• TWO •
LOUIS CARPENTER.
Suara langkah kaki yang saling bertumpang tindih terdengar menggema di koridor utama pengadilan. Sidang baru saja selesai dan orang-orang mulai meninggalkan bangunan tersebut. Menyisakan seorang pengacara dan kliennya yang kini tengah berjalan beriringan menuju pintu keluar gedung pengadilan tersebut.
Pengacara itu adalah Louis Carpenter. Pria berusia 26 tahun yang sukses menjalani karirnya di bidang hukum sejak dua tahun yang lalu. Ia baru saja dipindahkan ke divisi pusat dan karirnya benar-benar melesat.
Louis berhasil menyelesaikan beberapa kasus besar dan mendapatkan promosi. Pekerjaan ini memang cocok untuk pria seperti Louis. Sejak duduk di bangku SMA, Louis sudah sering membantu teman-temannya yang dirisak dan meneggakan keadilan untuk mereka.
Kebiasaan itulah yang kemudian berkembang menjadi bakat dan terus tumbuh sebagai kepribadiannya hingga membantunya dalam pekerjaannya sampai sekarang.
Contohnya hari ini, Louis baru saja memenangkan sidang perceraian kliennya, Nathaniel Anderson. Pria yang lebih sering dipanggil Nate itu menyewa jasa Louis untuk membantunya dalam sidang perceraiannya dengan Emma. Istrinya adalah seorang pecandu yang belakangan dianggap membahayakan nyawa adik Nate, Ashley Anderson.
Beberapa kali Emma datang ke rumah dan berusaha mencelakai adiknya yang masih berusia sepuluh tahun. Wanita itu mengancam akan membunuh Ashley jika Nate berani menyudahi pernikahan mereka yang baru berjalan satu tahun lamanya.
Namun dengan kemampuannya, Louis berhasil memenangkan Nate dalam persidangan. Ia bahkan membuat Emma dihukum atas perbuatannya di dalam penjara untuk beberapa tahun ke depan.
"Terima kasih untuk semuanya, Lou," kata Nate begitu mereka sampai di parkiran.
Louis hanya tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya.
"Aku sudah membayar jasamu, tapi kurasa itu saja tidak cukup," tambah Nate canggung. "Sebagai rasa terima kasihku, maukah kau berkunjung ke rumahku dan makan malam bersama kami malam ini? Ashley sangat menyukaimu, dia akan sangat senang jika kau datang."
Louis dengan senang hati menerima ajakan tersebut dan ikut masuk ke dalam mobil Nate. Keduanya kemudian pergi ke rumah Nate untuk merayakan kemenangan mereka di meja hijau.
"Paman Lou!" pekik Ashley senang. Gadis kecil itu meloncat dari sofa dan segera memeluk Louis yang berdiri di ambang pintu rumah mereka. "Aku senang kau datang."
Louis mengangkat gadis berusia tujuh tahun itu dan menggendongnya. "Paman juga senang bisa menemuimu," katanya ramah. "Kakakmu akan memasak sesuatu yang enak malam ini, bukan?"
Ashley menganggukkan kepalanya cepat. "Tentu. Tapi bukan kakak yang memasak, melainkan Bibi Mari." Louis lalu menurunkan tubuh Ashley kembali. "Ayo kita masuk, Paman."
"Baiklah."
Tepat setelah Louis mengiyakan ajakan Ashley, Louis melihat sesosok bayangan hitam melintas di jendela samping rumah Nate. Matanya mencoba memicing, menemukan sosok misterius yang menghilang hanya dalam sepersekian detik tersebut, tapi usahanya tak membuahkan hasil. Louis tidak melihat apa-apa lagi selain kebun yang gelap di samping rumah Nate.
Nate kemudian memanggil Louis dan mempersilakannya bergabung di meja makan. "Kuharap kau suka dengan makanannya." Mata biru kliennya itu melirik Bibi Mari yang duduk di sebelahnya sebelum kembali melihat Louis di seberangnya. "Masakan Bibi Mari tidak akan pernah mengecewakanmu."
Wanita bertubuh gempal itu lantas menyenggol lengan Nate dengan ekspresi malu-malu. "Kau memang keponakanku yang terbaik."
Kedua sudut bibir Louis mengembang seketika. "Aku senang melihat kalian berbahagia lagi," ucapnya haru.
"Ini semua berkatmu, Lou. Terima kasih." Louis pun mengangguk mengiyakan. "Bagaimana jika mulai makan sekarang?"
"Tentu."
Namun tiba-tiba lampu di rumah Nate padam seketika. Louis merasa tubuhnya limbung ke lantai saat jeritan Ashley memekik mengganggu pendengaran. Ia mendengar kata 'tolong aku' dari Ashley, tapi kepalanya benar-benar terasa sakit dan pandangannya mengabur. Sekuat tenaga pengacara itu mempertahankan penglihatannya, mencoba melihat dengan jelas siapa sosok yang muncul dari pintu dengan kabut menutupi seluruh kakinya. Kabut putih tebal membuat kakinya tak terlihat.
Namun di penghujung kesadarannya, Louis baru menyadari sesuatu. Bahkan setelah kabutnya memudar, sosok itu memang tidak memiliki kaki. Sosok itu bukan manusia.
Lalu, apakah dia?
***
Suara Bibi Mari yang terdengar nyaring disertai guncangan tiada henti berhasil membuat Louis mendapatkan kembali kesadarannya. Pria bertubuh atletis itu buru-buru bangkit dan mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan.
"Ada apa ini, Bibi Mari?" Louis menatap sekitarnya tak percaya. "Dimana Nate dan Ashley?"
Meja makan telah berantakan, semua masakan yang dihidangkan oleh Bibi Mari telah berserakan di lantai, beberapa benda pecah dan rusak. Rumah ini seperti baru saja terkena gempa bumi yang dashyat. Sungguh kacau balau.
Bibi Mari lantas terisak sembari memegangi tangan Louis. Matanya sembab karena sudah menangis sejak tadi. "Nate membawa Ashley ke rumah sakit. Dia ... dia...," Wanita bertubuh tambun itu tidak kuasa menahan tangisnya dan kata-katanya menggantung di udara. Terlalu berat untuk mengatakannya, kira-kira begitu kondisi Bibi Mari sekarang.
Namun Louis tidak bisa menghentikkan rasa penasarannya dan langsung memegangi kedua bahu Bibi Mari dan menatapnya lurus-lurus. "Bibi Mari, katakan padaku sekarang. Apa yang baru saja terjadi di rumah ini?"
"Seseorang," kata wanita itu sesegukan. "Tidak, itu bukan orang."
Louis mengusap bahu Bibi Mari dan kembali mencoba. "Bibi Mari, tenanglah. Bicara padaku perlahan, kau bisa melakukannya," katanya lembut.
Sehingga wanita berambut pendek itu merasa lebih baik dan dapat menatap mata Louis kali ini. Ia menarik napas panjang sebelum berkata, "Lucifer membawa jiwa Ashley."
Dahi Louis pun berkerut dalam. "Siapa, katamu?"
"Lucifer."
"Lucifer? Siapa dia?"
Bibi Mari tertegun sejenak. "Kau tidak tahu Lucifer? Kau tidak pernah mendengar kisahnya sama sekali?"
Louis menggeleng cepat. Ia tidak tahu, atau setidaknya berpura-pura tidak tahu. Lucifer memang dikenal sebagai iblis jahat yang berhasil melarikan diri dan datang ke dunia manusia. Namun bukankah semua itu terdengar sebagai cerita kuno belaka? Semacam legenda atau hal-hal tabu yang bertujuan untuk menasihati anak kecil di zaman sekarang.
Lagipula siapa yang percaya jika seseorang mengatakan bahwa Lucifer tiba-tiba datang berkunjung, merusak acara makan malam dan bahkan membawa salah satu jiwa manusia? Tidak akan ada yang percaya. Termasuk Louis.
Namun Bibi Mari buru-buru menjelaskan, "Ini mungkin terdengar masuk akal. Namun, Lucifer memang menculik jiwa Ashley. Kami semua melihatnya, kecuali dirimu."
"Kalian semua melihatnya?" tanya Louis bingung. "Bagaimana bisa? Aku tidak melihat apapun tadi. Aku hanya mendengar jeritan Ashley dan aku merasa kepalaku berdenyut nyeri."
"Kau pingsan saat Nate berusaha mencoba menyelamatkan Ashley, Lou," terang Bibi Mari.
Louis mengembuskan napas pendek dan menyeka wajahnya frustrasi. "Aku tidak mengerti. Kenapa Lucifer datang kemari dan membawa jiwa Ashley? Lalu jika Ashley memang dibawa oleh iblis jahat itu, kenapa Nate membawanya ke rumah sakit?" cecarnya tak sabar.
Bibi Mari lantas menggigit bibirnya gugup. "Itu karena ... Ashley adalah anak keturunan dewa."
"Apa, katamu?" []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro