Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

59 - Moving Day

Khusus hari ini, tenant kuliburkan. Ada beberapa hal yang ingin kubicarakan bersama rekan-rekanku terkait tempat baru. Kami berkumpul di gedung yang biaya sewanya sudah dibayarkan. Akhirnya aku mendapatkan tempat yang strategis ini. Allen mengurus semuanya sampai tuntas. Aku tidak akan mendapat tempat ini tanpa bantuannya.

Kami duduk melingkar di lantai dua tanpa alas mengingat bangunan ini masih sangat kosong. Namun, aku dan Allen sudah membersihkan tempat ini dua hari lalu, tepat setelah menemui pemilik gedung untuk menyelesaikan urusan penyewaan. Aku benar-benar berutang banyak pada Allen. Aku sungguh tidak ingin memanfaatkan kebaikannya untuk urusanku. Allen terus meyakinkanku kalau tidak apa-apa meminta bantuannya. Sayangnya, ini menyisakan perasaan tidak enak. Aku takut dia mengharapkan sesuatu yang tidak bisa kuberikan padanya.

Itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan sekarang, kurasa. Ada hal lebih serius yang membutuhkan perhatianku dan menjadi alasan kenapa kami berkumpul siang ini.

"Karena kita punya tempat baru, aku berencana akan membagi tugas penempatan kalian. Dalam sehari, tiga orang akan berjaga di Macy's, tiga orang lagi di sini. Aku tahu ini keputusan yang sedikit terburu-buru, tapi kita perlu tempat yang lebih layak untuk pekerjaan ini. Rumahku terlalu jauh untuk dijadikan markas pengemasan barang, jadi kita akan memindahkannya ke sini."

Sebentar aku diam untuk melihat reaksi mereka, lalu menyodorkan setumpuk kertas ke dua orang di sebelah kiri dan kananku untuk kemudian dibagikan masing-masing dua lembar ke orang di sebelahnya, terus begitu sampai semua orang mendapatkannya.

"Jadwalnya kuatur sementara seperti itu, kita masih bisa berdiskusi barangkali ada yang keberatan atau ada yang mau bertukar. Karena ke depannya kita mungkin akan lebih sibuk, aku membutuhkan bantuan dua dari kalian untuk menjadi penanggung jawab Macy's dan tempat ini. Emma di Macy's, dan Ari di sini. Suatu saat ini mungkin akan berubah lagi, jadi mohon kerja sama teman-teman agar kita berkembang jauh lebih baik. Sampai di sini, ada masukan?"

Jujur saja, sekarang aku berdebar-debar. Bisa dibilang baru kali ini aku memutuskan sesuatu sendirian, tanpa berdiskusi dulu sebelumnya. Lalu mempresentasikannya di depan orang banyak. Ya, sepuluh orang itu sudah banyak bagiku. Ini jauh berbeda seperti dulu, saat hanya ada lima orang rekan kerja dan kami selalu mendiskusikan banyak hal bersama. Sayangnya, aku perlu menjadikan waktu senggangku lebih produktif daripada memikirkan tentang buruknya situasiku dengan Killian di rumah.

Perhatianku teralihkan pada Ari yang mengangkat tangan. Aku mempersilakan dia untuk bertanya dengan isyarat anggukan.

"Sebagai penanggung jawab tempat ini, apa yang harus kulakukan?"

"Untuk itu, jujur saja aku belum memastikan tempat ini akan dijadikan apa selain markas untuk pengemasan. Karena manekin, rak, masih dipakai di Macy's. Aku tidak ingin boros dengan membeli perkakas baru karena ke depannya semua itu akan dipindah ke sini." Aku bergumam, sadar kalau itu belum sepenuhnya menjawab pertanyaan Ari. "Aku tidak mungkin berada di dua tempat sekaligus, jadi penanggung jawablah yang akan kuhubungi jika aku memerlukan sesuatu atau untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Dan kalau di tempat kalian ada masalah, penanggung jawab yang akan menghubungiku. Aku tidak bermaksud membatasi komunikasi dengan yang lainnya, aku hanya berusaha untuk mengefektifkan komunikasi. Kita masih bisa membahas hal santai di grup chat, dan kuharap kalian menganggapku sebatas rekan kerja, bukan atasan."

Ari mengangguk-angguk. Wajahnya berbinar, sejak dulu dia sering memandangku dengan cara seperti sedang mengagumi, padahal aku pun tidak sebagus itu. "Baiklah aku paham. Terima kasih, Ana."

"Sedikit masukan, teman-teman." Emma baru tersadar kalau forum masih aku yang memimpin setelah mengatakan itu. Aku hanya mempersilakannya untuk bicara ketika dia menatapku. "Walaupun santai, kita tetap harus serius, oke? Ana sudah sangat baik memberi kita kelonggaran sebagai anak buahnya. Dia tidak membuat aturan ketat, tapi tidak bercanda soal gaji kita. Kita harus membuat pelanggan yang datang pulang dengan kantong belanja, atau memesan sesuatu yang membuatnya kembali lagi ke tempat kita."

Wow. Kupikir Emma lebih cocok menjadi seorang bos ketimbang aku. Lihat saja, dia berhasil membuat yang lain diam terpaku dan suasananya menjadi lebih serius. Mungkin faktor usia juga memengaruhi. Di antara kami semua, dia adalah yang tertua, kira-kira enam atau tujuh tahun di atasku. Pembawaannya lebih dewasa daripada aku, kecuali di saat di mana dia sedang mengerjaiku.

"Hei, aku bicara begini sebagai penanggung jawab Macy's." Oke, Emma memerankan posisinya dengan sangat baik dan aku tidak bisa menahan untuk tidak tertawa karena dia menatapku dengan wajah jenaka. "Bukan maksud apa-apa, ini juga demi kebaikan bersama. Penjualan bagus, gaji kita juga bagus. Setuju?"

Semuanya bersorak menyetujui ucapan Emma. Benar-benar seperti seorang pengendali situasi saja. Sekali lagi aku merasa sangat beruntung bertemu seseorang seperti Emma. Dia juga teman yang sangat baik.

"Tenang, anak-anak, diskusi hari ini belum selesai." Emma beralih padaku setelah berhasil menenangkan yang lain. "Silakan dilanjutkan, Ana."

Aku mengembuskan napas. Karena begitu terhibur dengan reaksi mereka, aku sampai melupakan apa lagi yang mau kusampaikan. "Ada masukan lagi?" Hanya itu yang kutanyakan agar kami tidak berakhir dalam kesunyian.

"Kapan kita akan memindahkan barang-barang ke sini?" Hannah menyadarkanku kalau itulah alasan utama aku meliburkan mereka hari ini.

"Mungkin setelah makan siang? Hari ini aku akan pergi bersama Allen, setelah itu kembali ke sini lagi bersama truk yang membawa barang-barang dari rumahku. Aku membutuhkan bantuan kalian untuk merapikan barang-barang nanti, mungkin sekitar pukul dua siang kita kembali di sini?" Aku melirik arloji untuk tahu bahwa sekarang baru pukul sebelas lewat lima belas. Mereka perlu waktu untuk makan siang atau semacamnya, jadi kupikir tiga jam itu cukup. "Di atas ada beberapa lemari, kita akan menyimpan sebagian barang-barang di sana."

"Kami tidak perlu ikut mengangkut barang-barang dari rumahmu ke truk?"

Aku menggeleng cepat untuk menjawab pertanyaan Emma. "Ada tiga teman serumah Allen yang akan membantu nanti. Mereka tetanggaku, dan aku tidak mau kalian kelelahan."

"Kalau begitu kami akan menunggu di sini."

•••

Allen
Maaf, aku terlambat sedikit, Ana. Masih ada beberapa hal yang perlu kuurus.
Pesananku samakan saja denganmu.
Aku tidak punya masalah dengan makanan jenis apa pun.

Aku sudah tahu Allen sedang ada pekerjaan hari ini, tetapi aku justru datang terlalu awal di rumah makan yang sudah kami rencanakan untuk bertemu. Seharusnya tidak menjadi masalah kalau aku tidak memberitahunya bahwa sudah tiba. Sekarang dia mungkin merasa tidak enak padaku.

Sebagai bentuk terima kasih atas bantuannya selama ini, aku akan mentraktirnya. Jadi begitu aku membuka buku menu, aku langsung memilih menu dengan harga termahal untuknya. Tidak mungkin aku menyamakan menunya denganku. Salad dan kentang tumbuk tidak akan cukup untuknya. Ini memang bukan bayaran yang setimpal untuk membalasnya, mengingat dia tidak mau kubayar, tetapi setidaknya dia akan senang dengan kami menikmati makan siang hanya berdua.

Selagi menunggu Allen tiba, aku memeriksa toko di Soppaholik, bukan dengan menggunakan akun toko, tetapi dengan akunku sendiri. Aku sering melakukan ini untuk melihat seperti apa toko kami terlihat sebagai seorang pengguna biasa. Pengikutnya sudah menyentuh angka seribu dan sudah terjual seratusan lebih setiap produknya. Pemasukanku meningkat drastis semenjak bekerja sama dengan Soppaholik. Area penjualan meluas dan barang-barang kami diakses oleh lebih banyak orang. Dulu aku belum sempat memikirkan tentang membuka toko online karena namaku belum terlalu dikenal. Kompetisi kemarin ditayangkan di kanal Youtube juga dan bisa ditonton oleh orang lain di mana pun mereka berada.

Sejauh ini, kupikir ini sudah termasuk dalam kategori karier yang sukses. Hidupku sejauh ini baik-baik saja jika tidak harus memikirkan percintaan. Karierku mungkin bagus, tapi tidak dengan hubungan asmara. Membangunnya bahkan lebih sulit ketimbang mengembangkan karier dan membuat rencana-rencana ke depan. Kalau saja tidak menikah dengan Killian, aku mungkin tidak perlu mengalami situasi yang sulit.

Pikiranku yang nyaris dipenuhi Killian berhasil terselamatkan oleh kehadiran Allen. Dia menarik kursi di hadapanku dan langsung mendudukinya.

"Maaf membuatmu menunggu lama," katanya meski sudah menyampaikannya di pesan.

"Tidak masalah. Lagi pula, makanannya belum datang."

"Kau pesan apa?"

Aku hanya tersenyum. "Kau akan tahu nanti." Dan kuharap dia akan menyukainya.

Dia mengangguk sembari menggulung lengan kemejanya. Saat dia memutar tangannya demi merapikan gulungan, aku tidak sengaja menemukan tato kecil di dekat lipatan lengannya. Dia sering memakai baju berlengan pendek, tetapi baru ini aku melihatnya. Mungkin aku terlalu memperhatikan gerak-geriknya tadi.

"Kau punya tato." Kuharap dia tidak keberatan membicarakannya karena aku tidak bisa memikirkan hal lain untuk dibicarakan.

"Ini?" Dia memperlihatkan tatonya hingga aku bisa melihat lebih jelas. Itu adalah simbol tidak sama dengan dengan dua segitiga di sisi kiri dan kanan.

"Apa itu berarti sesuatu?"

Allen menunduk dan memandangi tatonya cukup lama, bahkan sampai seorang pelayan datang mengantarkan minuman kami. Sempat terpikir kalau itu mungkin sesuatu yang tidak bisa dia ceritakan begitu saja. Dan aku hampir memintanya untuk tidak bercerita kalau tidak mau, tetapi dia sudah lebih dulu bicara.

"Masa lalu tidak sama dengan masa depan, oleh Tony Robbins." Setelahnya dia tersenyum padaku. "Masa lalu boleh menyebalkan, itu sudah terjadi, tapi kita berhak untuk menentukan masa depan yang lebih baik. Jangan biarkan masa lalu memengaruhi masa depan kita."

"Itu sangat mendalam." Aku berusaha bersimpati untuknya. Dia pernah bercerita tentang cita-citanya yang tidak tercapai, jadi kupikir itu berkaitan dengan masa lalunya tidak bagus sampai-sampai aku takut salah berkomentar.

Allen menanggapi rasa simpatiku dengan senyum jenaka. "Seperti yang kubilang, itu sudah terjadi. Wajah mengasihani yang kau tunjukkan itu justru terlihat menggemaskan."

Pujian macam apa itu? Aku hanya menertawakannya alih-alih merasa tersipu. "Usiaku harus dibagi lima dulu untuk bisa menerima pujian itu."

"Yang kubilang waktu bertemu dengan di belakang panggung catwalk itu bukan bualan. Aku tidak bohong soal mengira kau adalah model. Kau punya aura yang elegan."

"Aku tidak terbiasa dengan pujian. Bahkan sampai sekarang pun aku terus mempertanyakan bagaimana mungkin seseorang melihatku dengan cara seperti itu."

Allen tertawa renyah, lalu menggeleng seperti tidak habis pikir dengan apa yang sudah kulakukan. "Karena kau jarang menerima pujian langsung? Atau karena kau lebih banyak mendengar pujian untuk Killian?"

"Ya ... semacam itu."

"Apa Killian tidak pernah mengakui sesuatu padamu?"

Aku sedang memainkan sedotan, sudah siap untuk minum jus jeruk karena pembicaraan yang panjang ini lumayan membuat kerongkonganku kering. Namun, aku tidak jadi meminumnya karena pembawaan Allen yang mendadak berubah sangat serius.

"Sesuatu seperti apa?" Aku memikirkan satu hal di kepalaku, tetapi masih berharap kalau yang Allen maksud adalah sesuatu yang lain. Meski begitu, konteks pertanyaannya sama sekali tidak ambigu. Yang Allen maksud pasti sesuatu yang mungkin Killian rasakan padaku.

"Sesuatu seperti dia tertarik padamu?"

Aku menggeleng. "Tidak pernah."

Allen mengangguk kecil, tetapi kerutan di dahinya menunjukkan bahwa ada sesuatu yang membuatnya kesulitan untuk percaya. "Dia rela berkorban banyak untukmu, tapi tidak pernah tertarik padamu. Itu rasanya aneh."

"Bukankah wajar karena kami berteman sejak lama?"

Namun, Allen hanya mengangkat bahu. "Aku tidak pernah punya satu yang seperti hubungan kalian berdua."

Aku hanya mengangguk, memaklumi ketidakmengertian Allen meski aku merasa ada hal lain yang sedang dia pikirkan tentang kami. Muncul rasa penasaran untuk mendengar semuanya, termasuk pada alasan kenapa dia tiba-tiba mempertanyakan pengakuan Killian. Namun, mungkin lebih baik tidak tahu saja daripada muncul perspektif baru atas sikap Killian padaku. Aku sedang tidak ingin memikirkan tentang dia lebih banyak lagi.

Pesanan kami datang, setelah menunggu cukup lama. Aroma steik yang kupesan untuk Allen cukup mengganggu, tetapi aku sudah bisa mengatasinya. Itu tidak lagi membuatku mual. Allen cukup terkejut karena menunya berbeda dariku dan aku tetap meminta dia untuk menikmatinya saja. Sekarang kami menyantap makan siang masing-masing dalam keheningan. Jujur saja, ini bukan jenis makan siang yang kuharapkan bersamanya. Maksudku, kupikir kami bisa membicarakan tentang satu sama lain, saling mengenalnya lebih jauh, dan bukan malah membicarakan tentang pengakuan teman kecil. Walau sebetulnya itu juga termasuk dalam pembicaraan yang sedang kupikirkan.

"Kau sudah berapa lama tinggal di sini, Allen?" Aku ingat belum pernah menanyakan hal itu padanya. Dia sempat sering berpindah-pindah, tetapi tidak pernah kutahu berapa lama dia di sini. Oh, bahkan usianya pun belum pernah kutanya. Ternyata aku sangat buruk dalam berkomunikasi.

"Aku pindah saat usiaku 25 tahun, hampir lima tahun dengan tahun ini." Dia mengatakannya sambil berpikir.

"Itu lumayan lama. Aku terkejut sekarang usiamu 30 tahun."

Allen tertawa kecil. "Apa aku tidak terlihat setua itu?"

Aku menggeleng sambil menahan senyum. "Kukira kita seumuran, tahun ini aku 27."

"Oh, ya? Kapan?"

Mengenal sosok Allen, aku takut dia akan melakukan sesuatu untukku nanti, jadi kuputuskan untuk tidak memberitahunya dulu. "Tidak bisa kuberi tahu."

"Ah ... ." Dia mendesah kecewa. "Padahal aku ingin menjadi bagian dari hari istimewamu yang hanya sekali dalam setahun."

"Aku tidak biasa merayakannya. Itu terus mengingatkanku kalau waktu hidupku akan berkurang."

Lagi, ucapanku membuatnya tertawa. Sepertinya aku terus berhasil menghibur Allen meski tidak ada hal lucu yang kukatakan.

"Tidak dapat kado ulang tahun kalau begitu."

Aku ingin mengatakan kalau aku masih mendapatkannya dari orangtuaku, Jaden, orangtua Killian, dan Killian, tetapi itu akan membuatnya kembali membicarakan tentang Killian. Bahkan bukan tidak mungkin dia akan berpikir kedekatan kami tidak akan terpisahkan karena orangtuanya juga sangat baik padaku.

"Aku bisa membelinya sendiri," sahutku sekenanya. "Lagi pula, terkadang seseorang akan memberimu barang yang tidak kau suka, tapi kau terpaksa memakainya karena merasa tidak enak pada si pemberi. Kupikir lebih baik tidak menerimanya sekalian."

"Itu ... cukup masuk akal. Tapi aku tetap berharap akan memberimu satu suatu saat nanti, tentu sesuatu yang akan kau sukai."

•••

Sesuai rencana, sekitar pukul satu, aku dan Allen pulang ke rumahku. Kami tiba bersamaan dengan truk pengangkut barang. Tiga teman serumah Allen sudah berjaga di depan rumah mereka untuk membantu membawa barang-barang. Sebagian masih dalam kotak besar yang belum dikemas per pesanan, sebagian lagi yang tinggal dijemput oleh kurir, tetapi aku belum menelepon untuk mengambilnya.

Tenaga lima orang pria membuat pekerjaan cepat selesai. Semuanya sudah diangkut ke truk, termasuk satu mesin jahit di studioku. Aku punya dua, dan yang dibawa bersama barang-barang adalah yang masih baru dan belum dipakai. Teman-temanku mungkin ingin mencobanya nanti.

Begitu selesai, truk langsung menuju lokasi. Aku dan Allen menyusul tidak lama kemudian setelah mengucapkan terima kasih pada tiga teman serumahnya. Mereka menolak dibayar, jadi aku akan memikirkan cara lain untuk membalasnya.

Allen dan sopir truk memindahkan barang-barang sampai ke lantai satu, kecuali mesin jahit. Aku meminta mereka untuk langsung membawanya ke lantai dua karena itu sangat berat, tidak mungkin kami bongkar untuk memindahkannya sedikit demi sedikit seperti yang kami rencanakan untuk barang-barang yang lain. Begitu truk sudah kosong dan sudah dipastikan semuanya sudah lengkap, bukan hanya sopir truk yang pamit, tetapi Allen juga. Dia berkata pekerjaannya belum selesai dan harus kembali ke sana.

Ini adalah kali ketiga aku turun tangga. Napasku sudah terengah, tetapi masih ada satu dus lagi yang perlu kubawa ke lantai dua. Setelah ini aku akan beristirahat karena ini sangat melelahkan. Emma yang baru turun dari lantai dua menahanku untuk tidak membawa dus ini menaiki tangga lagi.

"Kau gila, Ana? Kau sudah punya kami, tidak perlu ikut bekerja seperti ini. Biar aku saja yang bawa."

Emma ingin mengambil dus dari tanganku, tetapi aku berhasil memeganginya lebih erat. Lagi pula, ini tidak berat.

"Ini yang terakhir dan aku akan ikut yang lain membereskan yang di atas. Tolong angkut yang itu saja." Aku menunjuk dus lain seukuran sama dengan yang kubawa tepat di belakang Emma. Bukannya mengambil kotak yang kumaksud, dia justru memegangi pergelangan tanganku agar tidak pergi ke mana-mana.

"Kau sudah ikut memindahkan barang dari rumahmu, setidaknya istirahatlah sekarang." Emma benar-benar mengkhawatirkanku.

"Aku janji ini yang terakhir."

Emma akhirnya melepaskan tanganku meski enggan. Aku menaiki tangga dengan dus ini dengan sangat berhati-hati. Dus ini menghalangiku melihat ke bawah, pada apa yang akan kupijak, jadi kakiku melangkah pelan-pelan. Aku tidak bisa menerima risiko jatuh menggelinding kalau salah menginjak.

Namun, yang terjadi justru hal lain dari apa yang kuantisipasi sejak tadi. Saat berada di belokan anak tangga, perutku keram lagi. Kalau saja keram yang seperti biasa, aku masih bisa menahannya dan tetap menapaki anak tangga sampai lantai dua. Sayangnya, ini jauh lebih menyakitkan dari yang biasa kurasakan sampai aku harus menjatuhkan dusnya. Aku meremas pegangan tangga di sebelah kiriku dengan kuat sebagai pelampiasan rasa sakit, sementara tangan satu lagi menekan perut sambil berharap itu juga akan menekan sakitnya. Rasanya perutku sedang diremas begitu kuat. Kepalaku mulai pusing ketika bau anyir mulai tercium.

Aku berbalik, ingin meminta tolong pada Emma, tetapi tatapannya justru tertuju pada hal lain; sesuatu yang ada di bawah rokku.

"Ana, kau berdarah!"

•••

:)

See you on the next chapter
Lots of Love, Tuteyoo
25 Juli 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro