Nenek Siapa?
Tulislah sebuah karangan kepada penjaga pustakawan, tentang pertemuan kalian dengan peri rumah.
***
Aku hanya bisa mengeluh ketika seorang pustakawan menyuruhku membuat karangan tentang pertemuanku dengan peri rumah. Entah sial atau apa, tapi ini bertepatan dengan keperluanku mengunjungi perpustakaan, mau tidak mau aku harus mengerjakannya. Lagi pula, sepertinya bukan hanya aku yang diminta menulis karangan serupa.
Baiklah, mari kita selesaikan agar bisa segera keluar dari perpustakaan, aku juga perlu buku yang kupinjam.
Setelah diberi selembar perkamen, pena, serta botol tinta, aku kembali ke meja yang kutempati sebelumnya. Menghela napas, aku mulai berpikir.
Ngomong-ngomong, peri rumah itu yang seperti apa?
Sebelum sempat merutuki diriku sendiri, aku segera teringat dengan buku catatan yang sempat kubawa. Kalau tidak salah, kelas kami pernah membahas tentang jenis-jenis peri rumah.
Untung saja, bukunya kubawa dan materi itu ada di sana. Seusai kubaca, rasanya percuma saja. Sebab ibu pustakawan meminta membuat karangan tentang pertemuan. Per-te-mu-an.
"Apa aku pernah bertemu dengan peri rumah sebelumnya?" gumamku tanpa sadar.
Sebentar, ini karangan bukan? Aku tidak yakin pernah bertemu dengan peri rumah atau tidak, jadi aku akan mengarang saja berdasarkan apa yang kubaca dari buku.
Kucelupkan pena pada tinta, bersiap menulis.
"Beberapa bulan-bulan yang lalu, sudah lama sekali, saya pernah bertemu dengan seorang ibu rumah tangga yang memelihara Boggart di rumahnya—"
Bodoh! Mendadak terdengar suara gelak tawa puas di dalam kepalaku. Aku hanya mendengus pelan, sangat terganggu mendengarnya. Jadi, aku menyuruhnya diam.
Apa-apaan? kata Roh Kupu-kupu disela tawanya. Tidak ada yang orang yang mau memelihara Boggart kecuali ia ingin rumahnya tampak seperti kapal pecah.
Dia tertawa lagi. Kemampuan mengarangmu parah, Olita.
Aku berdecak. Apa maksudmu?
Boggart itu peri nakal. Ia lebih suka mengacaukan alih-alih membereskan rumah.
Ah, aku paham. Sepertinya aku salah informasi. Dengan sebal, kusihir perkamen sehingga ia tampak kosong seperti semula.
Kalau kau lupa, sebetulnya, kita pernah bertemu salah satu jenis peri rumah. Tepatnya, saat kita pergi ke toko roti di daerah barat. Kita bertemu Bean-Tighe.
Keningku mengerut. Benarkah?
Waktu itu kau sempat heran bukan mengapa toko itu memperkerjakan seorang nenek-nenek? Sebetulnya itu Bean-Tighe.
Sebentar, nenek-nenek yang mana? Banyak nenek yang sering kutemui. Aku menggali ingatanku lebih jauh. Alih-alih menjawabku, Roh Kupu-kupu malah diam.
Hei, jawab aku. Nenek siapa? Nenek-nenek yang mana? Aku sebal karena tak kunjung ingat. Nenek—
Oh, nenek yang itu!
Kejadiannya sudah lama sekali. Aku pergi ke sebuah toko roti yang tampak sangat bersih dan nyaman, bahkan aku betah berlama-lama di sana. Tokonya ramai pengunjung, rotinya juga enak. Aku sempat heran mengapa mereka memperkerjakan nenek gempal yang tampak renta dan mudah lelah dibanding memperkerjakan karyawan muda mengingat pasti toko mereka menghasilkan banyak uang.
Nenek itu juga pernah tersenyum padaku, ramah sekali, tatapan matanya hangat. Aku bahkan hampir menginginkannya menjadi nenekku saja. Namun, siapa sangka kalau dia adalah peri?
Tapi, aku masih penasaran bagaimana toko itu bisa mendapatkan Bean-Tighe, padahal—
Yang penting, aku bertemu dengannya, kataku menyela ucapannya. Terima kasih sudah mengingatkanku.
Aku mulai menulis, menuangkan segala hal yang kuingat. Roh Kupu-kupu juga sudah tidak terdengar. Hanya butuh beberapa menit untukku menyelesaikan karangannya.
Kuserahkan tugasku pada ibu pustakawan yang membalasku dengan senyuman tipis, sebelum akhirnya ia mengizinkanku untuk kembali dan membawa buku pinjamanku serta.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro