Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Balapan

Bagian Dua Belas

Suasana terasa begitu mencekam bagi Arella.

Selesai perkenalan singkat tadi, juri menyatakan pertandingan akan segera dimulai. Ferrel lalu memberikan kunci mobilnya kepada salah satu staff, untuk membawa mobilnya ke arena balap, sama seperti yang lainnya.

"Ini bayar berapa balapan kayak gini, Rel?" tanya Arella yang sudah penasaran sejak awal, setengah berbisik menengadah ke arah Ferrel saat mereka berjalan menuju arena.

"Dua juta," jawab Ferrel singkat.

Arella berjalan sambil sedikit berjinjit untuk menyesuaikan langkahnya dan berusaha melihat seluruh mobil di arena balap, menghitung mobil aneka ragam nan elit sama seperti milik Ferrel, dan selesai pada hitungan ke dua puluh dua.

"Dapetnya empat puluh empat juta!?" Arella hampir memekik, dan langsung mendekap mulutnya sendiri. Awalnya ia pikir uang dua juta bukanlah apa-apa, apalagi bagi anak-anak orang kaya macam mereka yang memiliki hobby untuk menghambur-hamburkan uang orang tua.

"Tujuh puluh lima." Ferrel membenarkan.

Mata Arella hampir saja keluar dari tempatnya dan tergeletak di bawah sana saking kagetnya. Ia menghentikan langkahnya dan mencegat Ferrel, berhenti di hadapannya dengan merentangkan kedua tangan.

"Kok banyak banget!?"

Ferrel menepis tangan Arella dan menggesernya agar tidak menghalangi jalan. "Sponsor," jawabnya saat sudah kembali melangkah.

Arella baru saja membalikkan badannya dan hendak berjalan mengikuti Ferrel, kala tiba-tiba saja seluruh lampu jalanan menyala dan menerangi, terlebih di garis start yang memiliki lampu lebih besar dan juga terang. Di kanan dan kiri pembatas garis start, terdapat banyak papan besar, berisikan nama-nama sponsor, dan kurang lebih enam kameramen sudah berada di posisi yang benar pada garis start.

"Masuk tipi!!?" tanya Arella dengan antusia, ia kemudian mengejar Ferrel dan menyamakan langkahnya.

"Bukan, lah," sergah Ferrel, kesal dengan Arella yang cerewet.

"Ish, galak banget."

"Bawel," balas Ferrel.

"Bodo!" Arella tidak mau kalah dan menjulurkan lidahnya kearah Ferrel.

Arella hendak berlari, namun dengan cepat tangan Ferrel menarik hampir seluruh rambut Arella, membuat Arella kehilangan keseimbangannya dan...

"Aduh!" pekik Arella, yang baru saja terjatuh.

Ferrel menutupi mulutnya dengan kepalan tangan, susah payah menahan tawanya namun akhirnya tawanya meledak juga. Awalnya Arella berharap kejadian sekarang ini akan seperti drama-drama Korea yang sering ditontonnya, seperti Ferrel yang akan menangkapnya atau sekedar menahannya agar tidak terjatuh. Namun, tentu saja itu tidak terjadi di kehidupan nyata apalagi hidup Arella.

Arella menolehkan kepalanya dan menatap Ferrel kesal. "Jahat bangetsih dasar syaiton."

"Maaf-maaf," kata Ferrel, maju selangkah dan berjongkok untuk membantu Arella bangkit. Ferrel mengangkat tubuh Arella seperti menenteng anak kecil.

"Sakit tau," gerutu Arella, menggigit bibirnya dan tangannya memegangi bagian belakang tubuhnya.

Ferrel baru saja hendak membantu Arella kala tangannya dipukul dengan keras.

"Ngapain lo!?" cecar Arella, menatap Ferrel was-was.

"Orang mah, ya, nih, gue kasih tau. Kalo gue mau jatoh, lo sebagai cowok aturan cepat! Sergap! Siaga! Tanggap!" Arella memukuli bahu Ferrel dengan kesal, berkali-kali berirama dengan seruannya.

Ferrel hanya mendengus dan membiarkan saja cewek ini berlaku sesukanya. "Terus?"

"Ya lo aturan nangkep gue lah, bloon!" tukas Arella, kesal. Dia langsung berjalan menjauh untuk menuju mobil dan meninggalkan Ferrel sementara tangannya terus menepuk bokongnya yang dirasa panas.

Sementara di belakang, Ferrel hanya bisa berdecak dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan Arella.

***

Pada saat di dalam mobil, wajah Ferrel berubah menjadi pucat.

Arella yang panik dan bingung hendak melakukan apa, lantas memberanikan diri untuk memajukan posisinya dan tangannya menekan tombol yang berada di dekat Ferrel untuk membuka atap mobil, berharap sekiranya ruang tak begitu mencegangkan dan udara masuk.

"Ferrel," panggil Arella.

Pandangan Ferrel masih kosong, tak melihat ke mana-mana, hanya lurus namun tak berarti.

"Ferrel." Arella mengguncang bahu Ferrel dan tiba-tiba saja Ferrel tersedak.

"Lo gapapa?" tanya Arella, membuka botol air putih yang baru saja diberikan oleh panitia beberapa waktu lalu dan memberikannya kepada Ferrel.

Ferrel meraihnya dan langsung meneguknya sampai habis. Napasnya memburu, dan Arella sadar kalau perilaku Ferrel sekarang persis saat seperti Ferrel saat di mobil waktu mobil masih berada di dalam garasi, beberapa waktu yang lalu.

Pasti, ada alasan kenapa Ferrel sampai berlaku seperti ini. Tetapi, Arella tidak yakin, akankah Ferrel bercerita kepadanya apa alasannya sampai berlaku seperti ini, dan ditambah dalam suasana seperti ini. Tidak mungkin Ferrel mau bercerita.

"Ferrel..." panggil Arella, lirih.

Ferrel yang mendengar namanya disebut dengan nada seperti itu, menolehkan kepalanya dan melihat tatapan sendu yang diberikan Arella kepadanya. Ferrel meneguk salivanya dengan susah payah.

"Gue gabisa." Ferrel menggelengkan kepalanya dengan gerakkan cepat. Tangannya mengacak-acak sendiri rambutnya.

Tangan Arella menangkap kedua tangan Ferrel, mencegah cowok ini untuk berlaku kian ekstrim nantinya. Mata mereka bertemu pandang, saling tatap, seolah tengah membaca isi hati masing-masing melalui raut wajah.

"Jangan dipaksa," kata Arella kelewat lembut. Ferrel bagaikan cokelat keras yang diletakkan di wajan panas sekarang. Dan, Arella adalah gasnya yang dapat meletup kapan saja, sehingga Ferrel sempat tak percaya kalau Arella akan berkata sedemikian lembutnya.

"Gue gabisa," ulang Ferrel, kali ini suaranya lebih kecil dan Arella sama sekali tidak mendengar keangkuhan seperti yang biasa ia rasakan.

"Gapapa," kata Arella, mencoba menenangkan. "Mau keluar aja?" tawar Arella.

Ferrel menatapnya sendu, melihat Arella yang kini berubah menjadi perempuan sabar, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Arella yang menyebalkan saat pertama kali Ferrel bertemu, dan juga saat Arella marah-marah di depan kantin.

"Makasih," kata Ferrel.

***

Beruntung di daerah sini memang sengaja dibangun café untuk para pembalap atau penonton. Dan, berhubung sekarang balapan tengah berlangsung, jadilah tempat ini kosong melompong.

Ferrel dan Arella masuk dan memilih tempat duduk di paling pojok ruangan, dan pelayan langsung saja datang memberikan menu makanan.

Selagi Ferrel memilih menu pesanan, Arella mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu di sana.

Arella: san, ferrel kenapasih?

Sandi Kurnia: knp apanya?

Arella: dia kayak punya trauma gt ya? masa tiap kali mau balapan begitu.

Sandi Kurnia: ASTETE.

Arella: HEH-__-

Sandi Kurnia: ntar di sekolah gue ceritain dah.

Arella: oke, makasih ya san.

Arella kembali memasukkan ponselnya seolah baru saja melakukan perpesanan dengan orang biasa, enggan membuat Ferrel curiga dan langsung memanggil lagi pelayan untuk menyampaikan pesanannya serta berbicara mewakili Ferrel yang hanya menunjuk gambar atau tulisan yang dipesannya.

Setelahnya, suasana berubah menjadi hening. Arella hanya mengutak-atik ponselnya dan mengeluarkan sesuatu dari tasnya, kemudian ia masukkan kembali. Sementara Ferrel hanya diam memandang langit malam di luar café.

"Rel."

"Rel."

Suara mereka keluar secara bersamaan.

"Lo duluan."

"Duluan."

Arella menghela napasnya sebelum berbicara, mengingat perkataan Ferrel selalu mutlak dan dia juga tidak mau membuat suasana hati Ferrel berubah menjadi semakin buruk karena ulahnya.

"Lo gapapa?" tanya Arella, berhasil membuat Ferrel menautkan alisnya. "Lupakan."

Kemudian suasana berubah menjadi hening, lagi. Arella bahkan jadi enggan memaksa Ferrel berbicara, kendati cowok itu yang sebelumnya memang ingin bicara.

Mungkin Ferrel lupa, atau mungkin dia sedang merancang kata-kata yang hendak ia ucapkan, atau mungkin juga tengah berpikir kata-kata yang pas untuk dikatakan agar jadi sesingkat mungkin.

"Rel?" pancing Arella, pada akhirnya.

Ferrel menghela napas dan menatap Arella lekat-lekat. Menggaruk ujung bibir dengan jemarinya sebelum mulai berbicara.

"Kapan nyicil utang lagi?"

Tangan Arella berubah menjadi gatal dan ingin meninju wajah tampan Ferrel, sekarang juga.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro