#33
Di halaman kampus, seorang pria merenungkan diri. Tepatnya sejak tiga minggu yang lalu, suasana hatinya turun drastis. Ia kehilangan gairah hidupnya dan merasakan kesepian yang teramat kejam menerpa hari-harinya.
"Sudah makan?"
Bibir pria itu tersenyum saat sahabatnya datang. Ia dibawakan sebuah roti dan juga cola kesukaannya.
Mereka duduk berdampingan, diam, tetapi keduanya sama-sama tau bagaimana cara berkomunikasi dengan sesamanya ketika salah satu sedang tidak merasa baik.
Kedua sahabat yang sempat terpisah itu kini kembali menyatu. Beruntunglah, Yerin menyatakan sebuah kebenaran bahwa ia menyesal telah membohongi perasaannya pada Taehyung. Gadis itu tak berniat selingkuh, ia sangat mencintai Taehyung. Hanya saja.. terkadang nafsu lebih mengalahkan akal sehat. Jadi, setelah gadis itu menyatakan penyesalannya, ia kembali pada Taehyung dan memulai semuanya dari nol.
Park Jimin, yang mengetahui hal tersebut, ujung-ujungnya meminta maaf, bahkan ia sempat merasa malu untuk menemui Taehyung.
Sahabat macam apa yang memusuhi sahabatnya tanpa alasan dan tanpa perlu penjelasan? Jimin yang terlalu posesif pada sepupunya, serta Taehyung yang mengalah telah menunjukkan betapa pentingnya kepercayaan dalam hubungan persahabatan.
"Ini sudah lebih dari tiga minggu. Hampir satu bulan, kau masih belum bisa melupakannya?"
"Bagaimana bisa? Ini pertama kalinya aku jatuh cinta, dan aku harus melupakannya? Sekaan tak pernah terjadi apapun dalam hidupku?"
"Semua hal yang terjadi bisa kita ambil pelajarannya. Joy bukan gadis yang baik buatmu."
"Lihat, Rose sedari tadi dia berdiri disana dan menunggumu untuk menyapanya."
Taehyung menaikkan dagunya, memperlihatkan di sebelah mana gadis berwajah manis itu melirik-lirik Park Jimin.
"Kau tidak mau menghampirinya?"
"Percuma. Mau membujukku seperti apapun, aku tetap tidak bisa membuka hatiku pada gadis lain. Aku akui.. dia memang manis dan menawan."
Ternyata, patah hati itu benar-benar menyiksa. Jimin baru merasakannya. Wah, bagaimana seorang 'kelinci' seperti Jimin malah bisa dipermainkan perasaannya dengan wanita lain? Dia telah bertekuk lutut pada Joy, namun Joy mentah-mentah membuangnya.
"Hubunganku baru berjalan tiga minggu ini, tapi lihat.. aku yang dibuang duluan. Menyedihkan sekali!"
"Percayalah. Akan ada gadis yang jauh lebih baik menghampirimu nanti."
......................
"Hyung, jangan lama-lama! Aku harus segera kembali ke kampus sepuluh menit lagi!"
"Iya, bawel! Tunggu sampai aku membeli makanan untuk Milo dan Christian!"
Jimin memilih-milih makanan peliharaan seperti biasanya. Kali ini ia ditemani oleh Jungkook, sebab Taehyung sedang bersama Yerin. Ya, mereka menghabiskan akhir pekan bersama sebagai pasangan lama yang terbit kembali.
"Aduh, Hyung! Aku duluan saja lah! Kau lambat!"
Jungkook berlari sembari mengawasi tiap detik jam yang ada di tangannya.
"Anak itu.."
Jimin pasrah. Mungkin memang takdirnya kesepian begini.
Segera, setelah ia menemukan jenis makanan yang ia cari, Jimin menuju kasir dan hendak membayarnya. Ia menunggu antrean, matanya melirik, menatap sekeliling dan terfokus pada seorang gadis yang asik duduk di seberang jalan. Jimin dapat memperhatikannya dengan jelas karena sebuah kaca transparan yang membatasi keduanya.
Bibir Jimin terulas senyum. Betapa hangatnya mengetahui bahwa masih banyak orang yang menyayangi binatang. Jimin seringkali menjumpai manusia-manusia tertentu yang berlaku kasar pada hewan, termasuk dengan cara menelantarkan mereka. Padahal kan, seorang hewan yang tidak punya akal pun masih punya perasaan. Mereka punya naluri untuk dikasihi.. mereka berhak mendapat perlindungan dan juga tempat tinggal.
"Tuan, semuanya 3000 won."
Jimin terbangun dari lamunan dan buru-buru merogoh saku celananya.
Ya ampun! Dimana dompetku?
Pikir Jimin ketika ia menyadari kalau dompetnya hilang.
"Permisi, kau mencari ini?"
Jimin menoleh ke arah kanannya, dimana gadis itu berdiri dan menebarkan wajah hangatnya pada Park Jimin.
Ah, syukurah dompetnya kembali.
.....................
Sohyun POV
Sulit memulai semua dari awal. Sulit mengatakan bahwa di dunia ini hanya aku yang mengingat mereka.
Mungkin ini lah konsekuensi yang dikatakan oleh Namjoon sebelumnya. Ketika aku kembali menjadi tubuhku yang sesungguhnya, maka saat itu juga, orang-orang akan melupakanku. Mereka kehilangan memorinya atas diriku, dan aku merasa begitu kecewa.
Tiga minggu lalu, aku terbangun di atas kasurku. Dengan pakaian yang sama, posisi yang sama, persis dengan hari ketika aku berubah menjadi kucing untuk pertama kalinya. Aku mencerna semua kejadian yang menurutku terjadi tiba-tiba. Bukankah hari itu aku tertembak? Aku melihat dengan jelas, Jimin menangis. Polisi datang dan membekuk orang-orang jahat itu. Dan aku melihat palsunya cinta Baek Seunghwan terhadapku.
Ah, sial sekali. Aku bahkan sempat terpikir untuk balikan saja padanya, tetapi.. kalaupun ia sampai bersujud padaku pun, aku tak akan mau lagi bersamanya. Ibarat sampah, kata-katanya itu sesuatu yang tidak bisa didaur ulang. Tak bisa lagi dipergunakan, patut untuk dicampakkan.
"Nak, Papa sudah meluangkan hari minggu Papa untuk menghabiskan waktu bersamamu. Jadi, kau mau kemana minggu ini?"
Itu kalimat pertama yang Papa ucap ketika aku terbangun dan menatap wajahnya yang kesekian kali. Ah, rasanya sangat senang. Ternyata Papa memegang omongannya.
Aku mengajaknya ke Seoul, untuk memastikan kalau Jimin dan yang lain itu bukan bunga tidurku.
Di hari pertama, aku menemui Eunwoo. Dia sibuk melayani pembeli di cafenya. Ketika aku datang, sikapnya ramah. Tetapi tak seramah waktu ia mengenalku dulu.
Aku masih belum sadar apa yang terjadi. Aku memaksa Eunwoo untuk mengingatku, dan sedihnya ia malah merasa terganggu akan kehadiranku. Saat aku mencarinya, seorang pelayan mengatakan bahwa ia sedang sibuk dan tak bisa diganggu.
Padahal, dulu ia begitu memujiku. Kenangan yang manis memang.
Hari kedua, aku menuju ke kampus Jimin. Aku tak bertemu dengannya, kecuali bertemu dengan sepasang lelaki dan perempuan yang asik jalan berdampingan. Aku menyapa salah satunya.
"Kim Taehyung!"
Kedua alisnya terangkat seolah bertanya-tanya, apa kita saling kenal?
"Siapa dia, Tae? Kau tidak dekat dengan gadis lain kan?"
"Eh.. nggak lah. Aku nggak kenal sama cewek ini.."
Yap. Sekali lagi, seseorang yang pernah dekat denganku tidak mengenaliku.
Aku tak menyerah. Masih banyak orang yang bisa aku tuju.
Dan mataku menangkap sesosok lelaki itu. Si tubuh mungil dengan kalimatnya yang pedas, dan tak lupa, kulitnya yang sepucat mayat.
"Min Yoongi!"
Aku meneriaki namanya, segera kuhampiri dia yang sedang bersua dengan temannya. Ah, apa dia akan mengingatku?
"Hai!"
Sapaku seramah mungkin. Matanya menyipit, mungkin ia sedang berpikir sesuatu.
"Ah, kau! Aku ingat!"
Akhirnya.. seseorang masih mengenangku juga. Aku merasa lega. Sangat lega.
"Ini."
Aku terkejut. Yoongi meraih tanganku dan meletakkan beberapa lembar uang disana.
Tunggu, apa maksudnya ini?
"Maaf, kemarin Ayah lupa memberimu upah. Dia menitipkan pesan, katanya kau bekerja dengan baik. Asrama bersih berkatmu. Jadi, tolong datang lagi minggu depan, lebih pagi."
"H-hah?"
"Aishh! Aku tau Bibi umm.. masih terlihat muda. Tetapi, tenaga Bibi.. wahh.. aku sungguh tidak menduga. Bagaimana bisa membersihkan asrama seluas itu?"
Jadi dia mengiraku tukang bersih-bersih?
Dan memanggilku Bibi?
Tidak kupercaya!
"Ini! Ambil lagi uangmu, dasar rabun!"
Karena kesal, aku pergi saja darinya. Semua sangat melelahkan. Hari ini aku menyita banyak waktu untuk menemukan mereka, orang-orang yang pernah terlibat denganku, dan termasuk Joy.
"Kau ingat aku?"
"Kau siapa?"
"Ah, baiklah. Tidak perlu mengingatku. Bagaimana kabar kakakmu?"
"Kakak? Sepertinya kau salah orang. Aku tidak punya Kakak."
Joy melenggang pergi. Berjalan dengan pose indah yang sungguh ingin membuatku muntah. Kim Namjoon? Bukankah pria itu Kakak kandung Joy?
Oh, membingungkan!! Aku menayakan soal Kim Namjoon pada semua orang yang mungkin. Tetapi mereka tak pernah mengenal siapa pria bermarga Kim tersebut.
"Maaf, Nona. Toko buku kami tidak pernah memiliki pelanggan bernama Kim Namjoon."
Ini misterius. Toko buku langganan Namjoon pun tidak kenal siapa pria itu sebenarnya.
Aku berjalan gontai di sepanjang jalan. Liburanku tinggal beberapa hari lagi di Seoul. Papa telah memberikan aku kesempatan bersamanya tiga hari ini, tetapi aku malah menggunakannya untuk mencari Jimin dan yang lain. Sepertinya, harapanku akan kandas. Kalau Aku tak berhasil menemui Jimin sekarang juga, aku pasti akan sangat menyesal.
Aku duduk di bangku sekitar trotoar. Sempat kubawa dari rumah, sebuah makanan kemasan yang sedikit mengenyangkan perut. Seekor kucing datang padaku..
Ah.. ia benar-benar lucu. Sepertinya aku mulai menerima keberadaan mereka. Berangsur-angsur, rasa benciku mulai hilang juga bahkan aku merasakan apa yang mereka rasakan. Aku seolah masih seperti Sassy yang dulu bisa berbicara dengan kucing lain. Tetapi sekarang, semua kenangan itu tiada tersisa lagi.
Aku asyik bermain dengan mereka, hingga kedua netraku menemukan sebuah dompet hitam tergeletak di jalan.
Aku membukanya.
Dan tercantum nama Park Jimin. Kutengok sekelilingku dan benar! Pria itu ada di sana, di dalam minimarket!
.......................
"Terima kasih. Untung kau menemukan dompetku."
"Nggak masalah. Senang bisa membantu."
Sebagai ucapan terima kasih, Jimin mentraktir gadis penemu dompetnya di sebuah restaurant.
Makanan mereka tiba, namun Sohyun tak segera melahapnya. Ia sibuk memperhatikan Jimin, ia seakan masih mendengar pernyataan paling menyentuh itu dari bibir Jimin.
"Kau bukan pembenci kucing. Aku tau itu.. kau tidak bermaksud menghilangkan Chris.. aku tau itu. Kumohon kembalilah.. kau melakukan segalanya untukku. Kau mencintai peliharaanku dengan begitu dalam. Tolong bangunlah.. jangan korbankan nyawamu.. bangunlah.. kau orang baik, Kim Sohyun.. buka matamu."
"Hei! Melamunkan apa?"
Sohyun menggeleng. Ternyata Jimin pun tidak mengingat wajahnya. Juga identitasnya.
"Namamu siapa?"
"Kim Sohyun."
"Eoh.. sepertinya pernah dengar."
Sohyun tersenyum. Apa mungkin Jimin mengingat dirinya?
"Hei! Namamu mirip pembantu teman mamaku!"
"Apa?!"
Tadi dimiripin tukang bersih-bersih, sekarang dimiripin sama pembantu?
"Aku bercanda. Hehe. Namamu memang terdengar nggak asing, tapi aku lupa pernah dengar dimana."
Sepertinya aku hanya punya dua pilihan.
Memperjuangkan Jimin atau meninggalkannya saja. Percuma jika dia tidak mengingatku sedikit pun.
Mana yang harus aku pilih?
To be Continued.
Tinggal satu chap lagi.. maaf karena kemarin malem udah ngantuk berat. Jadi aku post hari ini, tunggu ya.. hehe.
Dan makasih udah menantikan cerita Sassy😘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro