
"Raja tertawa!"
"Astaga, Raja sangat tampan saat tertawa..."
"Iya benar. Baru kali ini aku melihat Raja Halilintar tertawa..."
"...lihat itu Ah! Aku akan pingsan melihat senyum raja."
Harusnya Gopalji menghentikan bisik-bisik pelayan yang sedang bertugas. Namun sekali ini saja, kali ini saja, dia akan membiarkan. Senyum kecil hadir dalam wajah tegas berangsur senjanya.
"Iya, Raja ku yang seperti itu sangat indah..."
End of Chapter
Hai! Hai! Jangan lupa buat Vote and Comment. Follow juga jangan lupa. Hehe^^
Ellena Nomihara, Kamis 8 Oktober 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro