18. Susun Kata
Bagian Delapan Belas
Hari sudah gelap kala Arella sedang bersiap-siap untuk menyambut Mamanya pulang kala dirasa ponselnya bergetar. Ia meraihnya dan langsung membuka grup Line yang bernama "CECAN DIRGAHAYU".
Hana: Marissa jadian woy!
Hana: Peje woy peje.
Lisa: Ama siapa?!
Hana: Ama barongshai!
Lisa: Anjir demi!? Barongshai yang kata waktu kita SMP itu kan!?
Hana: Iya!!!
Hana: Tapi dia sekarang udah ganteng anjir.
Lisa: Kok bisa!? Bukannya dulu waktu SMP kita ngebully dia ya!?
Marissa: BACOD KALEAN.
Arella: barongshai siapa.. setau gue anuan orang china itu barongshai;")
Lisa: Ya sebelas duabelas ama itu rel pokoknya wkwkwk
Marissa: engga rel. pacar gue ganteng kok. makanya malem minggu besok dateng ya kerumah gue pas 8teen party gue. dia dateng kok HAHA
Hana: jangan mau, gaada undangan.
Marissa: Iya besok di sekolah gue kasih!!!!!!!
Lisa: besok selasa dongo
Marissa: yaterus kenapa?
Lisa: T A N G G A L M E R A H
Marissa: emang iya!? yaudah berarti lusa
Arella menggelengkan kepalanya, meletakkan ponselnya di atas meja lantaran percaya tak percaya dengan kelakuan teman-temannya yang kurang lebih baru dua bulan berteman dengannya. Bagaimana tidak, Arella berpikir mereka akan bermain dengan gaya highclass dan sombong karena pada awalnya lagak mereka seperti itu. Tapi, ternyata mereka asik-asik saja dan ceplas-ceplos.
Tak lama setelah itu, telinga Arella mendapati bunyi hentakkan sepatu yang beradu dengan lantai dan begitu ia menoleh, Mamanya sudah disana dengan koper besarnya di belakangnya.
"Mama!" pekik Arella, langsung memeluk sang Mama. Mamanya yang bingung dengan perlakuan Arella langsung balas memeluknya.
"Jam tangan kamu mana?" Mamanya bertanya setelah selesai memeluk Arella. Mata Arella mendelik, tak menyangka kalau pertanyaan semacam ini akan melintas lagi dibenak Mamanya. Padahal, Arella hanya mau mengalihkan perhatian Mamanya agar tidak menanyakan soal keadaannya.
"Masih sama Ferrel," jawab Arella sekenanya. "Kenapa, Mah?"
"Dia seneng banget sama jam tangan kamu?"
Arella kelimpungan sendiri dan hanya mengangkat kedua bahunya. "Emangnya kenapa sih, Mah, Mamah nanyain jam tangan aku terus."
"Itu, pas kamu lulus sama Arden naik-naikkan kelas, Papa kamu minta kalian berdua buat ke Kalimantan. Mau ada pertemuan keluarga, katanya."
Arella terdiam. Kemudian menghela napasnya panjang, dia tau sewaktu-waktu hal ini akan terjadi.
***
Gelagat panik yang seharusnya terlihat jelas, begitu di wajah Ferrel malah tak kentara sama sekali. Karena, Ferrel lebih memilih berpura-pura tak memikirkan apapun dengan memasang wajah datar ketimbang repot-repot memasang ekspresi yang malah akan menjadi pertanyaan bagi banyak orang.
Sedang asik dengan pemikirannya sendiri dan penyatuan kata-kata dalam benaknya, bell berbunyi dan membuat Ferrel tersentak kaget serta membuyarkan seluruh kalimat yang telah Ferrel susun dengan susah payah.
"Lo ngapa, Rel?" tanya Sandi, yang baru saja melihat bahu Ferrel tersentak beberapa detik lalu. "Latah."
Ferrel mendengus dan membereskan buku pelajarannya. "Kaget."
"Gue kaget, San." Sandi mengoreksi omongan Ferrel. Katanya, sahabatnya ini mau berubah tapi ngomongnya masih saja singkat.
Ferrel meraih bolpointnya dan menggetok kepala Sandi, membuat Sandi sontak memegangi kepalanya. "Gue kaget, San," ulang Ferrel, gantian sekarang membuat Sandi yang gondok.
"Berantem mulu lo, awas jatuh cinta." Fellix berkomentar dari meja depan.
"Najis!" pekik keduanya bersamaan.
"Kan—" curiga Jordan. "Aku ngeship Ferdi kok."
Fellix menata Jordan aneh. "Ferdi siapa dah?"
Jordan tersenyum mencurigakan, menoleh ke belakang untuk menatap kedua sahabatnya sementara Fellix juga ikut menatapnya. "Ferrel–Sandi."
"Gila lu yak!" Sandi tidak terima dan menggetok kepala Jordan dengan tumpukkan buku yang sudah ia rapihkan.
"Sakit, begi," gerutu Jordan.
"Bahasa baru: BEGI." Fellix berdiri diatas kursinya dan menengadah ke langit-langit kelasnya. "BEGI FROM THE OTHERSIDE~ Bahasa baru kawan-kawan! Catat di buku catatan Bu Meki yah!" tukas Fellix kepada seluruh teman sekelasnya.
Sementara yang lain menggelengkan kepala karena tingkah laku Fellix, Jordan menarik Fellix untuk segera duduk kembali. Malu-maluin.
"Dibacok cewek gua lu pada entar," kata Sandi tidak terima.
"Dibacok karna ketauan maho?" tanya Fellix sok polos, berdiri lagi karena buku-bukunya sudah rapi. Yang lain menyusul berdiri dan hendak berjalan keluar kelas.
"Bukanlah anjir," ucap Sandi yang tidak terima.
"Bentar dah," pangkas Jordan. "Sejak kapan lo punya cewek?" ledeknya.
Sandi merutuki dirinya sendiri dalam hati. "Itu—"
"Yah sitai parah."
"Temen tuh begitu."
"Emang. Ferrel aja cerita ke kita-kita. Lah ini?"
"Dasar, TEMAN."
Ferrel hanya geleng-geleng kepala mendengar celotehan temannya, terlebih saat mereka sudah sampai di depan loker masing-masing yang memang sengaja di letakkan secara berjejer.
"Baru rencana, 'sih," kata Sandi pada akhirnya, berusaha membela dirinya sendiri sekaligus menjelaskan. "Tapi jangan dicepuin dulu ah babi ntar gue gagal."
"Kagak, elah." Jordan yang paling dulu selesai langsung mengenakan tasnya dan menutup loker. "Siapa, San? Cewek yang deket ama lo 'kan banyak."
"Enam doang," jawab Sandi, menutup lokernya dan mengenakan tasnya.
"Enam? Doang? Gue aja pacar satu gak abis-abis," gerutu Jordan.
Fellix menghampiri Sandi dan juga Ferrel yang bersebelahan, diikuti Jordan yang berdiri di samping Sandi.
"Gimana kalo kalian nembaknya barengan?" usul Fellix. "Cewek yang kalian mau tembak saling kenal kaga?"
Sandi meneguk salivanya, ini tandanya sebelas-dua belas dengan membeberkan rahasia. "Kenal." Namun pada akhirnya Sandi bicara.
"Lisa 'kan?" tebak Ferrel, membuat langkah ketiga sahabatnya berhenti di tempat mereka masing-masing. Terlebih Sandi. Mereka saling tatap.
"Anj—gila!" pekik Fellix, tak percaya. "Lo cenayang ya, Rel!? Sandi cuman cerita sama gue inisialnya doang kemaren padahal!"
"Ketauan," kata Ferrel.
"Ketauan gimana? Tolong ngomong yang panjang biar otak gue dan Fellix nyambung," pinta Jordan yang mulai penasaran. Sementara Ferrel mengambil ancang-ancang untuk bercerita, Sandi diam-diam pergi menjauh, namun tangan Ferrel dengan cepat menarik tasnya.
"Kalo gengan Marissa lagi lewat, mata Sandi cuman ngeliatin Lisa melulu," kata Ferrel, mencoba bicara sepanjang dan sejelas mungkin.
"Wah mantep!" pekik Jordan. "Si Marissa juga baru jadian kan ama temen SMP gua yang dulu jelek banget tapi sekarang cakep. Nah, kan dikit lagi Marissa ngadain party nih, mereka kan satu geng tuh, pasti dateng kan, gimana kalian nembaknya pas malem itu aja!?"
Sandi mengangguk setuju dengan antusias. "Setuju!" tukasnya. Fellix langsung menepuk bahu sahabatnya dan memberikannya semangat.
Namun, Ferrel menggelengkan kepalanya.
"Ngapa, Rel?" tanya Sandi, mewakili Fellix dan Jordan.
"Gue gamau nembak pas ulang taun Marissa." Ferrel berucap setelah memikirkan kata panjang yang tepat, setelah sebelumnya ia hendak hanya berkata 'gamau'.
"Lah, lo mau nembak Arella kapan si? Jangan bilang lo gaberani nembak," cecar Fellix, mulai geregetan.
Ferrel menggeleng lagi. Tatapannya berubah kosong.
"Terus kenapa? Gimana? Kapan?"
"Gue mau kerumahnya sekarang. Biar nanti ke pesta ulang taun Marissa, kita udah pacaran."
Sandi, Fellix dan Jordan melongo di tempat. Terpaku dan tak menyangka akan jawaban seorang Ferrel Ravaro.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro