Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[ ᴄʜᴀᴘᴛᴇʀ 1 | ʜᴇᴀʀᴛꜱᴛʀɪɴɢꜱ ]

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu kamar di lantai lima itu terdengar lebih keras dari seharusnya karena bergema di lorong yang sepi. Midoriya, si pengetuk, menahan tangannya tetap di dekat pintu bertuliskan "Aizawa Yukina". Di belakangnya, murid kelas A lain juga ikut berdiri menanti pemilik kamar membukakan pintu.

"Yukina, kau ada di dalam, 'kan?" tanya Midoriya, terdengar kecemasan dalam nada bicaranya yang lembut. "Aku tahu kau mengalami banyak hal yang berat, tapi kami semua ada di sini untukmu."

Semua murid kelas A telah mengetahui jati diri Yukina dan menerima dia apa adanya. Tiga tahun satu kelas bersama Yukina meyakinkan mereka bahwa Yukina bukanlah orang jahat walau terlahir dari keluarga villain. Yah, meski Bakugo awalnya tidak terima karena dikalahkan seorang mantan penjahat sekaligus putri dari bos villain, perlahan dia dapat bersikap dewasa dan menerimanya. Lagipula, semua itu telah berlalu.

"Kurasa dia memang butuh waktu untuk sendiri," ucap Todoroki tenang. "Tidak peduli seberapa keras kita menyemangatinya, jika Yukina tidak ada niat untuk bangkit, ini semua sia-sia."

"Jaga ucapanmu, Todoroki! Bagaimana jika Yukina dengar!?" bisik Kirishima panik. Meski Todoroki benar, ucapannya seperti menabur garam di atas luka.

Sejak AFO dijebloskan ke Tartarus pasca pertarungan di Kamino, Yukina tidak pernah keluar dari kamarnya. Dia seperti hikikomori yang mengurung diri. Tidak ada yang tahu bagaimana keadaan gadis itu di dalam sana, kecuali Aizawa yang saat ini sedang rapat dan dokter yang bertanggung jawab atas kesehatan fisik juga mentalnya. Ekspresi dokter yang sayu setiap kali selesai memeriksa membuat kelas A makin cemas terhadap Yukina.

"Jika sudah merasa lebih baik, jangan ragu untuk menemui kami, ya," ucap Uraraka. "Kami akan menunggumu."

Pada akhirnya, kata-kata pasrah seperti itulah yang dapat diucapkan Uraraka dkk sebelum akhirnya beranjak pergi dari kamar Yukina. Bakugo yang melihat hal itu dari kejauhan telah pergi lebih dulu sebelum mereka tahu.

"Ah! Aku hampir lupa!" Midoriya memekik panik, mengagetkan yang lainnya saat akan memasuki lift untuk turun ke lantai dasar. Dia menatap notifikasi yang masuk di ponselnya, "Sebentar lagi Hero Billboard Chart Jp akan diumumkan!"

"Sou ya, mereka baru mengumumkannya hari ini, ya?" tanya Ashido.

"Setelah banyak hal terjadi, wajar saja baru diumumkan sekarang," jawab Tokoyami.

Suara obrolan itu semakin menjauh hingga tak terdengar lagi di telinga Yukina yang berselimut tebal. Dalam gelapnya kamar dapat dilihat dengan jelas keadaan di sana sangat berantakan, baik ruangannya maupun penghuninya. Banyak bekas garitan cukup dalam pada dinding yang ditempeli foto dan potongan berita koran, semuanya telah robek. Buku-buku berceceran di sana-sini, menemani renyukan kertas di lantai. Sisa makanan dan sampah hampir memenuhi penjuru ruangan karena tidak dibuang pada tempatnya.

Merupakan suatu keanehan melihat kamar orang yang terkenal gila kebersihan di kelas A itu sekarang berubah menjadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pemilik kamar masih anteng di balik selubungan selimut, tidak peduli keadaan kamarnya yang seperti habis diterpa badai Katrina.

Selimut itu perlahan bergerak. Tersingkap, menampilkan Yukina yang mendudukkan diri di pinggir kasur. Gadis itu masih mengenakan piama dengan sekadarnya, bahkan tidak ada niatan untuk membenarkan lengan yang turun atau kancingnya yang terbuka. Rambut dwi warnanya yang acak-acakan dan kusam kini telah menutupi mata karena lama tak dipotong. Dia sudah hilang hitungan berapa hari tidak membersihkan diri.

Botol obat di meja belajar terambil lemah oleh tangan Yukina yang putih pucat. Dia mengeluarkan beberapa pil dari sana dan langsung menelannya bersama segelas air. Gelas yang telah kosong itu kembali diletakkan ke meja dengan keras hingga sedikit memantulkan obat-obat antidepresan di sekitarnya.

'Kenapa?' Yukina menelungkupkan kepalanya ke meja. Kedua kakinya yang semula berdiri perlahan merosot ke lantai, bertekuk lutut tanpa tenaga. 'Kenapa saat itu aku tidak membunuhnya saja?'

Yukina meremas rambutnya frustrasi. Jari-jarinya yang terbalut perban dan plester luka merasuk dalam helaian rambut yang kusam itu. Kepalanya sakit setiap kali mengingat insiden Kamino. Dadanya sesak menyadari betapa tidak bergunanya dia saat itu.

Ketika All Might bertarung melawan AFO dengan heroik, Yukina tidak berdaya sebagai sandera League of Villain. Meski bantuan datang menyelamatkannya, semua telah terlambat. Pertarungan sudah berakhir, AFO dikalahkan oleh All Might.

Orang seperti AFO tidak pantas dibiarkan hidup. Terlalu murah hati jika membiarkannya membusuk di penjara. Yukina paling mengerti hal itu. Dibesarkan sebagai alat pembunuh oleh ayahnya sendiri, tak dapat dibayangkan betapa menyedihkannya dia dulu. Latihan, membunuh, latihan, membunuh, begitu seterusnya sampai dua hal itu menjadi sesuatu yang alami layaknya bernapas.

Namun sekarang, melihat orang yang membuatnya menderita dibiarkan hidup tentu saja membuat Yukina geram. Hero terlalu naif. Bagaimana jika suatu saat nanti All For One berulah lagi? Abaikan hak asasi manusia, All For One seharusnya dibunuh selagi ada kesempatan sebelum dia membahayakan hajat hidup orang banyak. Dan Yukina merasa dialah yang bertanggungjawab soal itu. Dia harus membunuh ayah kandungnya dengan kedua tangannya sendiri.

Drrtt... Drrtt... Ponsel Yukina bergetar, menandakan ada pesan masuk.

[Shota-san]:
Lihatlah siaran Hero Billboard Chart Jp. Mungkin kau akan sadar bahwa sekarang bukan waktunya untuk depresi.

Sejenak Yukina merasa tersindir dengan maksud pesan tersebut. Mentalnya sedang break dance karena ayahnya dibiarkan hidup, lalu sekarang Aizawa menyuruhnya untuk melihat papan peringkat hero yang dia benci?

Yukina kembali meletakkan ponselnya dengan kasar. Dia mendudukkan diri di kursi belajar sementara tangannya mulai menyalakan komputer. Kanal HeroTube menjadi tujuannya untuk menonton siaran papan peringkat pahlawan secara langsung. Dia datang di waktu yang tepat. Sekarang sedang diumumkan para hero yang menduduki peringkat sepuluh besar.

"-Ini pertama kalinya Papan Peringkat Pahlawan kembali diperlihatkan. Siapapun pasti mengerti berapa pentingnya hal ini."

"Tidak, drama badut kalian ini tidak penting bagiku," Yukina memasang headphone-nya sambil berkomentar sarkas. Matanya yang sayu menatap kosong siaran yang sedang berlangsung. Tampak para hero yang dipanggil mulai naik ke panggung satu per satu.

'Kenapa mereka tampak tenang-tenang saja? Di saat seperti ini, Tomura dan komplotannya pasti sedang merencanakan sesuatu,' Yukina menaikkan kaki dan memeluk lututnya sendiri. Jari-jarinya menggenggam erat menahan amarah.

'Hero hanyalah sekumpulan pengecut yang mengatasnamakan keadilan dan HAM. Hero terlalu meremehkan villain karena tidak tahu betapa menyeramkannya mereka. Sudah kuduga, seharusnya aku bergerak sendiri saja mulai hari ini.'

"Number Two! Dia sangat agresif dan selalu punya cara tersendiri! Dengan momentum yang luar biasa, dia pun meraih peringkat kedua! Wing Hero: Hawks!"

'Huh?' Suara penyiar itu menyadarkan Yukina dari kemelut pikirannya. Dia berkedip sekali, kamera terarah pada pahlawan bersayap merah dengan penampilan nyentrik. 'Nomor 2? Dare da? Aku belum pernah melihatnya.'

Seberapa apatisnya Yukina? Dia tidak tahu pahlawan lain selain para sensei di U.A. dan Endeavor. Itupun dia masih sering salah menyebut nama mereka (Present Mic -> Noise Hero).

Yukina mendekatkan diri ke layar komputer, mengamati figur Hawks yang berdiri di samping Endeavor. Pidato Presiden KKPP dia abaikan begitu saja karena berfokus pada Hawks. Yukina merasa ada yang berbeda dari Hawks, sesuatu yang tidak dimiliki hero lain.

"Baiklah, mari kita dengarkan komentar dari mereka!"

Hawks terlihat berbisik kepada Endeavor kemudian membuat gestur menutup mulut. Dilihat dari lirikan tajam Endeavor, dapat ditebak Hawks telah menyinggungnya. Selama para hero lain mengungkapkan komentar mereka, Hawks terus mengerutkan dahi dan berkali-kali menghembuskan napas. Ekspresinya jelas menunjukkan bahwa dia tidak suka berada pada situasi formal itu.

Yukina ikut menghela napas panjang. Dia lelah dan muak mendengar komentar para hero yang seperti amanat pembina upacara -tidak berguna. Jika Yukina dipanggil untuk maju ke panggung dan disuruh berkomentar seperti itu, maka dia memilih tidak menghadirinya sama sekali. Itu hanya membuang waktu, mending membantu Luffy mencari One Piece atau ikut meratakan dunia bersama Eren.

"Saya merasa terhormat dengan dukungan yang saya terima ..." Kini giliran Edgeshot, pahlawan nomor empat yang berkomentar. "Saya percaya bahwa tugas pahlawan adalah menciptakan perdamaian itu sendiri."

"Siapa juga yang akan senang mendengar itu? Stain doang?" Hawks tiba-tiba membuka mulut, tanpa akhlak menceploskan komentar sarkasnya di depan umum. Seketika Yukina menutupi mulutnya dengan tangan karena nyaris kelepasan tertawa.

Bayangkan kalian sebagai Egdeshot yang sudah bersikap keren di depan semua orang tapi kemudian malah dihancurkan oleh manusia kampret macam Hawks. Bagaimana perasaan kalian?

Suasana hening setelah Hawks berbicara tetapi pahlawan bersayap itu tidak peduli. Dia malah merebut mikrofon dari tangan pembawa acara dan mengangkat tubuhnya dari panggung. Sayap merahnya terbuka seakan memamerkan kegagahannya. Dalam posisi melayang di udara itu Hawks mulai berpidato dan disimak oleh Yukina yang kembali normal meski nyaris OOC sebelumnya.

"Menurutku yang paling penting saat ini adalah tingkat penerimaan, sih. Kalian yakin ini waktu yang tepat untuk mengenang masa lalu?"

Yukina tertegun dalam diam.

"Yakin tidak mau mengubah cara kerja kita di dunia pahlawan?"

'Ah, akhirnya ada juga orang yang mengatakannya.'

"Tidak ada lagi Simbol Perdamaian. Di saat-saat kritis begini, kenapa kalian yang pencapaiannya lebih rendah dariku malah bermain aman?"

'Benar. Dia telah mengatakan apa yang selama ini kupikirkan.'

Hawks tersenyum mengejek, aura kesombongannya semakin menguat. "Katakan sesuatu yang lebih pantas sebagai hero, dong."

Deg! Yukina merasakan sebuah debaran di dadanya. Jantungnya berdetak lebih cepat dan mulai tak beraturan. Namun degupan tersebut berbeda dari yang selama ini dia alami ketika bertarung. Tidak ada lagi rasa sakit atau sesak. Matanya yang semula kosong kini berkilap penuh cahaya dan mampu melihat dunia dengan jernih serta berwarna. Dan pandangannya kini tertuju pada Hawks yang berjalan ke belakang panggung usai acara selesai.

"Huh? Apa yang terjadi padaku?" Yukina menunduk dan menyentuh dadanya sendiri, merasakan detak jantungnya yang masih bertempo cepat. "Rasanya aku seperti dibanjiri dopamin dan oksitosin. Apa ini efek obat yang kuminum?"

Meski suasana hatinya telah membaik, Yukina malah kebingungan dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Dia menoleh ke layar komputer. Hawks tak lagi terlihat di sana. Saat itu juga, jantung Yukina kembali normal. Namun, ada secuil perasaan sedih yang muncul tanpa dia ketahui sebabnya.

"Hawks ..."

Baru kali ini Yukina menyebut nama orang dengan benar dalam panggilan pertamanya.

Sementara itu...

Hawks yang berjalan meninggalkan panggung bersama pro hero lain tiba-tiba berhenti. Tubuhnya mendadak merinding. Dia seperti diliputi perasaan sedang menjadi target orang berbahaya. Sungguh horor, Hawks sendiri tidak tahu kenapa dia bisa mendapat perasaan ngeri seperti ini.

Mirko, pahlawan nomor lima yang berjalan di dekat Hawks pun ikut berhenti dan menoleh. "Ada apa, Hawks?"

"Ah, tidak," Hawks menyangkal santai. Dia melanjutkan langkahnya sembari memasukkan tangan ke saku celana. 'Apa itu hanya perasaanku saja?'

Tangan Hawks mengambil ponsel di sakunya. Dia memeriksa berita terbaru mengenai Papan Peringkat Pahlawan. Streaming di kanal HeroTube telah dilihat oleh lebih dari 150 juta orang dengan berbagai tanggapan. Namun, tentu saja yang paling mengundang sensasi adalah Hawks. Meski terkesan seperti ingin pansos, Hawks bersungguh-sungguh dalam ucapannya tadi.

'Saa tte, pemicu sudah terpasang. Kurasa aku harus mulai bergerak sekarang,' Hawks menggeser menu dan berganti menampilkan foto Yukina. Matanya berkilat tajam seperti elang yang siap menerkam mangsanya.

[Flashback]

"Setelah mendapatkan cukup informasi atau jika Yukina ini menunjukkan tanda-tanda membahayakan, maka kau harus mengambil tindakan khusus," kata Presiden KKPP beberapa hari yang lalu.

"Tindakan khusus?"

"Bunuh dia," Presiden KKPP itu menjawab dengan tegas.

Mata Hawks membulat sempurna, tak percaya dengan apa yang dia dengar. Wanita di hadapannya itu baru saja memerintahkannya untuk membunuh orang? Hawks yang diliputi keterkejutan mencoba tenang dan meluruskan semuanya, "Maaf?"

"Sejak awal keberadaan Yukina ini adalah sebuah ancaman bagi kita semua. Jika benar dia adalah Black Death atau putri All For One, maka tingkat ancamannya adalah Rank S. Belum lagi jika dia mencapai potensi maksimalnya atau di bawah kendali All For One, kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi di negeri ini. Oleh karena itu, kita harus bertindak sebelum semuanya terlambat."

Hawks terdiam, menggigit bagian dalam bibirnya untuk menahan kata-kata yang ingin terucap. 'Meski begitu, apakah dia perlu dibunuh begitu saja?' batinnya mulai berempati. Lagipula, Hawks adalah hero. Hero tidak seharusnya membunuh.

"Sekarang hero sedang terpuruk karena banyak yang terluka saat insiden Kamino. Kita kekurangan sumber daya manusia untuk misi setingkat ini," ungkap Presiden KKPP. "Hanya kau yang dapat melakukan ini, Hawks. Demi kedamaian yang telah terjaga selama ini."

Hawks bukan orang yang munafik. Dia memang tidak ikut berpartisipasi dalam penyerangan di Kamino, tetapi dia tahu rekan-rekan seprofesinya masih dalam masa penyembuhan saat ini, seperti Best Jeanist. Tentu saja dia juga menyadari keadaan hero saat ini yang berada di ujung tanduk.

Hawks berlutut dengan salah satu kakinya. Dia menunduk, meletakkan telapak tangannya di dada kiri. "Jika dengan mengotori tanganku dapat membawa kedamaian bagi semua orang, maka aku akan melaksanakan misi ini dengan senang hati."

Hawks yang menunduk itu hanya dapat menatap lantai di bawahnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Sang hero muda itu telah membulatkan tekad.

'Shigaraki Yukina, kau adalah targetku.'

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro