Chapter 19 : Rencana Mematahkan Sayap Seekor Burung
Jangan lupa VOTE dulu yaa~
Selamat membaca^^
Beberapa jam sebelumnya
Makan malam tetap di laksanakan. Meski kesal Yaya tidak ada di sampingnya tapi Halilintar tidak mau kedatangan kedua saudaranya serta keluarga mereka menjadi sia-sia.
"Bagaimana kabar kalian, Ying'er? Hanna?" tanya Halilintar memecah suasana aula makan yang hanya terdengar dentingan piring dan pisau-garpu. Tidak peduli seberapa badmood nya dia, Halilintar tidak kehilangan wibawa dan sopan santunnya.
"Saya baik, Yang Mulia. Terima kasih atas undangan anda." Ucap Ying'er, istri Jendral Taufan yang memiliki rambut hitam dan mata biru. Dia duduk di antara suaminya dan Solar.
"Terima kasih atas undangan Yang Mulia. Saya sedikit merindukan suasana istana." Ujar wanita cantik bernama Hanna. Istri Gempa yang mempunyai rambut coklat madu dan mata biru. Dia duduk bersisihan dengan suaminya sedang putra tunggalnya, Duri, duduk diatas meja khusus balita.
Sepenuh hati Halilintar menahan diri untuk tidak mendengus dan menatap tajam iparnya yang termuda. Dia bukannya tidak sadar dengan tatajam memuja yang diam-diam wanita itu lemparkan padanya tapi Halilintar menjaga kesopananya, "Sesungguhnya aku meminta kalian berdua ikut datang ke istana karena aku mengira kalian bisa akrab dengan seseorang yang ingin ku kenalkan pada kalian semua."
Para orang dewasa langsung mengangkat alis. Dua wanita istri para Duke tidak tahu apapun sedangkan Gempa dan Taufan menebak siapa yang dimaksud kakak sulung mereka. Sedang Blaze dan Ice—yang izin lagi dari Akademi—berhenti menyantap pudding mereka dan menatap Ayah mereka.
Yang dimaksud sudah pasti Kak Yaya, batin mereka.
Tapi kenapa Halilintar membahas Yaya di makan malam keluarga?
Hanna yang merasa tidak nyaman tidak kuasa menahan diri untuk bertanya, "Siapa Yang Mulia." Dan detik berikutnya Hanna meringis karena mendapat cubitan dari suaminya yang meliriknya.
Mengabaikan pertanyaan Hanna, Halilintar menatap kedua suadara kembarnya, "Taufan, Gempa. Masih ingat dengan yang kukatakan tentang penyelamat kita saat umur lima tahun?"
Taufan kembali mengangkat alis, "Aku ingat. Kak Hali dulu sangat keukeh ada seorang gadis yang bisa terbang menyelamatkan kita bertiga." Jawabnya jujur. Tapi dia tidak mengerti kakaknya kembali mengungkit hal ini,
Namun kemudian Gempa tanpa di duga menyela, "Aku masih tidak percaya, Yang Mulia. Mustahil dia yang orang yang menyelamatkan kita dulu, tidak ada bukti." Bantah sang Duke bermata emas tersebut.
"Gempa, dia yang kau maksud sudah menyelamatkan hidupku dan putraku dalam kurun satu bulan." kata Halilintar tenang.
"Kalian bicara apa?" Taufan bingung. Dua saudara nya sedang berdebat entah apa di meja makan tentang seseorang di masa lalu. Yang menyelamatkan Blaze dan Ice? Gadis itu kan...yang bernama Yaya.
"Tapi Yang Mulia, bagaimana bisa dia tidak bertambah tua sedikit pun. Maksudku ini sudah lebih dari dua puluh lima tahun yang lalu. Sangat tidak masuk akal!" lagi, Gempa kembali berseru protes.
"Apapun sebabnya, selama ini aku benar. Yaya adalah orang menyelamatkan kita dari kematian. Aku, kau dan Taufan punya hutang nyawa padanya."
Hah? Tunggu-tunggu!
"Kak Hali, jangan bercanda!"
Akhirnya Tuafan menggunakan otaknya. Halilintar melirik nya dengan seringai miring, "Apa aku pernah bercanda, Taufan?"
Sang saudara tengah menjawab, "Tidak. Tidak pernah. Tapi ini—aghh jelaskan kenapa gadis itu tidak berubah sama sekali Kak. Aku tahu kau tahu sebabnya."
Terjawab sudah rasa penasaran Taufan kenapa Halilintar sangat-sangat perhatian pada gadis bernama Yaya. Gadis itu adalah alasan kenapa kakaknya berubah saat kecil. Kalau Taufan bilang, Halilintar sudah lama menyukai sosok penolong mereka hingga membuatnya agak gila.
"Aku tahu tapi itu tidak ada urusannya dengan kalian. Sekarang yang ingin ku beritahu kalian adalah aku ingin menikahi Yaya. Ying'er dan Hanna, aku ingin kalian berdua secara pribadi membantu Yaya menyiapkan diri menjadi seorang Lady."
Semua orang langsung terkesiap. Tidak menyangka dengan ucapan raja mereka.
"Yang Mulia itu—"
Halilintar menyela semua perkataan semua orang yang ingin memprotes ucapannya, "Kalian semua diam. Gempa, Taufan, kalau kalian ingin bertanya lebih jauh, kita bicara di ruanganku." Mata merahnya lalu berpaling melihat kedua adik iparnya, "Aku ingin kalian berdua menjaga mulut kalian dan tolong lakukan permintaanku." Katanya dengan nada dingin dan sedikit mengancam.
Ying'er sama terkejut dan penasaranya dengan gadis bernama Yaya ini tapi dia lebih memilih tidak memancing kemarahan rajanya dan mencari tahu nanti, "Baik Yang Mulia."
"Bertemanlah dengan nya Ying'er." Pinta nya dengan arogan.
"Baik, saya akan berusaha, rajaku."
Sementara itu Hanna bungkam dengan tangan mencengkram kuat gaun miliknya. Dia menatap tidak percaya pria nomer satu di kekaisaran itu memutuskan untuk menikah lagi. Apalagi dengan gadis asing yang sama sakali tidak dikenal.
"Saya juga akan berusaha, Yang Mulia." Lirihnya dengan kepala tertunduk.
Halilintar maupun Gempa melirik sang wanita berambut madu. Gempa sudah pusing dengan masalah pernikahan yang tiba-tiba dilontarkan Halilintar dan kini melihat istrinya sendiri cemburu kakaknya menikah lagi sedikit menyakiti hatinya.
"Siapa orang yang bernama Yaya ini?" tanya Solar, si bocah jenius, tiba-tiba.
Para orang dewasa tidak ada yang mau menjawab, membuat Solar jadi kesal. Dia lagi melihat Ice yang menggerakkan mulutnya yang bermakna 'Akan ku ceritakan nanti'. Solar mengangguk saja karena dia memang sangat penurut pada Pangeran Ice.
Suasana makan malam menjadi tegang. Halilintar tidak lagi ingin menjawab apapun dan memilih meminum wine miliknya. Dan pada saat itu pertanyaan putra sulungnya, Blaze, membuatnya hampir terjatuh dari kursi.
"Ayah ingin menikah Kak Yaya? Memangnya Kakak cantik sudah setuju ingin menjadi istri Ayah?"
"Uhuk uhuk uhuk "
Untuk pertama kalinya dalam hidup, semua orang yang berada di aula makan melihat sang raja Neosamtara yang agung tersedak dan batuk keras karena pertanyaan anak kecil.
.
.
.
"Cari tahu tentang perempuan yang dimaksud Yang Mulia Raja! Aku ingin informasi saat aku bangun besok pagi."
Seorang maid di depannya membungkuk hormat, "Baik, Nyonya." Kemudian keluar meninggalkan junjungannya yang kesal dan benci.
"Siapa dia? Siapa Yaya ini? Perempuan mana lagi yang menarik perhatian mu, Halilintar."
.
.
.
Setelah kembali dari ruangan Yaya, Halilintar kini berada di ruangan kerja miliknya dan di depannya Gempa dan Taufan duduk mendengar ceritanya.
"Jadi Yaya ini dari planet lain—ugh bumi lain yang sangat-sangat jauh dari sini. Dia tersesat setelah portal penghubung miliknya rusak dan karena suatu alasan yang tidak Kak Hali mengerti, Yaya ini tidak menua sama sekali sejak dua puluh lima tahun yang lalu."
Halilintar menganggukkan kepalanya pada ringkasan Taufan. Dia cukup takjub Taufan benar-benar memasang telinga dan menggunakan otaknya kali ini.
"Dia berkata sedang melakukan percobaan dengan portalnya." Ujarnya lagi seraya menyisip Teh hitamnya.
"Dan Kak Halilintar percaya begitu saja?" kini gantian Gempa yang bertanya. Dari suara sangat terdengar bahwa adik bungsu sang raja itu masih tidak mau percaya.
"Yaya tidak berbohong. Dia tidak punya alasan untuk berbohong." Balas Halilintar dengan keyakinan penuh.
Yaya tidak berbohong, Halilintar tahu itu.
"Planet lain—Fuhh dan ku kira dunia tidak bisa lebih gila lagi." Guman Taufan menggelengkan kepalanya.
Gempa setuju. Dunia memang gila. Sedari awal dia memang menyangkal habis-habisan fakta bahwa Yaya adalah orang membuat kakaknya menggila saat kecil dulu. Tapi buktinya yaitu Halilintar sendiri, menyatakan bahwa itu benar. Ditambah Gempa sudah melihat sendiri laporan kejadian di pondok rahasia raja, laporan para pengawal yang selamat serta para prajutrit elite raja yang mengungkapkan bahwa gadis muda bernama Yaya ini benar-benar terbang di angkasa dengan membawa Blaze dan Ice.
"Baik, anggap semua nya benar. Tapi lihat dari sudut pandang lain Kak. Kalau benar ada makhluk lain di luar sana, Yaya bisa menjadi ancaman untuk kita." Tukas Gempa yang menarik reaksi kerutan pada dahi sang raja.
Gempa terus bicara, "Bagaimana kalau tiba-tiba teman-teman Yaya ini datang dengan serangan? Kalau gadis itu saja memiliki kekuatan luar biasa, teman-temannya juga pasti sama. Dan kak, kau bilang ingin menikahinya, bagaimana reaksi mereka nantinya? Apalagi gadis itu juga tidak mau menikah dengan mu."
"Siapa bilang Yaya tidak ingin menikah denganku?" sela Halilintar cepat, tidak suka dengan pernyataan akhir adiknya.
Taufan yang mendengarkan menggeleng. Dari semua penjelasan Gempa yang jadi perhatian Halilintar hanya bagian akhirnya saja.
"Kau tidak akan repot-repot menjemputnya ke kota kalau gadis itu menyukaimu kak. Kau boleh menyukai gadis itu tapi Yaya ini—aku tebak dia tidak bersedia saat kau melamarnya." Ujar Gempa dengan sedikit sinis. Dia tidak lagi menggunakan panggilan hormat pada Halilintar.
Telak. Gempa menebak nya dengan tepat. Dan sang raja tidak senang diingatkan tentang lamarannya yang ditolak dan digantung oleh sang pujaan hati.
"Dia akan segera menyukaiku, Gempa. Sedikit lagi dan Yaya akan bersedia menjadi istriku."
"Tapi pikirkan juga tentang kemungkinan kita diserang kak." Ujar Gempa tidak mau kalah.
Sungguh, Gempa sangat mencintai negerinya. Neosantara adalah warisan kedua orang tuanya yang diberikan pada ketiganya untuk mereka jaga dan rawat dengan raga serta jiwa.
"Tidak mungkin. Yaya adalah bagian dari superhero—pahlawan, penjaga galaxy—luar angkasa. Tidak ada alasan bagi mereka untuk menyerang Neosantara." Bantah Halilintar lagi.
Benar. TAPOPS tidak akan menyerang sebuah planet yang damai dan sejarahtera yang mirip bumi ini. Yang ada mereka justru akan memasukkan data planet dan menjaga galaxy mereka dari serangan Alien penggangu.
Tapi sekali lagi Gempa mendebat si sulung, "Ada! Kau memaksa gadis itu menikah dengan mu Kak. Entah apa yang akan mereka lakukan untuk merebut Yaya darimu, seperti—menembak dan menghancurkan kota dari langit?" cerocos Gempa berharap sang kakak mengerti.
Tapi Halilintar jauh lebih bebal dari pada dugaan Gempa.
"Dia tidak terpaksa Gempa. Yaya bersedia menikah denganku karena dia juga menyukaiku."
Kesal karena Halilintar terus menyangkal, akhirnya Gempa berkata sesuatu tanpa berpikir, sesuatu yang langsung di sesalinya.
"Suka dan cinta berbeda. Ku lihat tadi gadis itu tidak keberatan di gendong pengawalmu, Pang. Gadis itu kelihatannya juga suka padanya."
PRAKN
Halilintar menendang guci yang berada tepat di samping kursinya. Matanya yang merah menatap tajam dan marah pada Gempa yang sedari tadi tidak henti-hentinya mendesaknya hingga batas kesabaran.
Bahkan jika dia adalahnya Adiknya sekalipun, Halilintar tidak mentolerir siapa pun yang mencampuri urusannya dengan Yaya. Apalagi membuatnya kesal. Sepertinya Gempa sudah lupa jika Halilintar tidak suka dibantah.
"Katakan lagi dan aku akan mamancungmu, Duke Earthvein." Ancam sang raja dengan nada berbahaya. Sangat – sangat berbahaya.
Taufan yang diam sedari tadi, merinding dalam duduknya. Aura Halilintar kini menjadi dingin dan gelap. Saudara nya itu benar-benar marah kali ini. Kesabarannya terkuras lantaran terus dipojokkan, apalagi Gempa tadi membawa-bawa nama gadis itu dengan Pang. Tapi Taufan sekarang jadi tahu kalau Halilintar itu tipe laki-laki mudah cemburu.
Sedangkan Gempa mengumpat dirinya sendiri dalam hati. Dia memang kelihatan tenang tapi sejatinya Gempa sudah ketakutan dengan tatapan marah Halilintar. Tapi sebagian kecil hatinya, Gempa kecewa Halilintar lebih memilih membela perempuan asing itu daripada dia adiknya sendiri.
"Baik, terserah. Silahkan selenggarakan upacara pernikahanmu, Kak." Gempa tahu dirinya tidak akan menang melawan Halilintar, "Tapi sebelum itu aku minta dua hal."
Halilintar yang masih dengan aura gelap nya, tidak menyahut namun terus memandang adiknya yang kurang ajar tapi masih berani memberi penawaran.
"Satu, aku mau Taufan memperkuat kekuatan militer kita. Untuk berjaga-jaga saja, kita harus siap dengan segala kemungkinan untuk Neosantara." Gempa melihat Taufan yang menganggukkan kepalanya setuju. Tidak masalah untuk sang Jendral.
"Kedua, kalau kak Lintar masih ingin menikah dengan gadis itu, kakak harus mengambil jam tangannya." Halilintar tidak menduga syarat kedua Gempa ini. Tapi jika itu Gempa, si sulung bisa menebak apa yang dipikirkan adik bungsunya.
"Suka tidak suka, kekuatan gadis itu berbahaya. Akan lebih baik jika jam itu, yang menjadi sumber kekuatannya, menjadi milik harta Kekaisaran dan menyimpannya di ruang harta." terang Gempa.
Dia telah berpikir matang-matang. Yaya berbahaya. Meski gadis itu menggunakan kekuatan nya itu untuk menolong orang, tetap saja seorang gadis yang bisa terbang dan mengalahkan segerambol penculik dan membunuh beruang sekali pukul, itu berbahaya dalam kamus Gempa.
Jika Yaya akan menjadi anggota Kakaisaran, gadis itu harus dibersihkan. Wanita kerajaan tidak boleh mengangkat senjata. Dan jam tangan milik Yaya adalah definisi senjata terkuat yang bisa dibayangkan oleh Gempa.
Halilintar tenggelam dalam pikirannya. Ide Gempa tidak buruk. Gagasan mengambil jam tangan Yaya sudah ada sedari dia tahu bahwa jam itu asal kekuatan Yaya. Karena dengan tidak adanya benda itu, Yaya tidak akan bisa kabur lagi. Yaya akan menjadi gadis biasa, yang membuat Halilintar lebih mudah mendominasinya serta Yaya akan lebih tergantung padanya.
Satu hal masalahnya ialah Yaya akan membencinya.
Mengambil jam tangan itu sama hal nya seperti mematahkan sayap Yaya untuk terbang. Tidak ada seekor burung pun yang tidak sedih saat sayapnya hancur dan tidak bisa terbang lagi.
"Setelah ini kau tidak diperbolehan memberi bantahan apapun, Gempa."
Itu berarti iya. Gempa memenangkan perdebatan sengit ini.
"Baik Yang Mulia."
.
.
.
Halililintar mendesah panjang. Kepalanya pening setelah berdebat panjang dengan Gempa. Adiknya yang satu itu memang merepotkan saat tidak sejalan dengan nya. Tapi Halilintar tidak bisa membantah bahwa poin-poin yang dikatakan Gempa adalah benar.
Yaya berbahaya. Mungkin saja suatu saat negerinya diserang oleh pasukan yang tidak bisa dia lawan.
"Tapi melepaskanmu bukan pilihan. Aku menginginkanmu jika itu berarti aku harus masuk neraka setelah mati nanti." ...Yaya.
Halilintar sudah terlalu lama menunggu.
Dia ingin bahagia. Hidup sampai tua dengan gadis yang dicintainya.
'Kalau dengan 'mematahkan sayapmu' aku bisa memilikimu Yaya, akan ku gunakan seluruh hidupku untuk menebusnya dan membuatmu bahagia. Apapun selain pergi dariku.'
.
.
.
.
End of chapter
Hai! Hai!
Jangan lupa VOTE and COMMENT nya readers. FOLLOW juga Authornya biar makin mantap. Hehe
Sampai jumpa chapter depan.
Salam Hangat
Ellena Nomihara.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro